Depok (Antara Megapolitan) - Ekonom Universitas Indonesia Rizal E. Halim mengatakan Indonesia dituntut siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 atau efektif sejak 1 Januari 2016.

"Indonesia dituntut untuk siap berintegrasi ekonomi ASEAN melalui kerangka kerja dan juga bersaing dengan sembilan negara ASEAN lainnya," kata Rizal E. Halim di kampus UI Depok, Selasa.

Menurut dia ada beberapa faktor perhatian yang perlu dilakukan Pemerintah yakni penguatan kompetensi Sumber Daya Manusia, penguatan sistem logistik nasional, regulasi dan birokrasi yang business friendly.

Selain itu juga diperlukan penguatan industri nasional khususnya untuk industri yang bernilai tambah tinggi, melakukan integrasi program kerja di seluruh Kementerian/lembaga dan Non Kementerian yang beririsan dengan prioritas dalam kerjsama MEA.

Sementera itu Pengamat Internasional dari Par Indonesia Strategic Research, Jakarta Guspiabri Sumowigeno mengatakan Indonesia perlu mengajukan skema" exit parsial", sementara, maupun permanen dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk menjadi bagian cetak biru MEA.

"Kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bukan barang sakral. Mengingat Cetak Biru MEA masih belum 100 persen terbentuk," katanya.

Menurut dia hal ini wajar saja, karena kerangka integrasi ekonomi yang demikian dalam dan luas seperti Uni Eropa juga memiliki opsi exit bagi setiap negara peserta.

Apapun MEA hanyalah kesepakatan politik antar negara yang pasti bisa dibatalkan bila dipandang perlu oleh para pihak didalamnya.

"Dengan memasukkan mekanisme exit dalam Cetak Biru MEA, Indonesia bisa melakukan evaluasi setiap tahun dan sekiranya ada sektor yang mengalami kemunduran hebat," katanya.

Untuk itu ia meminta pemerintah agar segera merancang langkah renegosiasi atau bahkan exit dari kerangka kesepakatan MEA secara parsial baik untuk sementara waktu maupun permanen. Kalau semua sektor terpuruk, tentu exit permanen harus menjadi opsi nasional.

Ia berharap satgas pengawas pelaksanaan MEA perlu dibentuk Presiden dengan kewenangan memonitor dan merekomendasikan respon.

Pejabat yang merekomendasikan dan memutuskan kebijakan untuk menyertakan sektor yang kemudian terpuruk tersebut dalam kerangka MEA, perlu diperiksa oleh panel etik profesi PNS dan dimintai pertanggungjawaban.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015