Ketika seseorang telah memasuki lanjut usia (lansia), selama inu identik dengan pemikiran yang melemah serta berkurangnya kekuatan fisik yang semula segar, sehat, kuat dan energik menjadi lemah, lamban dan sering merasakan sakit-sakitan.
Karena itu, sebagian besar orang lansia memilih berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan produktif.
Para lansia bahkan sering tidak menyadari bahwa lemahnya kekuatan fisik bukan berarti semangat untuk terus berkarya juga ikut melemah.
Kendati seorang lansia tidak cekatan bekerja seperti dulu, bukan berarti ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Bahkan para lansia pun masih bisa berkarya dalam hidupnya.
Bagi para kaum lansia, kelemahan fisik dapat dijadikan tantangan untuk membangkitkan kekuatan batin dan kreativitas mereka.
Meskipun sudah memasuki usia senja, hendaknya jiwa tetap muda. Karena kekuatan dan potensi dalam diri seseorang dapat muncul justru ketika ia memasuki masa lansia. Bahkan banyak karya-karya kreatif yang lahir justru pada masa lansia.
Seperti Misnar (78) contohnya, ia merupakan seorang lansia berasal dari Jorong Tanjuang Balik, Nagari Salimpat, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia terus melakukan kegiatan produktif dan menghasilkan kerajinan yang banyak diminati di masa lansianya.
Kendati umurnya hampir memasuki 80 tahun, ibu lansia itu masih tetap kuat berkebun dan membuat kerajinan dari daur ulang sampah yang bernilai jual tinggi serta diminati banyak orang.
Lansia Produktif
Hidup di tengah perkampungan dengan mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani serta kondisi ekonomi yang cukup maju tentu terlihat aneh saat seorang nenek-nenek mengumpulkan sampah. Bahkan banyak orang-orang yang beranggapan bahwa Misnar menjadi pemulung lantaran tidak punya uang.
"Banyak juga orang yang mencibir karena menganggap saya tidak waras. Biasanya sampah itu dibuang orang, eh saya malah memungutnya," kata Misnar.
Kendati demikian, penilaian buruk orang-orang terhadapnya tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berkarya ditambah lagi ia selalu mendapatkan dukungan dari anak-anak terhadap apapun yang dilakukannya.
"Bahkan anak 'Amak' (ibu) juga ikut membantu memungut sampah plastik dan diserahkan ke saya untuk didaur ulang lagi, dijadikan suatu kerajinan yang menarik," katanya.
Sampah plastik yang telah dikumpulkan tersebut, kemudian diolah menjadi produk-produk yang unik dan bernilai jual tinggi berupa souvernir, tas, keranjang, hiasan pajangan, vas bunga, dompet, bunga plastik, dan beberapa jenis produk lainnya.
Hasil kerajinan daur ulang Misnar pun dijual dengan harga yang cukup mahal berupa vas bunga dari harga Rp30 ribu hingga Rp50 ribu, tas sandang mulai dari Rp125 ribu hingga Rp300 ribu tergantung bentuk dan tingkat kerumitan proses pembuatannya.
Selain itu, juga terdapat kerajinan berupa hiasan pajangan lemari berupa Ka'bah yang terbuat dari daur ulang botol minuman plastik bekas yang juga banyak diminati. Bahkan ada yang menawar hingga Rp900 ribu. Namun Misnar tidak sampai hati menjualnya.
"Kalau pun ada yang mau menawar sampai Rp1 juta pun, saya tidak akan menjualnya karena untuk dijadikan koleksi masa tua saya," kata dia.
Hasil kerajinan berupa ka'bah yang dibuat Misnar terinspirasi dari gambar sajadah miliknya yang dibeli sepulang ibadah umrah dari Makkah, Arab Saudi, sebelum pendemi COVID-19 lalu.
Melihat karya Misnar yang semakin banyak diminati dan bernilai jual tinggi, orang-orang yang semula menertawakan malah berbondong-bondong belajar bahkan sampai saat ini pun banyak pula yang menjadikan sebagai usaha sampingan mereka.
"Alhamdulillah, kendati sudah tua Amak masih bisa berbagi ilmu dan di daerah Tanjung Balik ini banyak juga yang berminat belajar serta mengembangkannya menjadi peluang usaha," katanya.
