Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengakui tidak menguasai detail soal alur ekspor benih lobster (benur).
"Saya tidak menguasi detail, laporan tertulis ke saya belum ada tapi saya selalu dapat laporan perusahaan-perusahaan apa yang sudah disetujui untuk budi daya dan ekspor, berapa perusahaan dan terus berkembang jadi berapa perusahaan," kata Edhy Prabowo melalui sambungan "video conference" di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Edhy menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy Prabowo. Ia sendiri masih ditahan di rutan Gedung Merah Putih KPK.
Baca juga: Edhy Prabowo: Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap
"Saudara kurang memahami alur perjalanan terbit izinnya, karena kami sudah periksa saksi-saksi sebelumnya agar perusahaan dapat izin pembudidaya dan ekspor itu melibatkan banyak dirjen, ada pengawasan, pengelolaan laut, itu syarat-syarat administrasi yang akhirnya adalah surat penetapan calon eksportir, apa ada laporan ke saudara terkait hal itu?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswandhono.
"Terima dari ketua tim 'due diligence' Andreau Misanta, sedangkan dari badan karantina selalu lapor perkembangan jumlah ekspor dan berapa PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) melalui bank garansi yang diperoleh," jawab Edhy.
Edhy juga menyebut ia menunjuk Andreau sebagai ketua tim "due diligence" (uji tuntas) dan Safri sebagai wakil ketua karena ia yakin mereka punya kemampuan untuk mengkoordinasikan itu.
"Saya suruh mereka jalan saja dulu sementara. Saya tahu secara prinsip ada 'conflict of intereset' batin antara di dirjen-dirjen di zaman saya karena mereka ini dirjen-dirjen lama. Saya tidak mengganti sama sekali karena saya percaya kemampuan mereka," ungkap Edhy.
Baca juga: KPK panggil Kepala BRSDM KKP terkait kasus Edhy Prabowo
Namun menurut Edhy, tim uji tuntas menangani perizinan mengurangi fungsi teknis dari perizinan itu sendiri.
"Sifatnya mengkoordinasi, siapa-siapa saja yang ditampung. Tidak mengurangi fungsi dari kontrol dari masing-masing, izinnya tetap kepada dirjen," ujarnya.
Edhy pun meyakini ia hanya ingin agar Peraturan Menteri KKP No. 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster ("Panulirus spp"), Kepiting ("Scylla spp") dan Rajungan ("Portunus spp") di wilayah NKRI dapat segera diimplementasikan.
"Saya ingin permen ini segera dilaksanakan tapi teknis detail-nya saya tidak tahu, memang secara tertulis saya belum dapat laporan tim uji tuntas api hanya secara lisan mengenai perkembangan pertumbuhan pelaku usaha yang ikut di sektor ini," tutur Edhy menjelaskan.
Baca juga: KPK cegah istri tersangka Edhy Prabowo ke luar negeri
Menurut dia, laporan lisan itu karena masa kerja tim uji tuntas yang hanya dari Mei - Desember 2020 dan kondisi COVID-19.
"Jadi waktunya singkat, saya yakin saya memahami belum bisa melaporkan secara tertulis tapi yang paling penting menurut saya 'output'-nya bagaimana kondisi sekarang ini agar masyarakat bangkit dulu ekonominya," ucap Edhy.
Edhy pun meminta maaf karena kontrol-nya terhadap tim uji tuntas tidak optimal.
"Saya mohon maaf karena waktu terbatas dan kontrol saya yang mungkin belum maksimal, tapi saya tanya terus bagaimana pelaksanaannya," ungkap Edhy.
Menurut Edhy sudah ada 65 perusahaan yang sudah dapat izin ekspor benih lobster. "Saya dapat informasinya dari Pak Andreau seperti itu," imbuhh Edhy.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Saya tidak menguasi detail, laporan tertulis ke saya belum ada tapi saya selalu dapat laporan perusahaan-perusahaan apa yang sudah disetujui untuk budi daya dan ekspor, berapa perusahaan dan terus berkembang jadi berapa perusahaan," kata Edhy Prabowo melalui sambungan "video conference" di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Edhy menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy Prabowo. Ia sendiri masih ditahan di rutan Gedung Merah Putih KPK.
Baca juga: Edhy Prabowo: Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap
"Saudara kurang memahami alur perjalanan terbit izinnya, karena kami sudah periksa saksi-saksi sebelumnya agar perusahaan dapat izin pembudidaya dan ekspor itu melibatkan banyak dirjen, ada pengawasan, pengelolaan laut, itu syarat-syarat administrasi yang akhirnya adalah surat penetapan calon eksportir, apa ada laporan ke saudara terkait hal itu?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswandhono.
"Terima dari ketua tim 'due diligence' Andreau Misanta, sedangkan dari badan karantina selalu lapor perkembangan jumlah ekspor dan berapa PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) melalui bank garansi yang diperoleh," jawab Edhy.
Edhy juga menyebut ia menunjuk Andreau sebagai ketua tim "due diligence" (uji tuntas) dan Safri sebagai wakil ketua karena ia yakin mereka punya kemampuan untuk mengkoordinasikan itu.
"Saya suruh mereka jalan saja dulu sementara. Saya tahu secara prinsip ada 'conflict of intereset' batin antara di dirjen-dirjen di zaman saya karena mereka ini dirjen-dirjen lama. Saya tidak mengganti sama sekali karena saya percaya kemampuan mereka," ungkap Edhy.
Baca juga: KPK panggil Kepala BRSDM KKP terkait kasus Edhy Prabowo
Namun menurut Edhy, tim uji tuntas menangani perizinan mengurangi fungsi teknis dari perizinan itu sendiri.
"Sifatnya mengkoordinasi, siapa-siapa saja yang ditampung. Tidak mengurangi fungsi dari kontrol dari masing-masing, izinnya tetap kepada dirjen," ujarnya.
Edhy pun meyakini ia hanya ingin agar Peraturan Menteri KKP No. 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster ("Panulirus spp"), Kepiting ("Scylla spp") dan Rajungan ("Portunus spp") di wilayah NKRI dapat segera diimplementasikan.
"Saya ingin permen ini segera dilaksanakan tapi teknis detail-nya saya tidak tahu, memang secara tertulis saya belum dapat laporan tim uji tuntas api hanya secara lisan mengenai perkembangan pertumbuhan pelaku usaha yang ikut di sektor ini," tutur Edhy menjelaskan.
Baca juga: KPK cegah istri tersangka Edhy Prabowo ke luar negeri
Menurut dia, laporan lisan itu karena masa kerja tim uji tuntas yang hanya dari Mei - Desember 2020 dan kondisi COVID-19.
"Jadi waktunya singkat, saya yakin saya memahami belum bisa melaporkan secara tertulis tapi yang paling penting menurut saya 'output'-nya bagaimana kondisi sekarang ini agar masyarakat bangkit dulu ekonominya," ucap Edhy.
Edhy pun meminta maaf karena kontrol-nya terhadap tim uji tuntas tidak optimal.
"Saya mohon maaf karena waktu terbatas dan kontrol saya yang mungkin belum maksimal, tapi saya tanya terus bagaimana pelaksanaannya," ungkap Edhy.
Menurut Edhy sudah ada 65 perusahaan yang sudah dapat izin ekspor benih lobster. "Saya dapat informasinya dari Pak Andreau seperti itu," imbuhh Edhy.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021