Bogor, (Antaranews Bogor) - Komoditas udang segar atau udang beku mengalami masa kejayaan atau keemasan sejak era tahun 1980-an hingga 1990-an, karena menjadi salah satu mata dagangan andalan Lampung ke mancanegara.
Pada era itu pula, perusahaan tambak udang terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) disebut-sebut sebagai pembayar pajak terbesar di Provinsi Lampung.
Selain penghasil devisa untuk negara (Indonesia), penyumbang pajak terbesar bagi pembangunan daerah Lampung "Sai Bumi Ruwa Jurai", tambak udang di Kabupaten Tulangbawang Lampung itu, juga tak dipungkiri lagi sebagai penyerap tenaga kerja yang sangat besar.
Puluhan ribu tenaga kerja tetap maupun tidak tetap terlibat secara aktif di dalamnya, yang tentu saja berdampak ikutan bagi ratusan ribu jiwa anggota keluarga para pekerjanya itu.
Sistem pengelolaan kawasan tambak yang mencapai puluhan ribu hektare dan modern, juga membuat kawasan itu tertata rapih dan indah, sehingga banyak orang yang ingin melihat dari dekat, meski untuk itu sangat tidak mudah.
Karena ketatnya penjagaan dan pengamanan salah satu aset ekonomi nasional itu, ada yang dengan nada berseloroh mengatakan seakan kawasan tambak udang "Bumi Dipasena" itu bak negara dalam negara.
Namun, seiring perjalanan waktu, situasi dan kondisi perekonomian dunia/global, ditambah situasi ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia menjelang Era Reformasi, kinerja tambak udang itu mengalami pasang-surut, seakan tenggelam bak ditelan bumi.
Sejumlah persoalan muncul, antara lain ditandai dengan masalah hubungan antara perusahaan dengan pekerja, inti dengan plasma, dan lainnya, yang sempat membuat beberapa kali demo, baik di tingkat Provinsi Lampung maupun sampai ke Pemerintah Pusat.
Selain adanya tambak udang skala besar, yang dikelola oleh PT DCD, di sejumlah daerah potensial di Lampung juga tumbuh perusahaan tabak udang skala kecil-menengah, milik perusahaan atau perseorangan.
Hal itu antara lain di kawasan Pantai Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran.
Jika melakukan perjalanan antara Kota Bandarlampung menuju selatan sejauh sekitar 75 Km di Kabupaten Pesawaran, di kiri jalan nampak sejumlah hamparan petakan areal tambak udang tersebut.
Pada malam hari, kawasan tambak itu bagaikan kota, karena lampu penerangan sebagai sarat utama untuk penerangan dan listrik untuk menggerakkan kincir air saat memelihara udang itu tampak indah dari kejauhan mauaun dari jarak dekat.
Hampir setiap hari, truk-truk pengangkut kotak (box) isi ikan dan udang segar banyak meluncur dari kawasan pantai Kabupaten Pesawaran menuju Kota Bandarlampung maupun ke berbagai daerah di Pulau Jawa.
Sayangnya, laju kendaraan niaga itu tidak mulus, beberapa kali truk angkutan komoditas andalan itu teperosok, terguling, karena jalan yang ada di tikungan, tanjakan, dan turunan itu hingga kini banyak yang rusak, bahkan kecenderungannya semakin parah.
"Setiap hari banyak truk barang hasil bumi dan perikanan menuju kota. Kendalanya jalannya rusak makin parah, kadang ada truk yang mundur dan terguling. Karena itu, pemerintah provinsi, kabupaten, mapun pusat hendaknya segera memperbaiki," kata salah satu pamong Desa Kampungbaru, Pesawaran Lampung, H.Hanafi.
Terus Didorong
Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri, dalam publikasinya, akan terus mendorong produkivitas tambak udang Bumi Dipasena, salah satu sentra produksi udang terbesar di Indonesia.
Hal itu seiring berhasilnya program revitasilasi oleh tambak udang yang terletak di Kabupaten Tulangbawang, Provinsi Lampung ini.
Kegiatan operasional budi daya udang telah berjalan secara mandiri dan petambak plasma telah membentuk suatu badan usaha koperasi, dengan nama Koperasi Petambak Bumi Dipasena (KPBD).
Usaha budi daya yang sebelumnya terkendala karena masalah manajerial, kini kembali berjalan dengan baik.
"Produksinya sudah mencapai 20-30 Ton per bulan, saat ini tengah berbenah dipersiapkan menghadapi persaingan perdagangan udang global," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, saat kunjungan kerja ke Tambak Udang Bumi Dipasena di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, Rabu (4/3).
