Jakarta, (Antaranews) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Universitas Pancasila (UP) berkerja sama dengan Universitas Pancasila untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tungga Ika.
Kepala Pusat Kajian Setjen MPR, Ma`ruf Cahyono, di Jakarta, mengatakan sosialisasi membicarakan hal-hal yang fundamental. Kerja sama sosialisasi dengan metode focus group discussion. Kegiatan serupa telah diselenggarakan di berbagai daerah dan lembaga.
Ia mengatakan sosialisasi ini untuk memasyaratkan Pancasila, Ketetapan MPR, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu juga melakukan kajian sistem ketatanegaraan, dan penyerapan aspirasi dari masyarakat untuk memperkuat sistem tata negara. "Ini merupakan tugas baru yang diamanatkan kepada MPR," ujarnya.
Untuk itu ia meminta dukungan kepada semua pihak dalam menyerap dan menjalankan tugas-tugas konstitusi tersebut.
Sementara itu Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono merasa senang diberi kepercayaan MPR untuk melaksanakan sosialisasi di perguruan tingginya. Ia berharap hasil diskusi bisa memberi masukan dalam menyempurnakan sistem tata negara.
"Universitas Pancasila telah beberapa kali diberi kesempatan untuk melakukan acara seperti ini," ungkapnya.
Dikatakannya mengupas sistem tata negara Indonesia tidak mudah. Ketidakmudahan terjadi sebab di satu sisi UUD telah memilih sistem presidensial dengan salah satu perwujudannya adanya pemilu presiden.
Namun di sisi yang lain katanya demokrasi kita multipartai. Akibat yang demikian menimbulkan ketidaklancaran hubungan. "Bahkan apabila timbul kepentingan yang menguat di masing-masing pihak akan menyebabkan terjadinya deadlock konstitutional," katanya.
Wahono menyiasati dalam masalah ini adalah perlu adanya penataan dan penyerderhanaan partai, perubahan sistem politik, dan etika politik yang adil, bermartabat, serta demi kepentingan bangsa.
Sedangkan Wakil Ketua MPR, EE Mangindaan mengatakan sistem konstitusi kita menganut sistem presidensial namun juga menganut sistem multi partai. Diakui bahwa sistem presidensial masih agak sulit diterapkan dan belum efektif sehingga sering terjadi instabilitas.
"Ini berpengaruh pada bidang lainnya," ujarnya.
Dikatakannya untuk itu perlu mengajak kepada semua untuk mengorganizer demokrasi yang ada secara berkelanjutan. Dalam konsolidasi demokrasi dituntut adanya etika politik yang kuat.
"Semua sistem politik cepat atau lambat akan menyebabkan krisis. Etika politik yang tertanam kuat akan menolong demokrasi," katanya. ?
Etika politik inilah yang menurut Mangindaan menyebabkan suasana menjadi harmonis. Etika mengandung misi dan diwujudkan dalam sikap bertatakrama yang toleransi, tidak berpura-pura, tak arogan, dan tidak melakukan kebohongan publik.
"MPR mamandang etika politik mutlak diterapkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014
Kepala Pusat Kajian Setjen MPR, Ma`ruf Cahyono, di Jakarta, mengatakan sosialisasi membicarakan hal-hal yang fundamental. Kerja sama sosialisasi dengan metode focus group discussion. Kegiatan serupa telah diselenggarakan di berbagai daerah dan lembaga.
Ia mengatakan sosialisasi ini untuk memasyaratkan Pancasila, Ketetapan MPR, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu juga melakukan kajian sistem ketatanegaraan, dan penyerapan aspirasi dari masyarakat untuk memperkuat sistem tata negara. "Ini merupakan tugas baru yang diamanatkan kepada MPR," ujarnya.
Untuk itu ia meminta dukungan kepada semua pihak dalam menyerap dan menjalankan tugas-tugas konstitusi tersebut.
Sementara itu Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono merasa senang diberi kepercayaan MPR untuk melaksanakan sosialisasi di perguruan tingginya. Ia berharap hasil diskusi bisa memberi masukan dalam menyempurnakan sistem tata negara.
"Universitas Pancasila telah beberapa kali diberi kesempatan untuk melakukan acara seperti ini," ungkapnya.
Dikatakannya mengupas sistem tata negara Indonesia tidak mudah. Ketidakmudahan terjadi sebab di satu sisi UUD telah memilih sistem presidensial dengan salah satu perwujudannya adanya pemilu presiden.
Namun di sisi yang lain katanya demokrasi kita multipartai. Akibat yang demikian menimbulkan ketidaklancaran hubungan. "Bahkan apabila timbul kepentingan yang menguat di masing-masing pihak akan menyebabkan terjadinya deadlock konstitutional," katanya.
Wahono menyiasati dalam masalah ini adalah perlu adanya penataan dan penyerderhanaan partai, perubahan sistem politik, dan etika politik yang adil, bermartabat, serta demi kepentingan bangsa.
Sedangkan Wakil Ketua MPR, EE Mangindaan mengatakan sistem konstitusi kita menganut sistem presidensial namun juga menganut sistem multi partai. Diakui bahwa sistem presidensial masih agak sulit diterapkan dan belum efektif sehingga sering terjadi instabilitas.
"Ini berpengaruh pada bidang lainnya," ujarnya.
Dikatakannya untuk itu perlu mengajak kepada semua untuk mengorganizer demokrasi yang ada secara berkelanjutan. Dalam konsolidasi demokrasi dituntut adanya etika politik yang kuat.
"Semua sistem politik cepat atau lambat akan menyebabkan krisis. Etika politik yang tertanam kuat akan menolong demokrasi," katanya. ?
Etika politik inilah yang menurut Mangindaan menyebabkan suasana menjadi harmonis. Etika mengandung misi dan diwujudkan dalam sikap bertatakrama yang toleransi, tidak berpura-pura, tak arogan, dan tidak melakukan kebohongan publik.
"MPR mamandang etika politik mutlak diterapkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014