Singapura (Antara Megapolitan) - Singapura memiliki ketergantungan sangat tinggi pada buruh rantau, karena 30 persen pekerja di negara jiran itu adalah warga negara bukan Singapura.

Data Departemen Tenaga Kerja (MoM) menunjukkan, pada 2014, penduduk Singapura berjumlah 5,5 juta orang. Sekitar 61 persennya warga negara Singapura, 10 persen penduduk tetap (PR), dan 29 persen warga negara asing.

Jumlah orang asing bekerja dengan visa kerja di Singapura tercatat 18 persen dari jumlah penduduk negeri tersebut, atau setara dengan 30 persen angkatan kerja.

Buruh rantau di Singapura berjumlah sekitar 1,2 juta orang. Sebanyak 220.000 di antaranya adalah pekerja rumah tangga (PRT), yang sebagian besar datang dari Indonesia dan Filipina, sementara 780.000 orang lain bekerja di bidang konstruksi, sanitasi, pabrik, perkapalan, dan pariwisata.

Keadaan buruh rantau di bidang rumah tangga dan pembangunan sebagian sangat memrihatinkan, dengan penempatan kerja tidak betul-betul terbuka dan minim perlindungan.

John Gee, pegiat hak-hak buruh migran yang bekerja di bawah bendera Transient Workers Count Too (TWC2), menjelaskan bahwa pekerja asal Indonesia juga sering mendatangi organisasinya untuk mencari bantuan atas keluhan di tempat kerja mereka.

"Biasanya pekerja asal Indonesia mengadukan gaji yang lebih rendah daripada sesama PRT yang berasal dari Filipina. Gaji PRT Indonesia sekitar 100-150 dolar lebih rendah daripada PRT asal Filipina karena mereka bisa berbahasa Inggris," kata John Gee.

Gaji PRT di Singapura sekitar 360--400 dolar. Sementara gaji buruh migran di sektor lain adalah 400 hingga 1.200 dolar per bulan. 

Pewarta: Ella Syafputri

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015