(16 Juli 2020) - Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan sudah memerintahkan Sekretaris Ditjen  SDA untuk melakukan pembahasan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi petunjuk teknis (Juknis) bagi pelaksanaan UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang disahkan DPR pada Oktober 2019 lalu. 

“PP (UU) SDA masih diproses dan dibahas di bagian hukum. Kan ada 4 itu PP-nya. Jadi sedang diproses,” ujarnya usai mendampingi Menteri PUPR  Basuki Hadimuljono untuk mengadakan Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (7/15).   

Dia menegaskan pembahasan PP itu belum melibatkan instansi lain, dan untuk sementara dibahasnya di tingkat Sesditjen SDA dulu. “Sesditjen yang saya minta dulu untuk membahasnya. Jadi ini masih intern dulu dan belum melibatkan istansi terkait lain,” tuturnya. 

Ditanya mengenai adanya 23 pasal yang akan diubah dari UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA pada RUU Cipta Kerja yang saat ini lagi dibahas di Baleg DPR RI,  Jarot mengatakan, “ Makanya ini sedang dibahas dulu di intern di bagian hukum kita,” katanya. 

Seperti diketahui , RUU Cipta Kerja akan berdampak terhadap perubahan 23 pasal dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Latar belakang perubahan UU Sumber Daya Air itu disebutkan karena belum menjadi acuan yang efektif dalam mengatur pembagian kewenangan Pemerintah/Pemda dalam mengelola potensi SDA. Selain itu, UU SDA juga dinilai belum mendefinisikan prioritas urutan pemanfaatan penggunaan sumber daya air, sehingga banyak menimbulkan multi-tafsir dalam implementasinya. 

Keterbatasan sumber air juga tidak jarang menimbulkan adanya pemihakan terhadap pilihan prioritas yang tidak/kurang ideal dalam menjamin implementasi hak rakyat atas Air untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari. 

Sementara tujuan perubahan itu disebutkan dalam RUU Cipta Kerja  untuk memberikan kepastian hukum atas kewenangan dan pengaturan prioritas pemenuhan air, termasuk mengatur ulang urutan prioritas penggunaan SDA. 

Di RUU Cipta Kerja, kewenangan urutan prioritas pemenuhan air diubah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat terlebih dulu, yang nantinya dapat didelegasikan kepada Pemda melalui PP.

Selain itu, RUU Cipta Kerja juga menghapus kewenangan Pemerintah Daerah. Namun, pendelegasian kewenangan Pemerintah Daerah akan diatur melalui Peraturan Pemerintah.   RUU Cipta Kerja ini juga akan mengatur ulang urutan prioritas penggunaan SDA.

Sebelumnya, Direktur Pengairan dan Irigasi Kementerian PPN/Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris, memperkirakan peraturan sebelumnya yaitu PP No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem penyediaan Air Minum tetap akan menjadi acuan bagi penyusunan PP dari UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA.  

“Ini kemungkinan isinya hampir sama dengan yang ada di peraturan terdahulu yang sudah berjalan baik. Yang mungkin berbeda hanya yang tidak diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi. Itu saya pikir yang terbarunya,” tuturnya.

Selain PP, dia juga memperkirakan akan ada juga Perpres. “Tapi paling tidak PP induknya harus dikeluarkan dulu,” ucapnya.

Industri sangat berharap Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk teknis UU No.17 Tahun 2019 tentang SDA ini dapat segera diselesaikan agar mereka memiliki kepastian usaha. Utamanya, terkait perijinan pengusahaan air yang hingga saat ini masih mengacu pada Surat Edaran Menteri PUPR dan Menteri ESDM. 

Beberapa daerah bahkan menolak mengeluarkan perpanjangan perijinan karena menganggap Surat Edaran yang dikeluarkan Menteri PUPR dan Menteri ESDM itu kurang kuat. (RLs/Ind/32*).

Pewarta: Siaran Pers Dirjen SDA Kementerian PUPR

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020