Jakarta (Antara Megapolitan) - Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan impor alumunium sebaiknya dihentikan, karena saat ini sudah 40 persen produksi alumunium dalam negeri menguasai pasar Indonesia.
"Di sini peran Inalum sangat ditunggu. Untuk itu pemerintah harus menyetop impor aluminium jadi. Serahkan saja kepada produsen dalam negeri supaya PT Inalum terus kuat," kata Hafisz dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, sejak pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi), pihaknya terus menggelontorkan dana, yakni penyertaan modal negara (PMN) demi membesarkan perusahaan pelat merah tersebut.
Inalum sudah didukung penuh oleh Komisi VI sejak pemerintahan SBY sampai Jokowi dengan menggelontorkan PMN sebesar Rp6,7 Triliun, dan sudah terlihat hasilnya, yaitu produksi alumunium sudah 40 persen menguasai pasar Indonesia, dan saham Inalum sudah dikuasai mayoritas oleh Indonesia.
"Kebutuhan terhadap alumunium di negeri ini masih sangat tinggi, terlebih ketika melihat pasar di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan tersebut peran pemerintah dan Inalum sendiri sangat diperlukan," jelasnya.
Jadi, lanjut dia, kebutuhan kita terhadap alumunium masih banyak. Ada pasar sekitar 60 persen lagi yang akan diperbutkan oleh pemain lokal dan internasional.
Hafisz Tohir menjelaskan pula bahwa keharusan impor tersebut karena masih ada 60 persen lagi kebutuhan domestik yang belum terpenuhi oleh Inalum. Hal itu bisa diatasi dengan penambahan modal Inalum.
"Modal Inalum perlu tambah, atau cari pinjaman komersial. Terus bahan baku perlu diperluas lagi sumbernya," ujarnya.
Modal yang dimaksudnya adalah guna melengkapi fasilitas-fasilitas untuk pengelolaan alumunium, termasuk yang paling utama adalah pabrik alumunium yang mencapai hingga triliunan rupiah.
Kebutuhan dana besar tersebut bisa melalui cara agar negara memberikan PMN, namun juga bisa dengan cara meminjam ke bank dengan bunga komersial.
"Jadi melihat besarnya kebutuhan itu, satu pabrik bisa mencapai Rp10 triliun," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Di sini peran Inalum sangat ditunggu. Untuk itu pemerintah harus menyetop impor aluminium jadi. Serahkan saja kepada produsen dalam negeri supaya PT Inalum terus kuat," kata Hafisz dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, sejak pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi), pihaknya terus menggelontorkan dana, yakni penyertaan modal negara (PMN) demi membesarkan perusahaan pelat merah tersebut.
Inalum sudah didukung penuh oleh Komisi VI sejak pemerintahan SBY sampai Jokowi dengan menggelontorkan PMN sebesar Rp6,7 Triliun, dan sudah terlihat hasilnya, yaitu produksi alumunium sudah 40 persen menguasai pasar Indonesia, dan saham Inalum sudah dikuasai mayoritas oleh Indonesia.
"Kebutuhan terhadap alumunium di negeri ini masih sangat tinggi, terlebih ketika melihat pasar di Indonesia. Untuk mengatasi persoalan tersebut peran pemerintah dan Inalum sendiri sangat diperlukan," jelasnya.
Jadi, lanjut dia, kebutuhan kita terhadap alumunium masih banyak. Ada pasar sekitar 60 persen lagi yang akan diperbutkan oleh pemain lokal dan internasional.
Hafisz Tohir menjelaskan pula bahwa keharusan impor tersebut karena masih ada 60 persen lagi kebutuhan domestik yang belum terpenuhi oleh Inalum. Hal itu bisa diatasi dengan penambahan modal Inalum.
"Modal Inalum perlu tambah, atau cari pinjaman komersial. Terus bahan baku perlu diperluas lagi sumbernya," ujarnya.
Modal yang dimaksudnya adalah guna melengkapi fasilitas-fasilitas untuk pengelolaan alumunium, termasuk yang paling utama adalah pabrik alumunium yang mencapai hingga triliunan rupiah.
Kebutuhan dana besar tersebut bisa melalui cara agar negara memberikan PMN, namun juga bisa dengan cara meminjam ke bank dengan bunga komersial.
"Jadi melihat besarnya kebutuhan itu, satu pabrik bisa mencapai Rp10 triliun," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015