Presiden Suriah Bashar al Assad memberhentikan Perdana Menteri Imad Khamis dari jabatannya pada Kamis, demikian media pemerintah memberitakan tanpa menjelaskan alasan keputusan yang tiba-tiba di tengah situasi ekonomi negara yang sedang sulit.

Berita tersebut merujuk pada informasi yang termuat dalam keputusan presiden--yang menyebut Menteri Sumber Daya Air Hussein Arnous (67) direncanakan menjadi pengganti Khamis.

Arnous sebelumnya sempat menjabat di beberapa pos pemerintahan yang berbeda, antara lain sebagai gubernur provinsi Deir Zor dekat perbatasan dengan Irak, juga provinsi Quneitra di wilayah selatan.

Baca juga: Prihatin, Lebih dari 700 jurnalis warga tewas di SuriahSaat ini Suriah tengah mengalami gejolak krisis ekonomi, dengan nilai tukar mata uang yang merosot dalam beberapa hari terakhir sehingga lebih menyulitkan bagi masyarakat yang sehari-hari mesti berhadapan dengan situasi peperangan.

Sepanjang tahun 2019 saja, misalnya, Pound Suriah telah kehilangan lebih dari 80% nilainya, di tengah sanksi ekonomi dari AS dan Eropa serta pengaruh krisis keuangan di Lebanon.

Baca juga: Gencatan senjata di Idlib Suriah "aman waspada"

Pemerintah Suriah menyalahkan sanksi-sanksi tersebut yang menyebabkan kesulitan semacam itu terjadi--di mana masyarakat sulit membeli makanan dan kebutuhan dasar karena harga yang melonjak.

Sanksi lebih ketat dari AS yang disahkan pada Desember 2019 dan dikenal sebagai Caesar Act itu memberikan dampak secara langsung mulai bulan ini. Pakar ekonomi dan politisi menyebut hal tersebut akan lebih lagi menjerat pemerintahan Assad.

Baca juga: Bom mobil meledak, empat tewas di perbatasan Suriah, Turki

Dalam situasi sulit saat ini, ratusan masyarakat turun ke jalan di Kota Sweida pada pekan ini untuk berunjuk rasa terkait situasi yang memburuk dan menuntut presiden agar mundur.

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Suwanti

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020