Misnar mengatakan hasil produk kerajinan daur ulang miliknya yang dimulai sejak 2019 lalu sudah terjual sekitar Rp1 juta lebih. "Dari hasil penjualan itulah Amak dapat membeli sebuah lemari kaca untuk menyimpan hasil kerajianan daur ulang Amak," katanya.
Ia juga bersyukur karena kegiatannya dapat menjaga lingkungan agar selalu bersih dari sampah plastik, selain itu sampai saat ini pesanan daur ulangnya terus meningkat dari pelanggan.
Manfaatkan Waktu Luang
Barawal dari mendapat kado pernikahan anaknya berupa vas bunga daur ulang sampah yang unik dari tamu undangan. Misnar pun penasaran dan mulai tertarik untuk mempelajari sendiri cara pembuatannya.
Ia mulai mengumpulkan botol mimuman plastik bekas di dekat kedai rumahnya. Lalu membongkar kado vas bunga daur ulang plastik itu guna untuk mempelajari cara pembuatannya. Tak menunggu waktu lama, akhirnya ia pun bisa membuat vas bunga persis seperti kado pernikahan itu.
Sembari mengasuh cucu, ia terus mengembangkan kreasi daur ulang botol plastik bekas itu menjadi sebuah tas dan cendera mata lainnya yang dipelajari dari Google melalui gawai anaknya.
Sejak masih muda Misnar memang sudah terbiasa berkerja keras dan tidak betah berdiam diri di rumah ditambah lagi kondisi ekonomi waktu itu yang menuntutnya tidak bisa bermanja-manja.
Apalagi saat ia diuji atas berpulangnya sang suami menghadap Sang Pencipta saat empat orang anaknya masih kecil, bahkan ada yang masih berusia dua tahun.
"Saat itu, Amak berjuang seorang diri. Membesarkan empat orang anak dengan bekerja sebagai buruh tani. Bahkan jarak ladang yang ditempuh pun mencapai puluhan kilometer hanya berjalan kaki," katanya.
Ia melakukan hal itu agar keempat anaknya menjadi orang sukses dan kelak tidak merasakan penderitaan seperti yang dialaminya sewaktu masih muda.
Kini keempat "malaikat kecilnya" itu sudah besar dan sukses, bahkan dua orang anaknya telah berhasil meraih gelar S2, menjadi ustad, dan ada yang bertani berkat kegigihan Misnar membesarkan mereka seorang diri.
"Mungkin karena sudah terbiasa bekerja dari dulu, jadi kalau sudah tua ini bosan cuma diam-diam saja tanpa ada kegiatan di rumah. Makanya amak melakukan kegiatan produktif berupa berkebun dan mengkreasikan daur ulang sampah," katanya.
Kendati pada usia senja, Misnar pun masih kuat berkebun berupa bertanam bunga dan sayur-sayuran di halaman rumahnya. Bahkan dari hasil kebunnya itu Misnar juga bisa menabung uang.
Tabungan Akhirat
Uang hasil berkebun dan hasil penjualan produk daur ulang Misnar pun ditabungnya, lalu uang itu diinfakkan ke masjid dan diserahkan untuk orang-orang yang membutuhkan sebagai tabungan akhiratnya kelak.
"Kalau sudah tua, tentu kebutuhan tidak sebanyak dulu lagi. Ditambah lagi anak-anak sudah bekerja dan berkeluarga. Sehingga bisa menabung untuk diri sendiri dan uang itu diinfakkan ke masjid untuk mebambah bekal menuju kampung akhirat kelak," katanya.
Misnar berprinsip bahwa selagi masih kuat dan masih bisa bekerja maka uang yang akan diinfakkannya memang dari hasil keringatnya sendiri dan bukan uang pemberian dari anaknya.
"Amak bekerja saat ini bukan berarti anak-anak Amak tidak mengasih uang. Hanya saja selagi masih kuat, Amak tidak ingin menyusahkan mereka," katanya.
Selain itu, di usia yang hampir memasuki 80 tahun tentu Misnar memang sudah tidak sekuat dulu lagi. Ia juga sering merasakan sakit-sakitan berupa sakit kaki.
"Kaki amak tidak sekuat dulu lagi. Kalau saat ini berjalan jauh sudah tidak sanggup lagi. Terkadang tidak sanggup shalat berjamaah ke masjid karena masjid cukup jauh dari rumah," katanya.