Menteri Susi merasa optimistis bahwa kemampuan Indonesia dalam menghadapi persaingan perdagangan udang global bukan tanpa alasan.
Dengan capaian produksi yang semakin meningkat dan produksi total udang pada tahun 2015 yang ditargetkan sebesar 785.900 ton, diharapkan Indonesia ke depan akan menjadi negara produsen udang terbesar di Asia, bahkan dunia.
Hal itu dapat dicapai melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan.
Salah satu wujud pemanfaatan tersebut di antaranya keberpihakan petambak di Bumi Dipasena pada lingkungan tambak dan sekitarnya.
Bentuk keberpihakan yang dilakukan melalui pembentukan "BARAMUDA" (Barisan Muda-Muda), dan "BARETA" (Barisan Para Wanita) penjaga Mangrove (bakau).
"Kami berharap lingkungan mangrove di kawasan Bumi Dipasena selalu terjaga, karena ini juga akan melindungi lingkungan tambak yang merupakan sumber penghidupan, pendapatan, dan penghasilan mereka", tutur Susi.
Masih menurut Susi, pelaksanaan usaha budi daya udang mandiri dapat berhasil dengan baik bila semua pihak bersinergi mendukung, dan berkerja sama untuk mewujudkannya.
Sehingga, tujuan utama dalam rangka peningkatan produksi udang, kesejahteraan masyarakat pembudi daya, dan penyerapan lapangan kerja serta lingkungan budi daya dapat dipertahankan secara lestari.
Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementeri Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto menjelaskan, tiga aspek utama yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya udang yang berkelanjutan adalah teknologi, sosial ekonomi, dan budi daya ramah lingkungan.
Aspek teknologi perlu diterapkan mencapai efisiensi dan peningkatkan kualitas produksi udang yang berkelanjutan.
Menteri didampingi Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo mengunjungi tambak Dipasena, yang pada tahun 1990-an merupakan kawasan Minapolitan terbesar di Asia itu.
"Saya berharap dengan kedatangan Ibu Menteri, sebagai penyemangat dan sekaligus pendorong petani tambak Dipasena mencapai kejayaannya kembali, yaitu dengan program normalisasi kawasan bekas Dipasena," kata Gubernur Provinsi Lampung, M. Ridho Ficardo.
Gubernur termuda di Indonesia itu (34 tahun) menjelaskan, sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Lampung cukup melimpah.
Luas wilayah Lampung 60.000 Km2, terdiri atas daratan 35.376,5 Km2 dan laut 24.820 Km2, garis pantai 1.105 Km, dan terdapat 132 pulau-pulau kecil.
Provinsi Lampung juga terdapat Teluk Semangka, dan Teluk Lampung, serta enam sungai besar, yaitu Sungai (Way) Sekampung, Way Mesuji, Way Seputih, Way Tulangbawang, Way Semangka, dan Way Jepara.
Lampung sebagai penghasil udang terbesar, yang berkontribusi sebesar 60 persen nasional.
Lahan tambak yang belum termanfaatkan dengan baik seluas 31.801,78 Hektare (Ha), dan yang sudah dimanfaatkan seluas 38.062,76 Ha.
Kabupaten Tulangbawang, khususnya "Kampung Dipasena", sebanyak 43 persen dari lahan tambak aktif di Provinsi Lampung.
Sedangkan nilai ekspor ikan dan udang selama tahun 2014 sebesar 213,1 juta dolar Amerika Serikat (AS), sedangkan pada Desember 2014 ekspor meningkat sebesar 25,74 persen (4,3 juta dolar).
Komoditas ikan dan udang menyumbang kontribusi ekspor Provinsi Lampung sebesar 5,74 persen.
Nilai Tukar Petani (NTP) sektor perikanan tangkap sebesar 107,57, dan perikanan budi daya sebesar 97,37.
Guna menjamin kelangsungan usaha dan budi daya, menjamin ketenangan usaha dan berivestasi, mengundang investor masuk ke Lampung pada setiap kesempatan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo dan Kapolda Lampung Brigjen Pol Heru Winarko mengajak semua komponen di Lampung untuk menjaga keamanan wilayah.
"Kami mengharapkan dukungan semua pihak untuk menjaga keamanan daerah, sehingga investor mau datang dan menanamkan modanya di Lampung. Termasuk pers, diharapkan tidak memberitakan yang serem-serem tentang Lampung, sebab calon invesor bisa takut," ajak Ridho.
