Bogor, (Antara Megapolitan) - Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Henry Bastaman mengatakan, diperlukan terobosan baru untuk membasahkan lahan gambut agar tidak mudah terbakar.
"Kita membutuhkan air sebanyak-banyaknya sesuai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk me"rewetting" gambut. Gambut bagaimanapun harus basah," kata Henry, dalam pembukaan Pekan Wisata Ilmiah di Kampus Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.
Menurut Henry, terobosan inilah yang perlu dikembangkan oleh para peneliti, agar membasahi gambut dengan cepat dan sebasah mungkin sehingga tidak mudah terbakar.
Karena menurutnya, langkah memadamkan api dengan membuat hujan buatan kurang efektif terutama pada kondisi cuaca terdampa El Nino, sulit membuat hujan buatan apabila awan hujan terhalang fenomena alam tersebut.
Tapi, lanjut Henry, upaya penanggulangan kebakaran hutan yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan bantuan dari beberapa negara sudah maksimal dengan mengerahkan personel dalam jumlah besar, dan melakukan upaya pemadaman dengan berbagai metode.
"Tapi, dilihat dari konteks sekarang, pada iklim normal tidak akan terjadi sampai seperti saat ini. Ada pengaruh El Nino yang menyebabkan kebakaran ini menjadi meluas," katanya.
Contoh kasus kebakaran di Gunung Lawu diakibatkan oleh kelalaian pendaki gunung yang tidak mematikan api bekas memasak, ditambah dengan kondisi El Nino yang membuat tanaman mengering.
"Mencontoh dari kejadian di Gunung Lawu, upaya pencegahannya adalah pendakian ditutup sementara pada musim cuaca ekstrem," kata Henry.
Kini kebakaran hutan tidak hanya terjadi di tujuh provinsi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, tetapi sudah menyebar hingga ke sulawesi, Papua dan sebagian Papua Barat. Kondisi demikian, karena pengaruh El Nnino yang sangat ekstrim sehingga menjadi luas dan cepat terbakarnya.
"Kita melihat El Nino sangat berpengaruh, karena upaya penanggulangan sudah dilakukan, bahkan dibantu oleh negara luar. Tapi hingga kini masih terjadi. Upaya pencegahan yang perlu dilakukan, sekecil apapun api dimatikan," katanya.
Mengenai teknologi Balitbang Inovasi KLHK dalam menangani masalah kebakaran hutan, Henry mengatakan, telah dikembangkan metode dan alat untuk memadamkan api yang telah diujicobakan di wilayah Banjar Baru.
"Kita punya rekayasa alat dan jarum suntik untuk memadamkan api di lahan gambut. Kita juga sudah mengembangkan "water bag" yang dapat digunakan untuk memadamkan api, alatnya menyerupai penyemprotan pupuk pada petani," katanya.
Henry mengatakan, teknologi penanggulangan kebakaran yang sudah dikembangkan oleh Balitbang Inovasi Banjar Baru dapat memperpendek jarak dari sumber air, dan mempercepat pemadaman.
"Alat ini sudah digunakan di Kalimantan oleh Manggala Agni, dan BNPB, ini sudah dua tahun kita kembangkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Kita membutuhkan air sebanyak-banyaknya sesuai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk me"rewetting" gambut. Gambut bagaimanapun harus basah," kata Henry, dalam pembukaan Pekan Wisata Ilmiah di Kampus Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.
Menurut Henry, terobosan inilah yang perlu dikembangkan oleh para peneliti, agar membasahi gambut dengan cepat dan sebasah mungkin sehingga tidak mudah terbakar.
Karena menurutnya, langkah memadamkan api dengan membuat hujan buatan kurang efektif terutama pada kondisi cuaca terdampa El Nino, sulit membuat hujan buatan apabila awan hujan terhalang fenomena alam tersebut.
Tapi, lanjut Henry, upaya penanggulangan kebakaran hutan yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan bantuan dari beberapa negara sudah maksimal dengan mengerahkan personel dalam jumlah besar, dan melakukan upaya pemadaman dengan berbagai metode.
"Tapi, dilihat dari konteks sekarang, pada iklim normal tidak akan terjadi sampai seperti saat ini. Ada pengaruh El Nino yang menyebabkan kebakaran ini menjadi meluas," katanya.
Contoh kasus kebakaran di Gunung Lawu diakibatkan oleh kelalaian pendaki gunung yang tidak mematikan api bekas memasak, ditambah dengan kondisi El Nino yang membuat tanaman mengering.
"Mencontoh dari kejadian di Gunung Lawu, upaya pencegahannya adalah pendakian ditutup sementara pada musim cuaca ekstrem," kata Henry.
Kini kebakaran hutan tidak hanya terjadi di tujuh provinsi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, tetapi sudah menyebar hingga ke sulawesi, Papua dan sebagian Papua Barat. Kondisi demikian, karena pengaruh El Nnino yang sangat ekstrim sehingga menjadi luas dan cepat terbakarnya.
"Kita melihat El Nino sangat berpengaruh, karena upaya penanggulangan sudah dilakukan, bahkan dibantu oleh negara luar. Tapi hingga kini masih terjadi. Upaya pencegahan yang perlu dilakukan, sekecil apapun api dimatikan," katanya.
Mengenai teknologi Balitbang Inovasi KLHK dalam menangani masalah kebakaran hutan, Henry mengatakan, telah dikembangkan metode dan alat untuk memadamkan api yang telah diujicobakan di wilayah Banjar Baru.
"Kita punya rekayasa alat dan jarum suntik untuk memadamkan api di lahan gambut. Kita juga sudah mengembangkan "water bag" yang dapat digunakan untuk memadamkan api, alatnya menyerupai penyemprotan pupuk pada petani," katanya.
Henry mengatakan, teknologi penanggulangan kebakaran yang sudah dikembangkan oleh Balitbang Inovasi Banjar Baru dapat memperpendek jarak dari sumber air, dan mempercepat pemadaman.
"Alat ini sudah digunakan di Kalimantan oleh Manggala Agni, dan BNPB, ini sudah dua tahun kita kembangkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015