Bogor, 2/10 (ANTARA) - Petani tebu Indonesia terpukul atas melimpahnya gula impor yang menyebabkan harga jual produk mereka anjlok.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen di Bogor, Minggu, mengatakan, kebijakan pemerintah terkait impor gula perlu dikaji, karena dalam kondisi seperti ini petani Indonesia kurang bergairah mengembangkan tebu.

"Kebijakan impor gula harus dikaji lagi, karena pada kenyataannya impor gula saat ini sudah melampaui kebutuhan masyarakat," kata Soemitro dalam acara Konferensi Pertanian Indonesia yang diselenggarakan Keluarga Mahasisa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampus Darmaga.

Ia menjelaskan produksi tebu Indonesia saat ini sekitar 2,5 juta ton per tahun yang diperoleh dari 450 ribu hektare areal tanaman tebu.

"Jumlah tersebut sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gula bagi masyarakat Indonesia," katanya.

Namun, kata dia, karena ada juga kebutuhan gula rafinasi, maka diperlukan impor sekitar 1,8 juta ton.

Tetapi kenyatannya ada 2,3 ton gula impor yang masuk ke Indonesia.

"Saya sendiri kurang percaya dengan data yang dibuat pemerintah, termasuk soal data kebutuhan impor," kata Sumitro.

Kenaikan harga gula saat ini, menurut dia bukan berarti ada relevansi langsung pada kesejahteraan petani.

"Jika harga lelang gula dalam beberapa bulan ini naik dari Rp7.250 per kilogram menjadi Rp8.350 per kilogram, itu sebenarnya masih di bawah harga pada akhir 2010 lalu. Karena saat itu harga lelang sudah sekitar Rp9.600 per kilogram," katanya.

Ia mengharapkan masyarakat dapat menerima kenaikan harga gula, karena hal terebut terkait nasib para petani tebu di Indonesia.

Petani tebu Indonesia sulit mempeoleh keuntungan dari kenaikan harga gula, karena begitu ada kenaikan harga maka kran impor pun dibuka.

"Kebutuhan gula di Indonesia rata-rata hanya satu kilogram per bulan, jadi jika ada kenaikan sedikit menurut saya tidak terlalu masalah," katanya.

Konferensi Pertanian Indonesia yang berlangsung 1-2 Oktober itu, diikuti dari berbagai pihak, seperti Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, akademisi, TNI dan juga pengusaha, untuk saling bertukar pikiran untuk memajukan pertanian di dalam negeri.

Hal lainnya yang menjadi menjadi sorotan dalam konferensi tersebut adalah soal kurangnya tenaga penyuluh pertanian yang berdampak pada menurunnya kualitas produk pertanian. Misalnya di Kabupaten Bogor yang memiliki 428 desa, hanya ada 172 tenaga penyuluh pertanian.

"Kami kekurangan sekitar 297 penyuluh pertanian," kata Nana Sukmana Koordinator Penyuluh bidang Pertanian Pemkab Bogor.

Teguh Handoko

 

Pewarta:

Editor : Budisantoso Budiman


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011