Komunitas pegiat penyelamatan Ciliwung mendeklarasikan tanggal 11 November sebagai Hari Ciliwung dan momen itu menjadi salah satu ajang kampanye penyelamatan sungai.

"Dijadikannya Hari Ciliwung pada tanggal 11 November ini diawali dengan penemuan dua ekor kura-kura bulus pada tanggal dan bulan yang sama tahun 2011. Ini menjadi semangat kami bahwa masih ada ekosistem endemik Ciliwung yang perlu dijaga kelangsungan hidupnya," kata Koordinator Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak Dr Ernan Rustiadi.

Ia menjelaskan, Hari Ciliwung menjadi ajang kampanye para pegiat penyelamatan kawasan sungai yang melintas wilayah Puncak, Depok dan Jakarta yang terus mengalami degradasi kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat sampah dan limbah industri.

Menurut dia, peringatan Hari Ciliwung kali ini diisi dengan berbagai kegiatan yang melibatkan sejumlah pihak, baik masyarakat maupun komunitas pegiat Sungai Ciliwung dan kalangan pemerintah.

Acara peringatan Hari Ciliwung kali ini telah dimulai sejak 8 November dengan melakukan serangkaian aksi nyata seperti membersihkan gunungan sampah di Sungai Citamiang di Desa Tugu Utara, kemah di pinggir sungai, memulung bersama, workshop pembuatan tas daur ulang, lomba kreativitas daur ulang, nonton film konservasi, penampilan teater dan curhat Ciliwung.

Puncak peringatan Hari Ciliwung 11 November juga diisi beragam kegiatan di antaranya pameran foto, poster dan potensi lokal.

Jalan di kebun teh menyusuri Sungai Cisampay di Blok C, deklarasi Sungai Cisampay sebagai hulu Cilwiung bebas sampah, dan diskusi publik.

"Dalam diskusi ini kami mengundang sejumlah pihak di antaranya Plt Bupati Bogor, Wali Kota Bogor, Wali Kota Depok, Rektor IPB, Kepala TNGGP, Kepala BKSDA Jawa Barat, Direktur Utama PTPN VIII, Direksi Perhutani dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Ernan.

Acara diskusi ini dilangsungkan di Gunung Mas Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Ernan mengatakan, kehadiran sejumlah pihak nantinya diharapkan komitmennya dalam mendukung upaya penyelamatan Sungai Ciliwung, melalui diskusi dan deklarasi yang dilaksanakan.

Menurut dia, kawasan Puncak merupakan daerah hulu Sungai Ciliwung yang masih memiliki sekelumit persoalan.

Persoalan yang dihadapi oleh wilayah tersebut telah berlangsung lama dan multidimensi, seperti sampah yang tidak terangkut hingga mengalir ke sungai, pelanggaran tata ruang serta mafia tanah dan perizinan.

"Kita sudah terlalu banyak wacana, sudah saatnya melakukan aksi nyata yang mendasar yang diharapkan menyelesaikan akar permasalahan. Permasalahan itu mulai dari hulu yakni Puncak," kata Ernan.

Dengan membentuk Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak, lanjut Ernan, berbagai aksi nyata telah dilakukan mulai dari sara sehan padan bulan April lalu, disusul dengan kampanye memulung sampah di Sungai Ciliwung.

Ernan mengungkapkan, dari hasil mulung sampah tersebut diketahui 30 persen sampah yang dihasilkan dan dikumpulkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sedangkan sisanya 70 persen menyebar dimana-mana di tepian sungai dan tidak terangkut atau terjangkau oleh DKP.

"Catatan kami ada sekitar 41 titik gunungan sampah yang tersebar di dua desa yakni Tugu Selatan dan Utara. Salah satunya di Kampung Cibulao, tumpukan sampah yang menggunung sudah ada sejak 28 tahun," katanya.

Sampah-sampah ini dihasilkan tidak hanya dari masyarakat tetapi juga perusahaan-perusahan perkebunan dan pehutani serta aktivitas pariwisata baik turis, maupun kegiatan kemah dan pesepeda yang mengatasnamakan cinta lingkungan tapi tidak peduli dengan sampah.

Ernan mengatakan, mulung sampah yang dilakukan oleh pihaknya secara rutin sejak enam bulan terakhir bertujuan untuk mengampanyekan ke masyarakat, dengan mengubah perilaku agar tidak membuang sampah ke sungai.

Demikian juga dengan kemah pinggir sungai yang dilakukan oleh Konsorsium juga mengkampanyekan agar kegiatan kemah tidak meninggalkan sampah.

"Kampanye dilakukan dengan membawa pulang sampah yang dihasilkan selama berkemah, sedangkan sampah organik kita kelola dengan membuat lubang biopori," kata Ernan.

Ernan menambahkan, dalam pembuatan biopori pihaknya juga mengampanyekan pembuatan lubang biopori yang benar, karena selama ini banyak gerakan serupa dilakukan tetapi hanya sekedar membuat lubang tanpa diiringi dengan perawatan.

"Lubang biopori tidak sekedar buat lubang dibor, tetapi bagaimana nantinya cacing atau organisme tanah membuat lubang kapiler kecil sehingga rongga bor mengalirkan air tanah secara meluas, supaya organisme tanah dapat hidup lubang-lubang diberi makan. Prinsisp penanganan biopori tidak sekedar membuat lubang lalu ditinggal tetapi ada pemeliharaan," kata Ernan.

Sementara itu, Ketua Komunitas Peduli Ciliwung (KP) Bogor, Een Irawan Putra menyebutkan Hari Ciliwung telah rutin diperinggati selama tiga tahun berturut-turut mulai dari 2012 deklarasi pertama.

Ia mengatakan, tahun pertama dilaksanakan di Bojonggede, sedangkan tahun kedua (2013) berpusat di Condet, Jakarta.

"Untuk tahun 2014 peringatan Hari Ciliwung dilakukan serentak di tiga titik yakni Puncak, Bojonggede dan Condet," kata Een.

Een menambahkan, kegiatan Hari Ciliwung mendapat dukungan banyak pihak baik kalangan akademisi, komunitas, pemerintah daerah hingga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasinya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan apresiasinya melalui stafnya yang disampaikan lewat pesan singkat.

"Bu Menteri memberikan apresiasi yang tinggi pada aktivitas komunitas Ciliwung. Ia mengatakan, DAS Ciliwung merupakan daerah aliran sungai yang kritis dan menjadi super prioritas Kemenlinghut dalam mengatasi ancaman banjir terutama di hulu DAS Ciliwung," kata Een membacakan pesan singkat dari Menteri.

Peringatan Hari Ciliwung kali ini mengangkat tema ""Sinergi Penyelamatan Ciliwung Bergerak dari Hulu".

Hari Ciliwung ini juga mengusung Sunggawangan atau kura-kura bulus (Chitra chitras javanensis) sebagai maskotnya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014