Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengembangkan teknologi budidaya kedelai untuk meningkatkan produksi guna dapat mengurangi impor.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangannya, Selasa mengatakan konsumsi kedelai impor cukup tinggi karena harga jauh lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Saat ini kenaikan harga terjadi secara global sehingga menimbulkan kendala di pasar lokal. 

"Konstraksi pada kedelai terjadi secara global. Selama ini tempe tahu yang kita konsumsi banyak menggunakan kedelai impor. Karena harganya lebih murah. Pasokan kita aman, memang harga naik karena negara produsen mengalami kendala," ujarnya.

Mentan Syahrul menegaskan Kementan bersama stakeholder menjaga stabilitas harga kedelai di tengah polemik kenaikan harga. Ada 3 agenda yang akan dilakukan Kementan untuk terus memantau pasokan dan harga kedelai dalam negri.

"Pertama agenda SOS yakni stabilisasi harga, pasokan tidak boleh ada yang terganggu sehingga ketersedian harus dipastikan aman. Harga tidak boleh terlalu turun dan tidak boleh terlalu naik, khawatirnya konstraksi ini hanya sementara," ujarnya.

Mentan menambahkan agenda SOS menjadi agenda 100 hari. Kedua, agenda temporary yakni dalam 200 hari kedepan produktivitas lokal harus ditingkatkan. 

Ketiga, agenda panjang Indonesia bisa memasok kebutuhan kedelai secara mandiri sehingga saat negara lain mengalami kendala tidak berimbas di dalam negeri.


"Masyarakat kita rata-rata pemakan tahu tempe jadi kedelai ini tidak boleh bersoal. Kita segera lakukan langkah konkret di lapangan sebagai upaya menstabilkan harga dulu. Mudah mudahan harga stabil bukan hanya di Jakarta namun di Jawa, serta daerah lain juga," katanya.

Kementerian Pertanian menargetkan untuk memproduksi satu juta ton kedelai. Angka ini mengalami kenaikan cukup tinggi dibandingkan tahun 2021 yang hanya 200 ribu ton.

Peningkatan produksi perlu dilakukan sebagai antisipasi meningkatnya harga kedelai belakangan ini.

Hal senada diungkapkan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Manusia (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, saat Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan volume 12 dengan tema Inovasi Kedelai Indonesia, Selasa (15/03) di AOR BPPSDMP, Jakarta. 

Dedi mengatakan, apabila suplai pangan di internasional turun, maka secara hukum ekonomi harga pangan akan naik diseluruh negara termasuk Indonesia.

Dedi memaparkan untuk kebutuhan tahu tempe sebanyak 80 sampai 90 persen kita masih impor, dengan kebutuhan kedelai 3 juta ton per tahun.

"Ini peluang untuk petani kedelai genjot produktivitas, kurangi ketergantungan impor kedelai, tanam kedelai sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional," ujar Dedi.

Baca juga: Kementan pantau perkembangan pertanian di lapangan dengan AWR

Narasumber Ngobras, Moch Muchlish Adie, Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Balitkabi, mengatakan tanaman kedelai sangat menguntungkan dengan adanya berbagai teknologi budidaya pada berbagai agro ekosistem.

"Saat ini hingga 15 maret 2022 terdapat 114 varietas kedelai," ujar Moch Muchlish. Teknologi kedelai juga ada budidaya tanpa bahan kimia atau pestisida.

Baca juga: Kementan: Sapi Jawa Timur siap penuhi kebutuhan Jabodetabek dan Bandung

Narasumber lainnya, Netti Tinaprilla, dari Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi manajemaen IPB, mengatakan strategi yang harus dilakukan melalui diversifikasi konsumsi, dengan tantangan sulitnya merubah selera konsumen. 

"Solusinya diperlukan edukasi jangka panjang," jelas Netti.

Pengawalan dan pendampingan teknologi di lapang, sangat diperlukan untuk budidaya kedelai.

"Pemanfaatan ruang tumbuh dibawah tegakan tanaman, potensi untuk pengembangan kedelai, selain itu diperlukan perencanaan yang matang," kata Netti. 

Pewarta: Pewarta Antara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022