Bogor, (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat mengakomodir tuntutan para sopir dan pemilik angkutan kota (angkot) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Koperasi Angkutan (FKKA) yang melakukan unjuk rasa di Balai Kota, menolak balik nama STNK dan BPKB menjadi milik badan hukum, Selasa.

"Sebenarnya keputusan ini sudah kita siapkan, hanya saja terlambat menyampaikan. Sampai akhirnya massa sopir dan pemilik angkot sudah ke Balai Kota duluan," kata Wakil Wali Kota Usmar Hariman.

Untuk mengakomodir tuntutan para sopir dan pemilik angkot, Pemkot Bogor menggelar pertemuan yang dihadiri unsur Muspida di antaranya Kapolres Bogor Kota, Sekretaris DLLAJ, Organda dan perwakiland dari FKKA.

Pertemuan tersebut menghasilkan tiga poin yang dapat mengakomodir tuntutan para sopir dan pemilik angkot yakni pertama Pemerintah Kota Bogor akan membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk menindaklanjuti keberatan para angkot.

"Pokja ini akan diisi oleh pihak-pihak yang terlibat langsung seperti Polres Bogor, DLLAJ, dan tentunya perwakilan koperasi atau badan hukum angkot," kata Usmar.

Keputusan kedua lanjutnya, yakni Pemkot Bogor akan mengkaji aturan yang mengharuskan balik nama STNK dan BPKB dari milik perorangan menjadi badan hukum yang menjadi keberatan para pemilik angkot.

"Kita akan mengkaji ini, sambil menunggu keputusan dari pusat. Sedangkan keputusan ketiga, bagi pemilik angkot yang belum mengambil KP (izin trayek) balik nama dapat kembalikan ke perorangan," katanya.

Keputusan yang disampaikan Pemerintah Kota Bogor diterima oleh para sopir dan pemilik angkot yang lalu membubarkan diri dan kembali beroperasi melayani penumpang.

Menurut Ketua FKKA Deden, sopir dan pemilik angkot tuntutan menolak balik nama STNK dan BPKB dari perorangan menjadi milik badan hukum karena dinilai merugikan dan membebani pemilik angkot.

"Kami setuju dengan angkot berbadan hukum, tetapi kami menolak kalau keharusan berbadan hukum mengubah kepemilikan STNK dan BPKB yang tadinya milik perorangan menjadi milik badan hukum," kata Deden.

Deden mengatakan aturan tersebut dirasa merugikan sopir dan pemilik angkot, karena angkot yang dimiliki oleh para pemilik dibeli dengan kemampuan pribadi. Tapi begitu ada aturan wajib berbadan hukum, otomatis STNK dan BPKB menjadi milik badan hukum.

"Belum lagi pajak balik nama STNK dan BPKB itu besarnya 30 persen dan itu membebankan kita. Kewajiban angkot berbadan hukum juga belum jelas mensejahterakan kita," katanya.

Sementara itu, Sekretaris DLLAJ Kota Bogor Endang Suherman mengatakan tercatat ada 3.412 angkot di Kota Bogor. Dari jumlah tersebut baru sekitar 1.800 angkot yang sudah bergabung ke badan hukum seperti koperasi, perseroan terbatas dan CV.

Menurut Endang, keharusnya angkot berbadan hukum merupakan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan, yang diturunkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, lalu Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013.

"Ada juga Permendagri Nomor 101 Tahun 2014 tentang pajak balik nama sampai 31 Desember ini disubsudi oleh pemerintah," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015