Petani Kuningan Jawa Barat dalam setahun belakangan ini merasa senang karena hasil panennya lebih bagus dari biasanya, dari rata-rata 5,6 ton per hektare sekarang menjadi 6,2 ton per hektare. 

Hal ini karena adanya program pengelolaan dan pengembangan irigasi partisipatif terpadu (IPDMIP) berhasil meningkatkan kompetensinya dalam bertani. 

"Saya ikut program Sekolah Lapang Daerah Irigasi sejak 2019," ujar Rohayati, petani asal Kuningan, Jawa Barat, Kamis.  

Rohayati mengatakan banyak manfaat yang didapatkan semenjak menjadi bagian dari program SL DI IPDMIP. Dia mendapat banyak pengetahuan mengenai cara bertani yang efektif dan efisien. Mulai dari perencanaan menanam, manajemen pupuk, pengendalian hama, pra dan pasca panen. 

"Kami juga diajari soal mengelola keuangan saat program PLEK (Pelatihan Literasi Edukasi Keuangan). Manfaatnya terasa sekali ya, kami jadi lebih cermat dalam mengatur keuangan," lanjut perempuan yang juga Bendahara Kelompok Tani Tirta Mekar tersebut. 

Hal serupa juga dirasakan anggota kelompok taninya. Diakui Rohayati, rekan sejawatnya mendapat banyak pengalaman yang berguna saat mengikuti sekolah lapang. Sebelumnya, cara bertani mereka tidak terlalu bagus dari sisi manajemen, sehingga hasilnya kurang begitu maksimal. 

Sejak adanya program IPDMIP seperti sekolah lapang, kemampuan para petani meningkat signifikan. Dengan proporsi praktik langsung serta teori, SDM petani kuningan ter-upgrade. "Teman-teman petani disini jadi lebih matang ketika merencanakan musim tanam. Jadi lebih paham, strategi apa yang harus dipersiapan ketika ada situasi-situasi tertentu di lapangan," beber Rohayati. 

Baca juga: Tingkatkan kemampuan publikasi informasi, Penyuluh dibekali Bimtek Jurnalistik-Fotografi

"Ini belum pernah kami alami sebelumnya. Jadi memang IPDMIP memberikan dampak besar buat petani Kuningan," lanjut dia. 

Salah seorang Penyuluh Urusan Program di Kabupaten Kuningan, Deni Sarfini mengungkapkan, dampak IPDMIP khususnya sekolah lapang membuat petani bisa mulai membandingkan dan mengambil keputusan untuk meningkatkan poduktivitas dengan  mencoba melakukan kegiatan usahatani sesuai anjuran. 

"Mereka bisa mengimeplentasikan apa yang dijakarkan di sekolah lapang," kata dia. 

Menurut Deni semua Kegiatan program IPDMIP adalah sangat bagus karena merupakan hasil kajian sehingga bisa menjadi program yang terintegrasi. Hal ini bagi para akademisi, atau penggiat program tidak menjadi masalah karena bisa memahami secara utuh tujuan dan sasaran yang diinginkan. 

Baca juga: Kenalkan vokasi pertanian, mahasiswa Polbangtan Bogor lakukan sinergi dengan Pemprov Lampung

Dia berharap ada kajian kesesuaian dan keselarasan bahwa program ini bisa dilaksanakan oleh petani yang notabene saat ini dominan SDM yang sangat rendah. "Ke depan mohon bisa mengubah sasaran program, yang hari ini adalah petani dewasa menjadi pemuda tani (yang bisa mengemban amanah keberlanjutan pertanian)," pungkasnya. 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa ada banyak tantangan dalam membangun pertanian. Karena ketika bicara pembangunan pertanian, maka secara langsung dihadapkan pada upaya menyediakan pangan 267 juta jiwa penduduk Indonesia, meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan ekspor komoditas pertanian. 

Baca juga: Gandeng milenial pada District Multi Stakeholder Forum, Kementan tingkatkan jumlah wirausahawan pertanian

"Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bukan pekerjaan yang mudah, kita perlu konsentrasi dan bergerak bersama karena kita dihadapkan berbagai tantangan pembangunan pertanian diantaranya; dampak perubahan iklim yang akan berbengaruh terhadap produksi dan produksivitas hasil pertanian,  krisis energi dan pangan dunia, perkembangan pasar bebas yang menuntut adanya persaingan terhadap produk-produk pertanian," jelas Dedi. 

Menurut Dedi, semua ini diperlukan pendekatan yang komprehensif agar semua aktivitas pembangunan pertanian dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan agroklimat masing-masing daerah. "Salah satunya melalui pendekatan teknologi. IPTEK dan Sarpras (Sarana dan Prasarana) ini satu dari tiga faktor kunci pengungkit produktivitas pertanian selain regulasi dan aspek SDM penyuluh," beber alumnus Institut Pertanian Bogor tersebut.  

Semua itu, lanjut Dedi, dimulai dengan pembangunan SDM yang mumpuni. SDM yang mampu meguasai seluk beluk pengembangan usaha tani dari hulu sampai hilir, SDM yang tidak bergantung pada bantuan tetapi Berdikari, dan SDM yang berdayasaing. 

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan kunci dari peningkatan kesejahteraan petani adalah memperkuat hilirisasi pertanian dan mengembangkan pertanian modern. 

Dijelaskannya, ada beberapa ciri pertanian modern. Di antaranya penggunaan varietas unggul dengan potensi hasil tinggi (High Yiedling Variety), Pemanfaatan sarana prasarana pertanian modern (Alsintan), Pemanfaatan IOT melalui smart agriculture dan SDM pertanian yang unggul yang mampu menggenjot produktivitas; 

"Maka dari itu, pengelola dan penyuluh pendamping di lokasi IPDMIP harus mempunyai semangat untuk meningkatkan kapasitas penguasaan teknologi bagi penyuluh maupun petani.
Manfaatkan segala media informasi untuk dapat mempublikasikan keberhasilan kegiatan IPDMIP," jelasnya. 

"Saya mengharapkan segenap pengelola dan penyuluh pendamping di lokasi IPDMIP untuk mengembangkan kapasitas usaha poktan dan gapoktan untuk menjadikannya korporasi petani," tuutp SYL.
 

Pewarta: Pewarta Antara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021