Bogor, (Antaranews Bogor) - Pengelolaan hutan berbasis masyarakat perlu pendampingan pemerintah melalui penyuluhan dan pengawasan agar kelestarian hutan tetap terjaga dan masyarakat mendapat manfaat ekonomi dari pengelolaannya.

Demikian disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Didik Suharjito, MS dalam diskusi stakeholder "Kajian Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat : Konsep dan Pembelajaran" yang diselenggarakan oleh Direktorat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB, di Bogor, Sabtu.

"Perlu pendampingan, karena masyarakat memiliki keterbatasan dalam pengelolaan hutan terutama dalam teknologi. Pemerintah harus hadir di tengah masyarakat memberikan penyuluhan, maupun pengawasan," kata Prof Didik.

Menurut Prof Didik, pengelolaan hutan berbasis masyarakat menempatkan masyarakat lokal sebagai pemeran atau aktor utama, mengingat ekosistem alam sangat kompleks dan beraneka ragam.

Pembangunan hutan berbasis masyarakat harus berpusat pada manusia, masyarakat memiliki kapasitas pengetahuan, kelembagaan lokal dan tanggung jawab, tetapi juga memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi.

"Konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat mengelola hutan secara lestari," katanya.

Menurut dia, pengelolaan hutan dapat dilakukan oleh masyarakat dapat pula dilakukan oleh perusahaan dilihat dari cara memandangnya.

Untuk produktivitas, pengelolaan hutan oleh perusahaan dapat dilakukan karena memiliki teknologi sehingga pengelolaan lebih produktif.

"Kalau dikelola oleh masyarakat yang kurang teknologi, jadi kurang intensif, secara produktif lebih rendah," kata Prof Didik.

Akan tetapi, dia melanjutkan, dari aspek perekonomian dan lingkungan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat tidak dapat diserahkan masyarakat secara sepenuhnya, karena kehutanan memiliki konflik tinggi yang akarnya dari adat.

Perambahan dan membuka kawasan secara ilegal merupakan sebagai dorongan kecemburuan sosial berasal dari masyarakat tetapi bukan dari masyarakat lokal, yakni masyarakat pendatang.

"Untuk menghilangkan konflik itu, makanya perusahaan atau pengelola hutan perlu bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengamankan lahan hutannya," kata Prof Didik.

Terkait penyataan Presiden Joko Widodo agar pengelolaan hutan diserahkan kepada masyarakat karena selama dikelola perusahaan hutan menjadi tidak lestari. Menurut dia pernyataan tersebut bisa saja dilaksanakan tetapi tidak untuk jangka pendek saat ini.

"Setidaknya siapkan dahulu perusahaan seperti Perhutani mengelola hutan secara baik dan benar, sejalan dengan itu dapat dijadikan contoh agar ke depan saat masyarakat masuk mereka bisa mengadopsi keberhasilan pengelolaan hutan yang baik," kata Prof Didik.

Menurut dia lagi, menyiapkan perusahaan yang memiliki kemampuan mengelola hutan dengan baik justru akan menjadi peluang untuk pergerakan ekonomi di masyarakat.

"Jadi secara bertahap setelah dikelola oleh perusahaan dialihkan ke masyarakat, nantinya meneruskan apa yang sudah dijalankan oleh perusahaan, dan industri bergerak di sektor hilir, serta pangsa pasar," katanya.

Ada sekitar 600.000 hektare lahan hutan yang berpotensi dikelola oleh masyarakat. Namun belum semuanya terealisasi.

Direktur KSKP IPB, Dr Dodik Ridho Nurohmat menambahkan, perlu ada pemetaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat agar lebih teroganisir sehingga kelemahan-kelemahan yang ada di masyarakat dapat ditindaklanjuti.

Ia menambahkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini merupakan sistem pengelolaan kolaborasi antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa dalam memanfaatkan sumber daya hutan.

Sistem pengelolaan ini diimplementasikan dengan pertimbangan agar pengelolaan sumber daya hutan dapat berlangsung adil, demokratis, efisien dan profesional sehingga dapat mempertahankan fungsi hutan dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

"Pengelolaan hutan berbasis masyarakat sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun, masyarakat terlibat aktif dalam praktik pengelolaan hutan. Perlu ada pengembangan maupun perbaikan sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan konsep , peluang, tantangan, maupun hasil pembelajaran dari lapangan," kata Dodik.

Kajian ini berupa "stakeholder discussion" menghadirkan narasumber yang terdiri dari kalangan akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah terkait.

Hadir sebagai pembicara diantaranya dari Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, LSM dari RMI-The Indonesian Institute for Forest and Environment dan World Agroforestry.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014