Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah menginginkan ketegasan agar berbagai aktivitas perekonomian yang mengedepankan eksploitasi sumber daya alam yang membuat daya dukung lingkungan tidak berkelanjutan, harus disetop.

"Segenap aktivitas ekonomi, atau kaitannya dengan eksploitasi yang tidak mendukung terwujudnya ekologi yang berkeadilan dan berkelanjutan maka lebih baik disetop," tegas Luluk Mur Hamidah dalam rilis di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, fenomena bencana seperti banjir di sejumlah lokasi akhir-akhir ini bukan hanya karena persoalan anomali cuaca tetapi juga ada kontribusi dari kebijakan yang tidak tepat dan tidak efektif.

Ia menyoroti isu pembukaan lahan yang masif, seperti pembukaan lahan untuk perkebunan di Kalimantan meningkat dari 15 persen menjadi 72 persen dalam lima tahun terakhir.

"Dalam dua tahun terakhir, pembukaan lahan untuk tambang meningkat 13 persen. Ditambah lagi kawasan hutan lindung banyak yang berubah jadi perkebunan," ucapnya.

Luluk juga menyayangkan sekitar 18.350 hektar di 11 kabupaten terancam gagal panen akibat terdampak banjir sehingga diharapkan segera diambil tindakan dan kebijakan yang tepat, salah satu contohnya adalah melakukan moratorium lahan.

Sebagaimana diwartakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memaparkan sebanyak 11 rekomendasi untuk menanggulangi banjir dari hulu ke hilir di antaranya mengembangan sistem agroforestery, membangun pengendali banjir, rehabilitasi lahan, penyuluhan masyarakat, penerapan bangunan konservasi tanah, perbaikan drainase dan tata kota.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menegaskan prinsip konservasi dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan harus lebih diutamakan dibandingkan penerapan prinsip korporasi yang hanya mencari laba atau keuntungan semata.

"Pengelolaan kawasan perairan dan lautan harus diterapkan untuk tujuan konservasi. Manfaat dan fungsi ekonomi didapat dari langkah konservasi tersebut, bukan sebaliknya," kata Dedi Mulyadi dalam webinar tentang Masyarakat Bahari dan Pandemi COVID-19 di Jakarta, Kamis (28/1).

Menurut dia, masih kerap terjadi legalisasi atau pembuatan produk kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan.

Hal tersebut, lanjutnya, diduga karena banyak dari mereka yang berlatar belakang dari dunia usaha yang menjadi pengambil keputusan.

"Banyak pihak yang ingin melakukan percepatan pertumbuhan tetapi secara individu atau korporasi," katanya.

Pewarta: M Razi Rahman

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021