Suasana daerah yang aman, tenteram, damai, pelayanan baik, ramah, didukung berbagai kemudahan, pemenuhan fasilitas pendukung, agaknya masih jadi Pekejaan Rumah (PR) besar yang harus dijawab bersama oleh seluruh komponen masyarakat Lampung, agar setidaknya Udang Dipasena kembali berjaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Pada era itu pula, perusahaan tambak udang terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) disebut-sebut sebagai pembayar pajak terbesar di Provinsi Lampung.
Selain penghasil devisa untuk negara (Indonesia), penyumbang pajak terbesar bagi pembangunan daerah Lampung "Sai Bumi Ruwa Jurai", tambak udang di Kabupaten Tulangbawang Lampung itu, juga tak dipungkiri lagi sebagai penyerap tenaga kerja yang sangat besar.
Puluhan ribu tenaga kerja tetap maupun tidak tetap terlibat secara aktif di dalamnya, yang tentu saja berdampak ikutan bagi ratusan ribu jiwa anggota keluarga para pekerjanya itu.
Sistem pengelolaan kawasan tambak yang mencapai puluhan ribu hektare dan modern, juga membuat kawasan itu tertata rapih dan indah, sehingga banyak orang yang ingin melihat dari dekat, meski untuk itu sangat tidak mudah.
Karena ketatnya penjagaan dan pengamanan salah satu aset ekonomi nasional itu, ada yang dengan nada berseloroh mengatakan seakan kawasan tambak udang "Bumi Dipasena" itu bak negara dalam negara.
Namun, seiring perjalanan waktu, situasi dan kondisi perekonomian dunia/global, ditambah situasi ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia menjelang Era Reformasi, kinerja tambak udang itu mengalami pasang-surut, seakan tenggelam bak ditelan bumi.
Sejumlah persoalan muncul, antara lain ditandai dengan masalah hubungan antara perusahaan dengan pekerja, inti dengan plasma, dan lainnya, yang sempat membuat beberapa kali demo, baik di tingkat Provinsi Lampung maupun sampai ke Pemerintah Pusat.
Selain adanya tambak udang skala besar, yang dikelola oleh PT DCD, di sejumlah daerah potensial di Lampung juga tumbuh perusahaan tabak udang skala kecil-menengah, milik perusahaan atau perseorangan.
Hal itu antara lain di kawasan Pantai Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran.
Jika melakukan perjalanan antara Kota Bandarlampung menuju selatan sejauh sekitar 75 Km di Kabupaten Pesawaran, di kiri jalan nampak sejumlah hamparan petakan areal tambak udang tersebut.
Pada malam hari, kawasan tambak itu bagaikan kota, karena lampu penerangan sebagai sarat utama untuk penerangan dan listrik untuk menggerakkan kincir air saat memelihara udang itu tampak indah dari kejauhan mauaun dari jarak dekat.
Hampir setiap hari, truk-truk pengangkut kotak (box) isi ikan dan udang segar banyak meluncur dari kawasan pantai Kabupaten Pesawaran menuju Kota Bandarlampung maupun ke berbagai daerah di Pulau Jawa.
Sayangnya, laju kendaraan niaga itu tidak mulus, beberapa kali truk angkutan komoditas andalan itu teperosok, terguling, karena jalan yang ada di tikungan, tanjakan, dan turunan itu hingga kini banyak yang rusak, bahkan kecenderungannya semakin parah.
"Setiap hari banyak truk barang hasil bumi dan perikanan menuju kota. Kendalanya jalannya rusak makin parah, kadang ada truk yang mundur dan terguling. Karena itu, pemerintah provinsi, kabupaten, mapun pusat hendaknya segera memperbaiki," kata salah satu pamong Desa Kampungbaru, Pesawaran Lampung, H.Hanafi.
Terus Didorong
Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri, dalam publikasinya, akan terus mendorong produkivitas tambak udang Bumi Dipasena, salah satu sentra produksi udang terbesar di Indonesia.
Hal itu seiring berhasilnya program revitasilasi oleh tambak udang yang terletak di Kabupaten Tulangbawang, Provinsi Lampung ini.
Kegiatan operasional budi daya udang telah berjalan secara mandiri dan petambak plasma telah membentuk suatu badan usaha koperasi, dengan nama Koperasi Petambak Bumi Dipasena (KPBD).
Usaha budi daya yang sebelumnya terkendala karena masalah manajerial, kini kembali berjalan dengan baik.
"Produksinya sudah mencapai 20-30 Ton per bulan, saat ini tengah berbenah dipersiapkan menghadapi persaingan perdagangan udang global," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, saat kunjungan kerja ke Tambak Udang Bumi Dipasena di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, Rabu (4/3).
Menteri Susi merasa optimistis bahwa kemampuan Indonesia dalam menghadapi persaingan perdagangan udang global bukan tanpa alasan.
