Sukabumi, (Antaranews Bogor) - Data Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) cabang Kota Sukabumi, Jawa Barat, sebanyak 70 persen dari sekitar 1.000 petani berusia lanjut (lansia) atau di atas 50 tahun.

"Sudah sangat sulit ditemukan petani yang usianya muda seperti di bawah usia 30 tahun, walaupun ada hanya beberapa saja," kata Ketua HKTI Kota Sukabumi, M Khusoy di Sukabumi, Jumat.

Menurut dia, minimnya petani berusia muda ini karena pemuda memandang petani adalah adalah kerjaan yang kotor dan memalukan, sehingga lebih senang bekerja di pabrik, leasing atau perkantoran. Bahkan saat ini anak-anak dan remaja sudah jarang yang mempunyai cita-cita menjadi petani.

Sehingga, yang tersisa sekarang adalah petani yang sudah puluhan tahun berprofesi sebagai petani dan tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan petani sudah sulit ditemukan, apalagi kemajuan pembangunan tidak bisa dihentikan minimalnya berkurang.

"Dari data kami, petani yang tersisa saat ini 80 persen hanya sebagai penggarap atau buruh tani, baru sisanya mereka yang mempunyai lahan sendiri," ujarnya.

Ia mengatakan, profesi petani juga saat ini tidak didukung oleh kesejahteraan, bahkan pemerintah daerah maupun pusat tidak pernah mengatur upah minimum atau layak untuk para petani. Selama ini, yang sibuk minta peningkatan kesejahteraan selalu buruh pabrik dan setiap tahunnya upahnya selalu naik.

Ini yang menjadi salah satu fenomena, sehingga kaum muda memilih bekerja di luar profesi petani, karena tidak ada kejelasan upah minimumnya, sehingga petani saat ini bisa dikatakan hidupnya masih di bawah garis kemiskinan.

"Dengan kondisi seperti ini, imbasnya banyak petani yang menjual lahannya atau beralih fungsi karena lebih menguntungkan. Padahal Indonesia terkenal sebagai negara agraris," kata Khusoy.

Pewarta: Aditya A Rohman

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015