Jakarta,(Antaranews Bogor)- Dalam dua pekan terakhir Arbi terpaksa
bolak-balik ke kantor catatan sipil untuk mengurus kartu
keluarga  sebagai salah satu kelengkapan membuat paspor.

Pada awalnya ia telah memiliki kartu keluarga berwarna putih,
namun petugas kantor Imigrasi menolak karena kartu keluarga yang
menjadi syarat kelengkapan harus berwarna biru dan memiliki
lambang burung garuda.

Saat di kantor catatan sipil pegawai setempat mengatakan untuk
pembuatan kartu keluarga harus mengisi formulir F1 yang
disediakan di kantor camat.

Ia bergegas menuju kantor camat meminta formulir F1 dan langsung
mengisi data-data yang diminta. Usai mengisi formulir F1 Arbi
menyerahkan kepada petugas kantor camat untuk ditandatangan oleh
camat, namun menurut petugas tidak perlu dan langsung ke kantor
catatan sipil.

Setiba di kantor catatan sipil ia menyerahkan formulir F1 yang
diperoleh dari kantor camat. Tiba-tiba petugas bertanya mengapa
formulir F1 tidak ditandatangan camat.

Spontan Arbi menjelaskan apa yang terjadi di kantor camat.
Mendengar keterangan Arbi petugas membantah dan mengatakan
formuir F1 harus ditandatangan camat.

Merasa 'dioper ' ke sana ke mari akibat tidak jelasnya prosedur
ia merasa kesal, namun tak bisa berbuat banyak karena dalam
posisi membutuhkan sehingga terpaksa menuruti semua syarat itu.

Lebih mengejutkan ternyata untuk membuat kartu keluarga butuh
waktu lima hari, sementara ia butuh cepat untuk paspor.

"Heran mengapa lama sekali, tinggal memasukan data yang sudah
diisi dicetak kemudian tanda tangan camat, mengapa harus lima
hari, kalau dikerjakan sekarang 15 menit juga selesai" keluhnya.

Sementara Riri, warga lainnya juga kesulitan mengambil gaji dari
kantor menggunakan ATM karena masa berlaku kartu telah habis.

Untuk memperpanjang ATM petugas bank minta foto copy kartu tanda
penduduk dan ternyata masa berlaku KTP-nya habis.

Ia mendatangi kantor lurah untuk membuat KTP baru dan petugas
mengatakan baru selesai satu bulan karena blangko sedang kosong.

Riri merasa heran mengapa untuk mengurus KTP saja harus memakan
waktu satu bulan. Setelah mengisi data dan syarat yang dibutuhkan
bulan berikutnya ia segera ke kantor lurah untuk mengambil KTP.

Ternyata KTP belum selesai dan petugas mengatakan blangko belum
tersedia dan tidak dapat memberikan kepastikan kapan KTP akan
selesai.

Dua pengalaman tersebut memperpanjang rentetan panjang fenomena
ketika masyarakat hendak berurusan dengan birokrasi akan
menghadapi proses panjang, rumit berbeli-belit dan butuh waktu
lama.

Hal ini tidak hanya menyusahkan masyarakat namun juga menyebabkan
ekonomi biaya tinggi karena untuk mengurus surat-surat butuh
proses dan prosedur yang panjang.

Menjawab keluhan tersebut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan
sudah saatnya era birokrasi priyayi atau lebih suka dilayani
ketimbang melayani berakhir.

"Sudah saatnya birokrasi pemerintahan mengedepankan prinsip
merakyat dan melayani dimana para birokrat bukan minta dilayani
tapi harus melayani, bukan dihormati tapi menghormati," katanya.

Menurut politisi Partai Hanura itu, saat ini merupakan era baru
dimana para birokrat harus dituntut menjemput bola dan rajin
turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya.

"Sudah saatnya model-model kepemimpinan yang merakyat, merespons
cepat persoalan serta memangkas rantai birokrasi yang panjang
diberlakukan," katanya.
Yuddy mengakui masih banyak mendapat laporan birokrasi saat ini kurang
melayani, tidak ramah, berbelit-belit sehingga menyebabkan iklim
investasi tidak kondusif.

Oleh sebab itu era revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko
Widodo merupakan momentum untuk melakukan reformasi birokrasi,
katanya.

Ia mengatakan rumitnya birokrasi menyebabkan pandangan yang tidak
baik di masyarakat kepada pemerintah dan ke depan sedapat mungkin
tidak ada lagi keluhan masyarakat dan kepada pegawai dituntut
agar dapat bekerja dan melayani dengan baik.

Yuddy mengatakan salah satu amanat yang diberikan Presiden Joko
Widodo kepadanya adalah mempercepat reformasi birokrasi di Tanah
Air.

Deputi Pelayanan Publik Kemenpan-RB  Mirawati Sudjono mengajak
masyarakat untuk melaporkan pelayanan publik bermasalah yang
dilakukan instansi pemerintah sebagai upaya perbaikan.

"Kadang masyarakat terlalu pemaaf ketika menerima pelayanan
publik yang jelek tidak mau melaporkan, padahal itu perlu
dilakukan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan," kata dia.

