Jakarta (AntaraNews-Bogor) - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kebijakan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai untuk jalan tol harus dibatalkan karena pelayanan operator jalan bebas hambatan itu selama ini masih buruk.
"Operator jalan tol belum mampu memenuhi standar pelayanan minimal. Kecepatan rata-rata di jalan tol makin menurun, antrean di loket makin mengular," kata Tulus Abadi melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Tulus mengatakan bahwa infrastruktur tol juga masih buruk karena banyaknya jalan yang berlubang. Hal-hal tersebut, menurut dia, membuat kebijakan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk jalan tol menjadi tidak tepat.
Selain itu, Tulus mengatakan bahwa pengenaan pajak atas jalan tol juga akan berdampak pada penaikan biaya logistik. Pada akhirnya, hal itu akan berdampak pada konsumen karena akan membuat kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
"Pajak Pertambahan Nilai pada jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin mengurangi biaya logistik," ujarnya.
Tulus menilai pengenaan pajak atas jalan tol merupakan bentuk kenaikan tarif tol terselubung, bahkan dikhawatirkan akan mengakibatkan kenaikan ganda. Pasalnya, tarif tol setiap tahun ada kenaikan di ruas tertentu.
"Jika tarif sudah naik, masih dikenai PPN, akan terjadi dobel kenaikan. Ini melanggar Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah tentang Jalan Tol," tuturnya.
Menurut Tulus, tidak seharusnya pemerintah membebani rakyat dengan pajak di berbagai sektor demi menggenjot pendapatan dari sektor pajak sebesar Rp1.300 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Operator jalan tol belum mampu memenuhi standar pelayanan minimal. Kecepatan rata-rata di jalan tol makin menurun, antrean di loket makin mengular," kata Tulus Abadi melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Tulus mengatakan bahwa infrastruktur tol juga masih buruk karena banyaknya jalan yang berlubang. Hal-hal tersebut, menurut dia, membuat kebijakan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk jalan tol menjadi tidak tepat.
Selain itu, Tulus mengatakan bahwa pengenaan pajak atas jalan tol juga akan berdampak pada penaikan biaya logistik. Pada akhirnya, hal itu akan berdampak pada konsumen karena akan membuat kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
"Pajak Pertambahan Nilai pada jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin mengurangi biaya logistik," ujarnya.
Tulus menilai pengenaan pajak atas jalan tol merupakan bentuk kenaikan tarif tol terselubung, bahkan dikhawatirkan akan mengakibatkan kenaikan ganda. Pasalnya, tarif tol setiap tahun ada kenaikan di ruas tertentu.
"Jika tarif sudah naik, masih dikenai PPN, akan terjadi dobel kenaikan. Ini melanggar Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah tentang Jalan Tol," tuturnya.
Menurut Tulus, tidak seharusnya pemerintah membebani rakyat dengan pajak di berbagai sektor demi menggenjot pendapatan dari sektor pajak sebesar Rp1.300 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015