Forum Umat Peduli Kelenteng Thien Ie Kong (FUPK-TIK) Kota Samarinda, Kalimantan Timur, minta atribut Dewa dalam Agama Konghucu dikembalikan seperti semula, setelah adanya peniadaan ritual persembahyangan oleh Ketua Kelenteng Thien Ie Kong.

"Kami minta peralatan peribadatan yang biasanya ada di masin-masing altar singgasana para Dewa dalam Kelenteng yang telah diubah, bahkan dihilangkan, agar dikembalikan seperti semula," ujar Juru Bicara FUPK-TIK Samarinda, Efendy Utomo saat menggelar konfrensi pers di PWI Kaltim di Samarinda, Selasa.

Dari informasi yang ia kumpulkan, peniadaan tata ritual tersebut dilakukan dengan alasan keamanan dan mengurangi risiko kebakaran.

Ia menyatakan alasan itu tidak mendasar karena selama ini tidak pernah terjadi apa-apa di Kelenteng tersebut, meski banyak dupa dan lilin yang mengelilingi di sekitar para Dewa.

Sementara risiko banyak asap dupa sehingga membahayakan akan adanya kebakaran yang mungkin dijadikan alasan, katanya, sangat tidak tepat.

Demikian juga halnya dengan prosesi kesurupan yang dijadikan dasar guna meminta restu Dewa untuk melakukan perubahan ritual persembahyangan di Kelenteng, juga diangap tidak sepatutnya dilakukan.

"Dalam Kelenteng pasti banyak dupa dan asap, namun selama ratusan tahun tidak pernah terjadi apa-apa, pun tidak ada keluhan sehingga perubahan yang terjadi terkesan sepihak tanpa melibatkan pihak berkompeten," tutur Efendy.

Ia melanjutkan, permintaan pengembalian atribut peribadatan karena pihaknya menilai hal ini berdampak pada suasana kebatinan, yakni selama berabad-abad beribadah di depan Dewa dilengkapi dengan altar dan berbagai atribut, namun kini media tersebut ditiadakan.

Menurutnya, umat yang beribadah di Kelenteng yang beralamatkan di Jalan Yos Sudarso dan berdiri sejak tahun 1905 itu, bahkan merasa doa dan keluh kesah mereka tidak sampai ke Dewa karena tidak adanya media.

Ia juga mengatakan bahwa dalam Kelenteng ini terdapat tujuh Dewa yang memiliki kelebihan masing-masing. Setiap Dewa biasanya dilengkapi sejumlah atribut berupa tempat dupa, tempat lilin, dan tempat untuk menaruh sesembahan dari umat.

"Namun sejak Juni 2020 semuanya telah berubah. Para Dewa sudah tidak lagi dilengkapi atribut seperti biasanya. Altar untuk sembahyang dan perlengkapan yang biasanya ada di dekat Dewa, kini tidak ada lagi. Hal inilah yang kami minta dikembalikan," ucap Efendy.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020