Menurut Mirawati, kecenderungan yang terjadi masyarakat tidak
mengadu ketika memperoleh layanan publik yang tidak memuaskan
disebabkan tidak ada akses hendak melapor kemana sehingga
akhirnya dibiarkan saja.

"Untuk mengantisipasi tidak adanya sarana pengaduan, Kemenpan-RB
telah mengeluarkan Peraturan Menpan-RB no 24 tahun 2014 yang
mewajibkan instansi pemerintah harus menyediakan layanan
pengaduan," katanya.

Ia mengatakan jika pelayanan publik tidak baik jangan dibiarkan
saja dan harus terus diperbaiki dimana salah satu sarananya
adalah layanan pengaduan.

Bukan berarti ketika pengaduan banyak pertanda layanan yang
diberikan tidak baik, justru ketika banyak laporan merupakan
momentum memperbaiki pelayanan, kata dia.

Ia mengingatkan penyelenggara layanan publik jangan merasa benar
sendiri dan tidak mau menerima masukan karena yang mengukur
kualitas pelayanan adalah masyarakat yang dilayani.

Kemudian jika layanan pengaduan sudah disediakan maka yang lebih
penting adalah menindaklanjuti dengan cepat setiap pengaduan yang
masuk, kata dia.

Selain ajakan untuk melaporkan Mirawati mengatakan semua instansi
pemerintah yang menyediakan pelayanan publik harus memiliki
layanan pengaduan.

"Berdasarkan Peraturan Menpan-RB no 24 tahun 2014 tentang Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Publik instansi pemerintah wajib
menyediakan layanan pengaduan  untuk mengetahui tingkat kepuasan
masyarakat," kata Mirawati.

Menurut dia ada pandangan yang harus diluruskan terkait layanan
pengaduan dimana jika ada banyak laporan itu pertanda pelayanan
yang diberikan jelek.

"Jika pengaduan banyak, itu semakin baik karena pengelola dapat
melakukan evaluasi terhadap kekurangan yang ada," kata dia.

Justru, lanjutnya, jika tidak ada pengaduan perlu dipertanyakan
apakah pelayanan yang diberikan sudah baik dan memuaskan.

Mirawati mengatakan jika layanan pengaduan sudah disediakan maka
yang lebih penting adalah menindaklanjuti dengan cepat setiap
pengaduan yang masuk.

Jangan sampai masyarakat sudah melapor tapi tidak pernah
ditanggapi oleh instansi berwenang sehingga merasa laporan yang
disampaikan hanya akan sia-sia, kata dia.


Pelayanan Prima

Kemenpan-RB juga mendorong seluruh aparatur pemerintah memberikan
pelayanan prima kepada publik karena pada akhirnya akan melahirkan
masyarakat yang sejahtera.

Pelayanan prima artinya cepat, mudah, dan memiliki prosedur yang
jelas sehingga masyarakat menjadi puas dalam menyelesaikan
urusannya, kata Mirawati.

Menurut Mirawati, langkah pertama yang harus dipenuhi dalam
memberikan pelayanan prima adalah adanya standar operasional
prosedur yang jelas.

Kalau tidak ada standar operasional prosedur yang jelas, lanjut
dia, maka selain aparatur pemerintah yang memberikan pelayanan
akan kewalahan, masyarakat juga  bingung dalam menyelesaikan
urusannya.

"Jadi setiap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus
memiliki mekanisme dan aturan yang jelas baik dari segi tahap
maupun persyaratan," kata dia.

Ia mengatakan mekanisme dan aturan tersebut harus tertera dengan
jelas dan mudah diketahui oleh masyarakat yang hendak
menyelesaikan urusan.

Jika ada waktu yang dibutuhkan dalam mengeluarkan suatu izin,
maka harus pasti dan jelas berapa lama dan tidak boleh terlalu
lama, kata dia.

Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pelayanan
harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dimana jika memang
diperlukan saat hari libur pun harus tetap melayani.

Sementara Deputi Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan
Pengawasan Kemenpan-RB Muhammad Yusuf Ateh mendorong instansi
pemerintah menerapkan zona integritas sebagai upaya menciptakan
birokrasi yang transparan serta pelayanan publik yang efektif.

"Zona integritas merupakan konsep pelayanan yang transparan dan
efektif dengan menggunakan sistem yang modern dan terukur," kata
dia.

Menurut Muhammad Yusuf zona integritas merupakan wilayah bebas
dari korupsi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Ia menyebutkan saat ini sudah ada 216 instansi yang menerapkan
zona integritas dan bagi lembaga lain dapat belajar kepada yang
telah menerapkan.

Muhammad Yusuf mengatakan penerapan zona integritas akan
melahirkan pelayanan publik yang berkualitas sehingga mendorong
iklim investasi yang kondusif.

Ketika pelayanan publik dalam mengurus izin berusaha mudah akan
mendorong lebih banyak orang untuk terjun di dunia usaha sehingga
pada akhirnya iklim investasi semakin positif, kata dia.

Pewarta: Ikhwan Wahyudi

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014