Dengan capaian produksi yang semakin meningkat dan produksi total udang pada tahun 2015 yang ditargetkan sebesar 785.900 ton, diharapkan Indonesia ke depan akan menjadi negara produsen udang terbesar di Asia, bahkan dunia.
Hal itu dapat dicapai melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan.
Salah satu wujud pemanfaatan tersebut di antaranya keberpihakan petambak di Bumi Dipasena pada lingkungan tambak dan sekitarnya.
Bentuk keberpihakan yang dilakukan melalui pembentukan "BARAMUDA" (Barisan Muda-Muda), dan "BARETA" (Barisan Para Wanita) penjaga Mangrove (bakau).
"Kami berharap lingkungan mangrove di kawasan Bumi Dipasena selalu terjaga, karena ini juga akan melindungi lingkungan tambak yang merupakan sumber penghidupan, pendapatan, dan penghasilan mereka", tutur Susi.
Masih menurut Susi, pelaksanaan usaha budi daya udang mandiri dapat berhasil dengan baik bila semua pihak bersinergi mendukung, dan berkerja sama untuk mewujudkannya.
Sehingga, tujuan utama dalam rangka peningkatan produksi udang, kesejahteraan masyarakat pembudi daya, dan penyerapan lapangan kerja serta lingkungan budi daya dapat dipertahankan secara lestari.
Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementeri Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto menjelaskan, tiga aspek utama yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya udang yang berkelanjutan adalah teknologi, sosial ekonomi, dan budi daya ramah lingkungan.
Aspek teknologi perlu diterapkan mencapai efisiensi dan peningkatkan kualitas produksi udang yang berkelanjutan.
Menteri didampingi Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo mengunjungi tambak Dipasena, yang pada tahun 1990-an merupakan kawasan Minapolitan terbesar di Asia itu.
"Saya berharap dengan kedatangan Ibu Menteri, sebagai penyemangat dan sekaligus pendorong petani tambak Dipasena mencapai kejayaannya kembali, yaitu dengan program normalisasi kawasan bekas Dipasena," kata Gubernur Provinsi Lampung, M. Ridho Ficardo.
Gubernur termuda di Indonesia itu (34 tahun) menjelaskan, sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Lampung cukup melimpah.
Luas wilayah Lampung 60.000 Km2, terdiri atas daratan 35.376,5 Km2 dan laut 24.820 Km2, garis pantai 1.105 Km, dan terdapat 132 pulau-pulau kecil.
Provinsi Lampung juga terdapat Teluk Semangka, dan Teluk Lampung, serta enam sungai besar, yaitu Sungai (Way) Sekampung, Way Mesuji, Way Seputih, Way Tulangbawang, Way Semangka, dan Way Jepara.
Lampung sebagai penghasil udang terbesar, yang berkontribusi sebesar 60 persen nasional.
Lahan tambak yang belum termanfaatkan dengan baik seluas 31.801,78 Hektare (Ha), dan yang sudah dimanfaatkan seluas 38.062,76 Ha.
Kabupaten Tulangbawang, khususnya "Kampung Dipasena", sebanyak 43 persen dari lahan tambak aktif di Provinsi Lampung.
Sedangkan nilai ekspor ikan dan udang selama tahun 2014 sebesar 213,1 juta dolar Amerika Serikat (AS), sedangkan pada Desember 2014 ekspor meningkat sebesar 25,74 persen (4,3 juta dolar).
Komoditas ikan dan udang menyumbang kontribusi ekspor Provinsi Lampung sebesar 5,74 persen.
Nilai Tukar Petani (NTP) sektor perikanan tangkap sebesar 107,57, dan perikanan budi daya sebesar 97,37.
Guna menjamin kelangsungan usaha dan budi daya, menjamin ketenangan usaha dan berivestasi, mengundang investor masuk ke Lampung pada setiap kesempatan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo dan Kapolda Lampung Brigjen Pol Heru Winarko mengajak semua komponen di Lampung untuk menjaga keamanan wilayah.
"Kami mengharapkan dukungan semua pihak untuk menjaga keamanan daerah, sehingga investor mau datang dan menanamkan modanya di Lampung. Termasuk pers, diharapkan tidak memberitakan yang serem-serem tentang Lampung, sebab calon invesor bisa takut," ajak Ridho.
Suasana daerah yang aman, tenteram, damai, pelayanan baik, ramah, didukung berbagai kemudahan, pemenuhan fasilitas pendukung, agaknya masih jadi Pekejaan Rumah (PR) besar yang harus dijawab bersama oleh seluruh komponen masyarakat Lampung, agar setidaknya Udang Dipasena kembali berjaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015