Denpasar, Bali (ANTARA) - Dewan Pimpinan Unit Bidang Angkutan Sewa Khusus (ASK) Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali menyebut tidak adil soal usulan untuk sopir angkutan pariwisata dan transportasi daring wajib memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Bali, karena rawan menimbulkan permasalahan.
"Jika aturan ini sampai gol, itu berpotensi menimbulkan perpecahan dan ini tidak berdasarkan asas keadilan," kata Ketua DPU Bidang ASK DPD Organda Bali Aryanto dalam keterangan tertulis di Denpasar, Bali, Minggu.
Organda Bali akan melakukan gugatan (class action) apabila wacana tersebut terealisasi dalam regulasi yang akan diterbitkan pemerintah daerah.
Permasalahan sistem transportasi dan kemacetan yang terjadi di titik tertentu utamanya di Bali selatan, tidak bisa hanya dibebankan karena keberadaan taksi daring.
Oknum sopir pariwisata nondaring di Pulau Dewata beroperasi menggunakan mobil dengan pelat hitam dan tanpa dilengkapi izin.
Aryanto memperkirakan ada penyalahgunaan izin dari armada yang digunakan oknum sopir pariwisata nondaring itu menggunakan izin angkutan sewa khusus atau daring (online).
Ia pun menyayangkan transportasi daring dinilai sebagai masalah macet karena tidak didasari data dan kajian.
Sebelumnya, sejumlah sopir pariwisata di Pulau Dewata yang mengatasnamakan Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali mengusulkan enam hal kepada DPRD Bali termasuk salah satunya mewajibkan sopir pariwisata dan transportasi online memiliki KTP Bali.
Baca juga: Organda minta Pemkab Bekasi dan pengusaha diskusikan rute BisKita