Jakarta (Antara Megapolitan) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore, bergerak menguat 14 poin menjadi Rp13.735 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.749 per dolar AS.

"Data neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus menjadi salah satu faktor penopang bagi mata uang rupiah terhadap dolar AS," ujar Analis pasar uang PT Bank Mandiri Tbk, Renny Eka Putri di Jakarta, Selasa.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan sebesar 1,01 miliar dolar AS pada Oktober 2015 dan secara kumulatif surplus neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober 2015 sebesar 8,16 miliar dolar AS.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa Bank Indonesia juga cukup disiplin dalam mengupayakan pengurangan defisit neraca transaksi berdalan dan menjaga nilai tukar domestik agar tidak berfluktuasi dengan kisaran lebar.

"Kondisi makroekonomi domestik sudah menunjukan arah perbaikan," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, penguatan nilai tukar rupiah pada Selasa (17/11) ini cenderung terbatas menyusul masih adanya risiko dari eksternal, terutama mengenai kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat yang merencanakan untuk menaikan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate).

"Kenaikan 'Fed Fund Rate' memang cepat atau lambat bakal terjadi, namun yang menjadi perhatian pasar yakni besaran kenaikannya, sejauh ini pasar masih khawatir jika besaran 'Fed Fund Rate' naik tajam," katanya.

Ia menambahkan bahwa jika kenaikan suku bunga acuan The Fed sesuai dengan perkiraan pasar sebesar 0,25 persen maka potensi tekanannya bagi mata uang rupiah hanya bersifat jangka pendek.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (17/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.711 dibandingkan hari sebelumnya (16/11) Rp13.732 per dolar AS.  

Pewarta: Zubi Mahrofi

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015