Seorang pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) asal Tangerang bernama Nenden Pratiwi terpaksa menghentikan produksi stick aneka buah miliknya karena tak kuat dengan harga minyak goreng yang melambung tinggi pada akhir 2021 hingga menyentuh Rp20.400 per liter.
Nenden sempat melakukan penyesuaian harga dengan menaikkan harga produk sebesar masing-masing Rp500, namun hal itu ternyata berpengaruh terhadap penjualan yang semakin merosot. Terlebih harga terigu yang juga menjadi salah satu bahan baku ikut merangkak naik.
Sehingga hasil penjualan pemilik usaha bernama Dapur Mamayon itu tidak mampu menutupi biaya produksi. Nenden pun memutuskan untuk berhenti produksi sampai harga minyak goreng stabil kembali.
Hal yang sama juga dirasakan penjual gorengan dan kue kering di Tangerang bernama Sutiyah, di mana minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan utama untuk produksi.
Meskipun tidak sampai berhenti produksi, Sutiyah mengaku terkena dampak atas meroketnya harga minyak goreng. Ia pun menyiasati dengan menaikkan harga gorengan menjadi Rp1.500 per buah dari sebelumnya Rp.1.000 per buah, serta memperkecil ukuran.
Sutiyah mengatakan kenaikan harga dan ukuran yang lebih kecil memengaruhi penjualan gorengan miliknya yang semakin lama semakin menurun.
Baca juga: 20.000 liter minyak goreng disiapkan untuk operasi pasar kedua di Bekasi
Kendati demikian Sutiyah tetap bertahan dan terus berdagang, karena usaha tersebut merupakan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Memasuki awal Januari 2022 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dan jajaran untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri, mengingat kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh tingginya harga CPO (crude palm oil) di pasar ekspor yang sedang naik.
Presiden Jokowi menegaskan kebutuhan minyak goreng untuk rakyat harus terpenuhi dengan harga terjangkau.
Hingga pada 18 Januari 2022 usai memimpin Rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengabarkan pemerintah memutuskan untuk memberlakukan minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 per liter untuk seluruh rakyat Indonesia mulai Rabu 19 Januari 2022.
Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan upaya menutup selisih harga minyak goreng demi memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri mikro, dan industri kecil.
Dalam rapat itu diputuskan ntuk selisih harga minyak goreng akan diberikan dukungan pendanaan dari BPDPKS sebesar Rp7,6 triliun.
Kebijakan tersebut didasarkan atas hasil evaluasi yang mempertimbangkan ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng bagi masyarakat.
Baca juga: Operasi pasar murah minyak goreng di Kota Bogor digelar secara bergantian
Malamnya, Mendag Muhammad Lutfi menyampaikan melalui kebijakan itu, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp14.000 per liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Sebagai awal pelaksanaan, penyediaan minyak goreng dengan satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan untuk pasar tradisional diberikan waktu satu minggu untuk melakukan penyesuaian.
Terkait kebijakan ini Mendag Lutfi menerbitkan regulasi baru agar kebutuhan bahan baku minyak goreng di dalam negeri tetap tersedia sehingga harga minyak goreng tetap dalam kondisi stabil.
Mendag Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Peraturan Menteri itu mulai berlaku pada 24 Januari 2022.
Permendag ini mengatur ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE).
Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri, dilampirkan dengan kontrak penjualan; rencana ekspor dalam jangka waktu enam bulan; dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu enam bulan.
Tepat sasaran
Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan kebijakan minyak goreng satu harga perlu diikuti produktivitas industri minyak goreng nasional guna menjamin pasokan.
Kebijakan temporer itu, menurut Dzulfian, mesti diikuti oleh kebijakan struktural, yaitu peningkatan produktivitas industri minyak goreng nasional, khususnya perbaikan di sisi hulunya, seperti percepatan program penanaman ulang (re-planting) pohon-pohon sawit dengan varietas unggul dan memastikan ketersedian bahan baku.
Ia berpendapat kebijakan tersebut bersifat temporer dan populis, mengingat minyak goreng merupakan sembako yang sangat penting bagi masyarakat, di mana kenaikan harga sedikit saja maka popularitas penguasa menjadi taruhannya.
Baca juga: Ridwan Kamil tegaskan operasi pasar minyak goreng untuk tekan harga
Namun menurutnya, desain kebijakan tersebut dinilai kurang tepat sasaran, mengingat subsidi diberikan untuk seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali.
Padahal yang membutuhkan hanya mereka yang di kalangan menengah bawah, sedangkan menengah ke atas tak berhak mendapatkan subsidi ini.
Kendati demikian, kalangan UMKM mengaku bersyukur dengan adanya kebijakan minyak goreng satu harga. Nenden dan para pelaku UMKM lainnya kini dapat kembali berproduksi, menghasilkan produk-produk dengan harga sebelumnya.
