Jakarta (Antara Megapolitan) - Komisi Pemeriksaan Keuangan (KPK) terbuka untuk mengembangkan penyidikan kasus yang melibatkan advokat senior Otto Cornelis Kaligis dari transaksi-transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh penyidik.
"Penanganan perkara ini tidak bisa berdiri sendiri. Terkait penyidikan perkara tersangka berbeda yang belum selesai ada transaksi mencurigakan atas rekening terdakwa sehingga pemblokiran masih diperlukan. Tidak mungkin saya klaim di sini, itu bukti intelijen," kata jaksa penuntut umum KPK Yudi Kristinana seusai sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Kaligis dalam setiap sidang memohon agar dua rekening miliknya yang juga menjadi rekening arus kas firma hukum miliknya dibuka karena menyangkut gaji para pengacara di bawahnya.
Namun Yudi menyatakan jaksa keberatan dengan pembukaan blokir tersebut dengan menyatakan dalam pengembangan penyidikan ditemukan "suspicios transaction" atau transaksi mencurigakan yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan tentang ada "proceed of crime" (perbuatan pidana) tentang transaksi yang mencurigakan sehingga memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan Kaligis.
"Itu ada transaksi mencurigakan untuk bukti permulaan 'proceed of crime' sehingga penyidikan belum selesai. Ini baru pengembangan," tambah Yudi.
Namun Yudi tidak mengatakan apakah transaksi mencurigakan itu terkait dengan hakim dan panitera PTUN yang didakwakan dalam perkara yang sama dengan Kaligis atau juga menyasar pihak lain.
"Saya tidak bisa bicara itu, nanti ada yang keberatan. Saya terikat dan tidak bisa 'declare'," ungkap Yudi.
Dalam perkara ini, Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta panitera PTUN Medan yaitu Syamsir Yusfan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Penanganan perkara ini tidak bisa berdiri sendiri. Terkait penyidikan perkara tersangka berbeda yang belum selesai ada transaksi mencurigakan atas rekening terdakwa sehingga pemblokiran masih diperlukan. Tidak mungkin saya klaim di sini, itu bukti intelijen," kata jaksa penuntut umum KPK Yudi Kristinana seusai sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Kaligis dalam setiap sidang memohon agar dua rekening miliknya yang juga menjadi rekening arus kas firma hukum miliknya dibuka karena menyangkut gaji para pengacara di bawahnya.
Namun Yudi menyatakan jaksa keberatan dengan pembukaan blokir tersebut dengan menyatakan dalam pengembangan penyidikan ditemukan "suspicios transaction" atau transaksi mencurigakan yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan tentang ada "proceed of crime" (perbuatan pidana) tentang transaksi yang mencurigakan sehingga memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan Kaligis.
"Itu ada transaksi mencurigakan untuk bukti permulaan 'proceed of crime' sehingga penyidikan belum selesai. Ini baru pengembangan," tambah Yudi.
Namun Yudi tidak mengatakan apakah transaksi mencurigakan itu terkait dengan hakim dan panitera PTUN yang didakwakan dalam perkara yang sama dengan Kaligis atau juga menyasar pihak lain.
"Saya tidak bisa bicara itu, nanti ada yang keberatan. Saya terikat dan tidak bisa 'declare'," ungkap Yudi.
Dalam perkara ini, Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta panitera PTUN Medan yaitu Syamsir Yusfan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015