Yogyakarta, (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Yokohama, Jepang, kembali melanjutkan kerja sama dengan Indonesia dalam konservasi satwa "curik bali" (Leucopsar rotschildi) atau burung jalak bali dengan menyumbangkannya untuk dilepasliarkan di Taman Nasional Bali Barat.
"Kerja sama yang dilakukan dengan Jepang itu untuk tiga tahun ke depan, yakni 2015 hingga 2017," kata Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau kepada Antara di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengemukakan itu, disela-sela kegiatan "Pertemuan dan Sosialisasi Penangkaran Curik Bali" yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), APCB, Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Kegiatan yang dibuka Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK Bambang Dahono Aji, ia menyatakan bahwa komitmen itu menunjukkan upaya konservasi satwa yang sebelumnya terancam punah mendapat apresiasi dunia.
Sosialisasi di Yogyakarta itu diikuti sekurangnya 60 penangkar "curik bali" di kawasan Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Kegiatan yang sama, untuk wilayah Jabodetabek, juga telah diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat, pada 4 Juni 2015.
Ia menjelaskan bahwa kerja sama itu merupakan tahap kedua, setelah tiga tahun sebelumnya juga dijalin.
Hanya saja, kata dia, dalam kerja sama tahap kedua antara Indonesia-Jepang itu, bentuk bantuannya berupa sumbangan satwa.
"Sedangkan pada tahap pertama lalu, selain satwa juga ada alokasi anggaran," ucapnya.
Bambang Dahono Aji dalam sosialisasi di Bogor sebelumnya mengakui bahwa keberhasilan "curik bali" itu bisa dijadikan "role model" keberhasilan dalam konservasi satwa liar lain di Indonesia.
"Keberhasilan konservasi 'in-situ' (di habitat alami) Curik Bali, yang juga didukung 'ex-situ' (di luar habitat alami) adalah sebuah 'success story' konservasi satwa liar endemik Indonesia," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa wujud keberhasilan konservasi curik bali itu dapat dilihat dari semakin pulihnya populasi satwa yang sebelumnya hampir punah itu di habitat alaminya di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Tahun 2005 populasi di alam, yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an lebih telah dilepasliarkan kembali," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, katanya, meski belum sepenuhnya kisah sukses konservasi curik bali tersebut sempurna, namun dengan bertambahnya populasi di alam, termasuk juga di tingkat penangkaran pada sisi "ex-situ" yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih, maka perlu terus diupayakan perbaikan-perbaikan.
Di antaranya adalah kampanye penyadartahuan kepada masyarakat luas, termasuk di Bali sendiri sebagai habitat asli satwa itu, agar Curik Bali populasinya akan kembali pulih.
"Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang terkait," ujarnya.
Apalagi, negara lain seperti Jepang, melalui Pemerintah Kota Yokohama, terus berkomitmen membantu upaya pulihnya populasi curik bali di habitat alaminya, sehingga seharusnya dapat memacu semangat yang sama di Indonesia.
Kegiatan di Yogyakarta itu juga dihadiri sejumlah pemangku kepentingan terkait, di antaranya Kepala TNBB Tedi Sutedi, termasuk LSM dan jurnalis.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Kerja sama yang dilakukan dengan Jepang itu untuk tiga tahun ke depan, yakni 2015 hingga 2017," kata Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) Tony Sumampau kepada Antara di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengemukakan itu, disela-sela kegiatan "Pertemuan dan Sosialisasi Penangkaran Curik Bali" yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), APCB, Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Kegiatan yang dibuka Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK Bambang Dahono Aji, ia menyatakan bahwa komitmen itu menunjukkan upaya konservasi satwa yang sebelumnya terancam punah mendapat apresiasi dunia.
Sosialisasi di Yogyakarta itu diikuti sekurangnya 60 penangkar "curik bali" di kawasan Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Kegiatan yang sama, untuk wilayah Jabodetabek, juga telah diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat, pada 4 Juni 2015.
Ia menjelaskan bahwa kerja sama itu merupakan tahap kedua, setelah tiga tahun sebelumnya juga dijalin.
Hanya saja, kata dia, dalam kerja sama tahap kedua antara Indonesia-Jepang itu, bentuk bantuannya berupa sumbangan satwa.
"Sedangkan pada tahap pertama lalu, selain satwa juga ada alokasi anggaran," ucapnya.
Bambang Dahono Aji dalam sosialisasi di Bogor sebelumnya mengakui bahwa keberhasilan "curik bali" itu bisa dijadikan "role model" keberhasilan dalam konservasi satwa liar lain di Indonesia.
"Keberhasilan konservasi 'in-situ' (di habitat alami) Curik Bali, yang juga didukung 'ex-situ' (di luar habitat alami) adalah sebuah 'success story' konservasi satwa liar endemik Indonesia," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa wujud keberhasilan konservasi curik bali itu dapat dilihat dari semakin pulihnya populasi satwa yang sebelumnya hampir punah itu di habitat alaminya di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Tahun 2005 populasi di alam, yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an lebih telah dilepasliarkan kembali," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, katanya, meski belum sepenuhnya kisah sukses konservasi curik bali tersebut sempurna, namun dengan bertambahnya populasi di alam, termasuk juga di tingkat penangkaran pada sisi "ex-situ" yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih, maka perlu terus diupayakan perbaikan-perbaikan.
Di antaranya adalah kampanye penyadartahuan kepada masyarakat luas, termasuk di Bali sendiri sebagai habitat asli satwa itu, agar Curik Bali populasinya akan kembali pulih.
"Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang terkait," ujarnya.
Apalagi, negara lain seperti Jepang, melalui Pemerintah Kota Yokohama, terus berkomitmen membantu upaya pulihnya populasi curik bali di habitat alaminya, sehingga seharusnya dapat memacu semangat yang sama di Indonesia.
Kegiatan di Yogyakarta itu juga dihadiri sejumlah pemangku kepentingan terkait, di antaranya Kepala TNBB Tedi Sutedi, termasuk LSM dan jurnalis.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015