Jakarta (Antara Megapolitan) - Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo) meminta pemerintah segera menggelar rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji agar pelaksanaan di Tanah Suci dapat berlangsung nyaman, aman dan khusyuk dari sisi syariat.
Pascaperistwa Mina pada musim haji 1436 Hijriah/2015 Masehi, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) sudah harus bergerak cepat membenahi penyelenggaraan ibadah haji karena dinamikanya tidak bisa diselesaikan oleh satu institusi saja, kata Ketua Umum Asphurindo K.H. Hafidz Taftazani di Jakarta, Ahad.
Ia juga telah mendiskusikan hal itu dengan K.H. Ma'ruf Amin selaku Rais Aam Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada akhir pekan ini.
Menurut Hafidz, rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji kini sudah menjadi kebutuhan mendesak. Pasalnya, jika melihat realitas di lapangan--khususnya penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Suci, terlebih jika dikaitkan dengan Peristiwa Mina--membutuhkan perbaikan.
Perbaikan itu, kata dia, menyangkut peningkatan kualitas koordinasi antarinstansi. Jadi, dalam forum rembuk nasional penyelenggaraan haji tidak melulu dibicarakan dari sisi syar'i ataupun hal yang berkaitan dengan manasik haji.
"Sangat luas persoalannya. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus berbicara guna menghasilkan kertas kerja yang diharapkan segera dapat disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo," katanya.
Sebagai tindak lanjut berikutnya dari perhelatan akbar tersebut, dia berharap Presiden Jokowi ataupun Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan kertas kerja dari hasil rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji itu kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
"Kita berharap kertas kerja tersebut dapat disampaikan kepada Raja Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud," ucapnya.
Kapan idealnya rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji itu diselenggarakan? Menurut dia, usai seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selesai bertugas, perhelatan itu sudah harus digelar.
Pemangku kepentingan penyelenggaraan ibadah haji harus dilibatkan, mulai Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI), Imigrasi, Bea Cukai, Komisi VIII DPR RI, hingga Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dan masih banyak lainnya.
Kehadiran Ketua DPR Setya Novanto pada musim haji ini, menurut dia, diharapkan pula dapat melengkapi materi masukan pada perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.
"Orang pun sudah maklum, haji itu dilaksanakan di negeri orang yang membutuhkan energi dari seluruh petugas dan kesatuan koordinasi," katanya.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (PP Asbihu NU) K.H. Hafidz Taftazani juga berharap hasil rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji bisa menghasilkan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Kemenag dan Kementerian Haji Saudi untuk menempatkan petugas haji di lapangan saat puncak haji.
"Petugas haji Indonesia dan Saudi menyatu di lapangan dalam satu kesatuan komando. Tidak terkotak-kotak. Selama ini sikap egois mengatur anggota jemaah haji dari berbagai negara didominasi tuan rumah. Padahal haji, baik pelaksanaan ritual dan lainnya, membutuhkan sikap egaliter. Semua di mata Allah sama," katanya mengingatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Pascaperistwa Mina pada musim haji 1436 Hijriah/2015 Masehi, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) sudah harus bergerak cepat membenahi penyelenggaraan ibadah haji karena dinamikanya tidak bisa diselesaikan oleh satu institusi saja, kata Ketua Umum Asphurindo K.H. Hafidz Taftazani di Jakarta, Ahad.
Ia juga telah mendiskusikan hal itu dengan K.H. Ma'ruf Amin selaku Rais Aam Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada akhir pekan ini.
Menurut Hafidz, rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji kini sudah menjadi kebutuhan mendesak. Pasalnya, jika melihat realitas di lapangan--khususnya penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Suci, terlebih jika dikaitkan dengan Peristiwa Mina--membutuhkan perbaikan.
Perbaikan itu, kata dia, menyangkut peningkatan kualitas koordinasi antarinstansi. Jadi, dalam forum rembuk nasional penyelenggaraan haji tidak melulu dibicarakan dari sisi syar'i ataupun hal yang berkaitan dengan manasik haji.
"Sangat luas persoalannya. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus berbicara guna menghasilkan kertas kerja yang diharapkan segera dapat disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo," katanya.
Sebagai tindak lanjut berikutnya dari perhelatan akbar tersebut, dia berharap Presiden Jokowi ataupun Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan kertas kerja dari hasil rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji itu kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
"Kita berharap kertas kerja tersebut dapat disampaikan kepada Raja Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud," ucapnya.
Kapan idealnya rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji itu diselenggarakan? Menurut dia, usai seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selesai bertugas, perhelatan itu sudah harus digelar.
Pemangku kepentingan penyelenggaraan ibadah haji harus dilibatkan, mulai Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI), Imigrasi, Bea Cukai, Komisi VIII DPR RI, hingga Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dan masih banyak lainnya.
Kehadiran Ketua DPR Setya Novanto pada musim haji ini, menurut dia, diharapkan pula dapat melengkapi materi masukan pada perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.
"Orang pun sudah maklum, haji itu dilaksanakan di negeri orang yang membutuhkan energi dari seluruh petugas dan kesatuan koordinasi," katanya.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (PP Asbihu NU) K.H. Hafidz Taftazani juga berharap hasil rembuk nasional penyelenggaraan ibadah haji bisa menghasilkan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Kemenag dan Kementerian Haji Saudi untuk menempatkan petugas haji di lapangan saat puncak haji.
"Petugas haji Indonesia dan Saudi menyatu di lapangan dalam satu kesatuan komando. Tidak terkotak-kotak. Selama ini sikap egois mengatur anggota jemaah haji dari berbagai negara didominasi tuan rumah. Padahal haji, baik pelaksanaan ritual dan lainnya, membutuhkan sikap egaliter. Semua di mata Allah sama," katanya mengingatkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015