Kendati demikian, untuk menangkalnya Misnar selalu meminum obat herbal berupa air rebusan jahe merah, serai dan kunyit untuk mengurangi rasa sakit di kakinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Karena itu, sebagian besar orang lansia memilih berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan produktif.
Para lansia bahkan sering tidak menyadari bahwa lemahnya kekuatan fisik bukan berarti semangat untuk terus berkarya juga ikut melemah.
Kendati seorang lansia tidak cekatan bekerja seperti dulu, bukan berarti ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Bahkan para lansia pun masih bisa berkarya dalam hidupnya.
Bagi para kaum lansia, kelemahan fisik dapat dijadikan tantangan untuk membangkitkan kekuatan batin dan kreativitas mereka.
Meskipun sudah memasuki usia senja, hendaknya jiwa tetap muda. Karena kekuatan dan potensi dalam diri seseorang dapat muncul justru ketika ia memasuki masa lansia. Bahkan banyak karya-karya kreatif yang lahir justru pada masa lansia.
Seperti Misnar (78) contohnya, ia merupakan seorang lansia berasal dari Jorong Tanjuang Balik, Nagari Salimpat, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia terus melakukan kegiatan produktif dan menghasilkan kerajinan yang banyak diminati di masa lansianya.
Kendati umurnya hampir memasuki 80 tahun, ibu lansia itu masih tetap kuat berkebun dan membuat kerajinan dari daur ulang sampah yang bernilai jual tinggi serta diminati banyak orang.
Lansia Produktif
Hidup di tengah perkampungan dengan mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani serta kondisi ekonomi yang cukup maju tentu terlihat aneh saat seorang nenek-nenek mengumpulkan sampah. Bahkan banyak orang-orang yang beranggapan bahwa Misnar menjadi pemulung lantaran tidak punya uang.
"Banyak juga orang yang mencibir karena menganggap saya tidak waras. Biasanya sampah itu dibuang orang, eh saya malah memungutnya," kata Misnar.
Kendati demikian, penilaian buruk orang-orang terhadapnya tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berkarya ditambah lagi ia selalu mendapatkan dukungan dari anak-anak terhadap apapun yang dilakukannya.
"Bahkan anak 'Amak' (ibu) juga ikut membantu memungut sampah plastik dan diserahkan ke saya untuk didaur ulang lagi, dijadikan suatu kerajinan yang menarik," katanya.
Sampah plastik yang telah dikumpulkan tersebut, kemudian diolah menjadi produk-produk yang unik dan bernilai jual tinggi berupa souvernir, tas, keranjang, hiasan pajangan, vas bunga, dompet, bunga plastik, dan beberapa jenis produk lainnya.
Hasil kerajinan daur ulang Misnar pun dijual dengan harga yang cukup mahal berupa vas bunga dari harga Rp30 ribu hingga Rp50 ribu, tas sandang mulai dari Rp125 ribu hingga Rp300 ribu tergantung bentuk dan tingkat kerumitan proses pembuatannya.
Selain itu, juga terdapat kerajinan berupa hiasan pajangan lemari berupa Ka'bah yang terbuat dari daur ulang botol minuman plastik bekas yang juga banyak diminati. Bahkan ada yang menawar hingga Rp900 ribu. Namun Misnar tidak sampai hati menjualnya.
"Kalau pun ada yang mau menawar sampai Rp1 juta pun, saya tidak akan menjualnya karena untuk dijadikan koleksi masa tua saya," kata dia.
Hasil kerajinan berupa ka'bah yang dibuat Misnar terinspirasi dari gambar sajadah miliknya yang dibeli sepulang ibadah umrah dari Makkah, Arab Saudi, sebelum pendemi COVID-19 lalu.
Melihat karya Misnar yang semakin banyak diminati dan bernilai jual tinggi, orang-orang yang semula menertawakan malah berbondong-bondong belajar bahkan sampai saat ini pun banyak pula yang menjadikan sebagai usaha sampingan mereka.
"Alhamdulillah, kendati sudah tua Amak masih bisa berbagi ilmu dan di daerah Tanjung Balik ini banyak juga yang berminat belajar serta mengembangkannya menjadi peluang usaha," katanya.
Misnar mengatakan hasil produk kerajinan daur ulang miliknya yang dimulai sejak 2019 lalu sudah terjual sekitar Rp1 juta lebih. "Dari hasil penjualan itulah Amak dapat membeli sebuah lemari kaca untuk menyimpan hasil kerajianan daur ulang Amak," katanya.
