Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengapresiasi semangat relaksasi impor benih seperti yang terkandung dalam UU Cipta Kerja karena berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian hortikultura domestik.
"Indonesia tidak hanya sekedar menerapkan berbagai kebijakan yang menghambat impor tapi dapat menggunakan impor (benih) sebagai jalan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian domestik untuk pelan-pelan mengurangi ketergantungan kepada impor produk akhir," kata Galuh Octania dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Selain itu, ujar dia, peningkatan produksi dalam negeri juga harus terus digenjot agar dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan ekspor.
Ia berpendapat relaksasi perlu karena subsektor hortikultura Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan.
"Data BPS 2019 pada statistik hortikultura menunjukkan, konsumsi domestik produk hortikultura di Indonesia cukup tinggi dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data BPS 2019 menunjukkan konsumsi bawang putih oleh rumah tangga di Indonesia di tahun 2019 mencapai 484 ribu ton dengan Garlic Household Participation Rate pada tahun 2019 mencapai 90,75," katanya.
Dengan demikan, lanjutnya, maka sub sektor hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan asalkan tidak ada persyaratan yang ketat untuk pengadaan benih berkualitas baik lewat impor, yang akhirnya membatasi peluang petani untuk meningkatkan hasil produksi dan juga produktivitas tanamannya.
Padahal, lanjutnya, kalau produktivitas hortikultura domestik meningkat, potensi ekspor juga terbuka lebat, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Galuh menjelaskan, UU Cipta Kerja memberikan relaksasi peraturan yang implementasinya akan memengaruhi produksi dan produktivitas sub sektor hortikultura.
"UU ini menghilangkan ketentuan mengenai perizinan impor bibit hortikultura dan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk mengimpor bibit setelah mendapatkan izin usaha dari pemerintah. Sementara itu lembaga pemerintah yang ingin mengimpor benih juga harus mendapatkan izin impor dari pemerintah," katanya.
Galuh merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan bersamaan dengan adanya relaksasi ketentuan impor benih.
Hal yang pertama adalah kebijakan dan program peningkatan produksi domestik akan lebih efektif kalau bersama dengan pihak swasta dengan transfer teknologi.
Berikutnya adalah perlunya menggencarkan riset dan pengembangan benih dengan memanfaatkan institusi/lembaga/universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kemudian, perlunya evaluasi dari pemberian benih gratis atau subsidi yang kualitasnya diragukan oleh petani.
Terakhir, Galuh juga mengingatkan perlu adanya ketentuan penggunaan pemberian voucher atau fasilitasi sarana produksi pertanian yang sesuai dengan preferensi petani.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
"Indonesia tidak hanya sekedar menerapkan berbagai kebijakan yang menghambat impor tapi dapat menggunakan impor (benih) sebagai jalan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian domestik untuk pelan-pelan mengurangi ketergantungan kepada impor produk akhir," kata Galuh Octania dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Selain itu, ujar dia, peningkatan produksi dalam negeri juga harus terus digenjot agar dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan ekspor.
Ia berpendapat relaksasi perlu karena subsektor hortikultura Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan.
"Data BPS 2019 pada statistik hortikultura menunjukkan, konsumsi domestik produk hortikultura di Indonesia cukup tinggi dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data BPS 2019 menunjukkan konsumsi bawang putih oleh rumah tangga di Indonesia di tahun 2019 mencapai 484 ribu ton dengan Garlic Household Participation Rate pada tahun 2019 mencapai 90,75," katanya.
Dengan demikan, lanjutnya, maka sub sektor hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan asalkan tidak ada persyaratan yang ketat untuk pengadaan benih berkualitas baik lewat impor, yang akhirnya membatasi peluang petani untuk meningkatkan hasil produksi dan juga produktivitas tanamannya.
Padahal, lanjutnya, kalau produktivitas hortikultura domestik meningkat, potensi ekspor juga terbuka lebat, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Galuh menjelaskan, UU Cipta Kerja memberikan relaksasi peraturan yang implementasinya akan memengaruhi produksi dan produktivitas sub sektor hortikultura.
"UU ini menghilangkan ketentuan mengenai perizinan impor bibit hortikultura dan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk mengimpor bibit setelah mendapatkan izin usaha dari pemerintah. Sementara itu lembaga pemerintah yang ingin mengimpor benih juga harus mendapatkan izin impor dari pemerintah," katanya.
Galuh merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan bersamaan dengan adanya relaksasi ketentuan impor benih.
Hal yang pertama adalah kebijakan dan program peningkatan produksi domestik akan lebih efektif kalau bersama dengan pihak swasta dengan transfer teknologi.
Berikutnya adalah perlunya menggencarkan riset dan pengembangan benih dengan memanfaatkan institusi/lembaga/universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kemudian, perlunya evaluasi dari pemberian benih gratis atau subsidi yang kualitasnya diragukan oleh petani.
Terakhir, Galuh juga mengingatkan perlu adanya ketentuan penggunaan pemberian voucher atau fasilitasi sarana produksi pertanian yang sesuai dengan preferensi petani.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020