Bogor (Antara Megapolitan) - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor, Jawa Barat, mewacanakan penerapan denda paksa bagi para pelanggar Peraturan Daerah Nomor 8/2006 tentang Ketertiban Umum.

"Denda paksa itu tanpa melalui sidang Tipiring (Tindak pidana ringan), begitu ada pelanggaran langsung dikenai denda Rp50 ribu perorangan," kata Kepala Satpol PP, Eko Prabowo di Bogor, Selasa.

Eko mengatakan, wacana untuk menerapkan denda paksa tersebut telah diusulkan kepada Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, dan disampaikan kepada Bagian Hukum Pemerintah Kota Bogor, agar dibuatkan Peraturan Wali Kota sebagai turunan dari Perda Nomor 8/2006.

"Tahun lalu kita usulkan, sudah kita sampaikan juga ke Bagian Hukum Pemkot Bogor, tetapi sampai saat ini belum ada kelanjutan," katanya.

Menurutnya, denda paksa akan dijatuhkan bagi pelanggar-pelanggar ketertiban umum (Tibum) seperti PKL yang berjualan di badan jalan dan trotoar, berjualan di taman, merusak taman, membuang sampah sembarangan, menyeberang tidak menggunakan jembatan penyeberangan orang atau zebracross.

"Denda paksa diberlakukan di zona-zona merah yakni zona zero toleran (tidak ada toleransi) yakni tidak boleh ada PKL, tidak boleh menyeberang sembarangan, tidak boleh buang sampah sembarangan," katanya.

Ia mengatakan, denda paksa ini sebagai salah satu instrumen dalam menegakkan Perda ketertiban umum yang hingga kini belum maksimal dijalankan. Terbukti masih banyak PKL yang berjualan di bahu jalan, dan trotoar. Sehingga upaya untuk mengurai kemacetan di Kota Bogor, menjaga ketertiban dan kebersihan, masih sulit dilakukan.

"Kalau ada yang berjualan di trotoar dan bahu jalan, pedagang maupun pembelinya langsung kita denda di tempat," katanya.

Menurut Eko, aturan tersebut sudah dijalankan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pelanggaran-pelanggaran ketertiban umum, dikenai sanksi denda paksa bila kedapatan melanggar aturan.

"Kita sudah sosialisasi zona toleran selama satu tahun ini, jika Perwalinya diterbitkan, tahun ini penerapan sanksi denda paksa sudah bisa dilaksanakan. Uang denda paksa itu nantinya akan masuk dalam kas daerah," katanya.

Eko menambahkan, denda paksa salah satu instrumen dalam penegakan Perda ketertiban umum di Kota Bogor, menjadi penentu untuk masyarakat mematuhi aturan yang ada. Selain, mengatasi keterbatasan jumlah personel Satpol PP saat ini yang hanya 150 orang.

"Selama ini masyarakat hanya patuh kalau ada petugas, petugas bergeser sedikit, melanggar lagi. Dengan aturan ini, kita ingin masyarakat mentaati aturan, sebagai efek jera, langkah ini lebih mengena dari pada patroli saja," katanya.

Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Bogor, Hasbhy Mannawar, mengatakan, pihaknya perlu melakukan kajian untuk menerapkan aturan denda paksa yang diusulkan oleh Satpol PP.

"Kita perlu mengkaji, karena aturannya pelanggar Perda itu harus mengikuti Tipiring baru bisa diberikan sanksi denda, tidak bisa serta merta denda di tempat. Kita akan lihat KUHP, khawatir jadi pelanggaran, perlu ada terobosan juga, yang memberikan sanksi haruslah Penyidik Satpol PP. Kita akan liat juga penerapan di Bandung seperti apa," kata Hasbhy.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016