Ia juga bersyukur karena kegiatannya dapat menjaga lingkungan agar selalu bersih dari sampah plastik, selain itu sampai saat ini pesanan daur ulangnya terus meningkat dari pelanggan.
Manfaatkan Waktu Luang
Barawal dari mendapat kado pernikahan anaknya berupa vas bunga daur ulang sampah yang unik dari tamu undangan. Misnar pun penasaran dan mulai tertarik untuk mempelajari sendiri cara pembuatannya.
Ia mulai mengumpulkan botol mimuman plastik bekas di dekat kedai rumahnya. Lalu membongkar kado vas bunga daur ulang plastik itu guna untuk mempelajari cara pembuatannya. Tak menunggu waktu lama, akhirnya ia pun bisa membuat vas bunga persis seperti kado pernikahan itu.
Sembari mengasuh cucu, ia terus mengembangkan kreasi daur ulang botol plastik bekas itu menjadi sebuah tas dan cendera mata lainnya yang dipelajari dari Google melalui gawai anaknya.
Sejak masih muda Misnar memang sudah terbiasa berkerja keras dan tidak betah berdiam diri di rumah ditambah lagi kondisi ekonomi waktu itu yang menuntutnya tidak bisa bermanja-manja.
Apalagi saat ia diuji atas berpulangnya sang suami menghadap Sang Pencipta saat empat orang anaknya masih kecil, bahkan ada yang masih berusia dua tahun.
"Saat itu, Amak berjuang seorang diri. Membesarkan empat orang anak dengan bekerja sebagai buruh tani. Bahkan jarak ladang yang ditempuh pun mencapai puluhan kilometer hanya berjalan kaki," katanya.
Ia melakukan hal itu agar keempat anaknya menjadi orang sukses dan kelak tidak merasakan penderitaan seperti yang dialaminya sewaktu masih muda.
Kini keempat "malaikat kecilnya" itu sudah besar dan sukses, bahkan dua orang anaknya telah berhasil meraih gelar S2, menjadi ustad, dan ada yang bertani berkat kegigihan Misnar membesarkan mereka seorang diri.
"Mungkin karena sudah terbiasa bekerja dari dulu, jadi kalau sudah tua ini bosan cuma diam-diam saja tanpa ada kegiatan di rumah. Makanya amak melakukan kegiatan produktif berupa berkebun dan mengkreasikan daur ulang sampah," katanya.
Kendati pada usia senja, Misnar pun masih kuat berkebun berupa bertanam bunga dan sayur-sayuran di halaman rumahnya. Bahkan dari hasil kebunnya itu Misnar juga bisa menabung uang.
Tabungan Akhirat
Uang hasil berkebun dan hasil penjualan produk daur ulang Misnar pun ditabungnya, lalu uang itu diinfakkan ke masjid dan diserahkan untuk orang-orang yang membutuhkan sebagai tabungan akhiratnya kelak.
"Kalau sudah tua, tentu kebutuhan tidak sebanyak dulu lagi. Ditambah lagi anak-anak sudah bekerja dan berkeluarga. Sehingga bisa menabung untuk diri sendiri dan uang itu diinfakkan ke masjid untuk mebambah bekal menuju kampung akhirat kelak," katanya.
Misnar berprinsip bahwa selagi masih kuat dan masih bisa bekerja maka uang yang akan diinfakkannya memang dari hasil keringatnya sendiri dan bukan uang pemberian dari anaknya.
"Amak bekerja saat ini bukan berarti anak-anak Amak tidak mengasih uang. Hanya saja selagi masih kuat, Amak tidak ingin menyusahkan mereka," katanya.
Selain itu, di usia yang hampir memasuki 80 tahun tentu Misnar memang sudah tidak sekuat dulu lagi. Ia juga sering merasakan sakit-sakitan berupa sakit kaki.
"Kaki amak tidak sekuat dulu lagi. Kalau saat ini berjalan jauh sudah tidak sanggup lagi. Terkadang tidak sanggup shalat berjamaah ke masjid karena masjid cukup jauh dari rumah," katanya.
Kendati demikian, untuk menangkalnya Misnar selalu meminum obat herbal berupa air rebusan jahe merah, serai dan kunyit untuk mengurangi rasa sakit di kakinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021