Dengan demikian, mereka dapat tetap menggerakkan perekonomian keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Minyak goreng satu harga tentunya sangat meringankan masyarakat kalangan bawah hingga menengah, terlebih para pelaku UMKM. Sehingga diharapkan, triliunan uang subsidi betul-betul tepat sasaran untuk meringankan mereka yang kekurangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Nenden sempat melakukan penyesuaian harga dengan menaikkan harga produk sebesar masing-masing Rp500, namun hal itu ternyata berpengaruh terhadap penjualan yang semakin merosot. Terlebih harga terigu yang juga menjadi salah satu bahan baku ikut merangkak naik.
Sehingga hasil penjualan pemilik usaha bernama Dapur Mamayon itu tidak mampu menutupi biaya produksi. Nenden pun memutuskan untuk berhenti produksi sampai harga minyak goreng stabil kembali.
Hal yang sama juga dirasakan penjual gorengan dan kue kering di Tangerang bernama Sutiyah, di mana minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan utama untuk produksi.
Meskipun tidak sampai berhenti produksi, Sutiyah mengaku terkena dampak atas meroketnya harga minyak goreng. Ia pun menyiasati dengan menaikkan harga gorengan menjadi Rp1.500 per buah dari sebelumnya Rp.1.000 per buah, serta memperkecil ukuran.
Sutiyah mengatakan kenaikan harga dan ukuran yang lebih kecil memengaruhi penjualan gorengan miliknya yang semakin lama semakin menurun.
Baca juga: 20.000 liter minyak goreng disiapkan untuk operasi pasar kedua di Bekasi
Kendati demikian Sutiyah tetap bertahan dan terus berdagang, karena usaha tersebut merupakan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Memasuki awal Januari 2022 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dan jajaran untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri, mengingat kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh tingginya harga CPO (crude palm oil) di pasar ekspor yang sedang naik.
Presiden Jokowi menegaskan kebutuhan minyak goreng untuk rakyat harus terpenuhi dengan harga terjangkau.
Hingga pada 18 Januari 2022 usai memimpin Rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengabarkan pemerintah memutuskan untuk memberlakukan minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 per liter untuk seluruh rakyat Indonesia mulai Rabu 19 Januari 2022.
Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan upaya menutup selisih harga minyak goreng demi memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri mikro, dan industri kecil.
Dalam rapat itu diputuskan ntuk selisih harga minyak goreng akan diberikan dukungan pendanaan dari BPDPKS sebesar Rp7,6 triliun.
Kebijakan tersebut didasarkan atas hasil evaluasi yang mempertimbangkan ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng bagi masyarakat.
Baca juga: Operasi pasar murah minyak goreng di Kota Bogor digelar secara bergantian
Malamnya, Mendag Muhammad Lutfi menyampaikan melalui kebijakan itu, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp14.000 per liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Sebagai awal pelaksanaan, penyediaan minyak goreng dengan satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan untuk pasar tradisional diberikan waktu satu minggu untuk melakukan penyesuaian.
Terkait kebijakan ini Mendag Lutfi menerbitkan regulasi baru agar kebutuhan bahan baku minyak goreng di dalam negeri tetap tersedia sehingga harga minyak goreng tetap dalam kondisi stabil.
Mendag Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Peraturan Menteri itu mulai berlaku pada 24 Januari 2022.
Permendag ini mengatur ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE).
Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri, dilampirkan dengan kontrak penjualan; rencana ekspor dalam jangka waktu enam bulan; dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu enam bulan.
Tepat sasaran
Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan kebijakan minyak goreng satu harga perlu diikuti produktivitas industri minyak goreng nasional guna menjamin pasokan.
Kebijakan temporer itu, menurut Dzulfian, mesti diikuti oleh kebijakan struktural, yaitu peningkatan produktivitas industri minyak goreng nasional, khususnya perbaikan di sisi hulunya, seperti percepatan program penanaman ulang (re-planting) pohon-pohon sawit dengan varietas unggul dan memastikan ketersedian bahan baku.
Ia berpendapat kebijakan tersebut bersifat temporer dan populis, mengingat minyak goreng merupakan sembako yang sangat penting bagi masyarakat, di mana kenaikan harga sedikit saja maka popularitas penguasa menjadi taruhannya.
Baca juga: Ridwan Kamil tegaskan operasi pasar minyak goreng untuk tekan harga
Namun menurutnya, desain kebijakan tersebut dinilai kurang tepat sasaran, mengingat subsidi diberikan untuk seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali.
Padahal yang membutuhkan hanya mereka yang di kalangan menengah bawah, sedangkan menengah ke atas tak berhak mendapatkan subsidi ini.
Kendati demikian, kalangan UMKM mengaku bersyukur dengan adanya kebijakan minyak goreng satu harga. Nenden dan para pelaku UMKM lainnya kini dapat kembali berproduksi, menghasilkan produk-produk dengan harga sebelumnya.
Dengan demikian, mereka dapat tetap menggerakkan perekonomian keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Minyak goreng satu harga tentunya sangat meringankan masyarakat kalangan bawah hingga menengah, terlebih para pelaku UMKM. Sehingga diharapkan, triliunan uang subsidi betul-betul tepat sasaran untuk meringankan mereka yang kekurangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022