Bogor, (Antaranews Bogor) - Indonesia hingga 2014 telah menghasilkan 1.740.699 hektare hutan tanaman yang tersertifikasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).

"Memang jalan menuju pengelolaan hutan lestari masih panjang namun setidaknya dengan tersertifikasinya hutan tanaman berarti sebanyak 1.740.699 hektare, maka hutan tanaman sudah menerapkan prinsip kelestarian," kata Ketua Majelis Perwalian Anggota Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) Agus Setyarso di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

LEI adalah organisasi berbasiskan konstituen yang mempunyai misi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari di Indonesia.

Lembaga itu menyelenggarakan Kongres ke-3 yang berlangsung 9-11 Oktober 2014 di Bogor.

Ia menegaskan bahwa dalam penerapan prinsiip kelestarian itu di antaranya tidak mengkonversi hutan alam.

"Dan itu merupakan langkah yang benar menuju kelestarian hutan," tambahnya.

Ia menyatakan bahwa deforestasi masih merupakan isu kehutanan yang besar di Indonesia.

Data Kementerian Kehutanan 2012 menyatakan tingginya laju deforestasi di Indonesia telah mencapai angka sekitar 450.000 hektare setiap tahun, yang disebabkan oleh kebakaran hutan, alih fungsi lahan hutan dan pembalakan liar (illegal logging).

Berbagai cara diusahakan oleh para pelaku industri kehutanan di Indonesia untuk menanggulangi dan mencegah deforestasi ini, salah satunya melalui penerapan sertifikasi hutan, baik yang bersifat wajib seperti Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) dan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) maupun yang bersifat sukarela seperti yang diusung oleh LEI.

Sebagai salah satu standar pengelolaan hutan terdepan di Indonesia, katanya, LEI telah mengembangkan beberapa sistem sertifikasi ekolabel, di antaranya sertifikasi ekolabel untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML), sertifikasi ekolabel untuk pengelolaan hutan tanaman lestari (PHTL), sertifikasi ekolabel untuk pengelolaan hutan alam produksi lestari (PHAPL) dan sertifikasi lacak balak untuk penelusuran asal usul kayu.

Dikemukakannya bahwa seluruh sertifikasi itu mendukung pelaksanaan pengelolaan hutan lestari dan legalitas sumber kayu.

Logo sertifikasi lacak balak LEI, katanya, banyak digunakan oleh pelaku industri kehutanan Indonesia untuk membangun kepercayaan pembeli akan legalitas asal usul kayu dan produk yang dikelola secara lestari.



Pasar internasional

Agus Setyarso mengatakan salah satu keunggulan Sertifikasi LEI adalah pemegang sertifikasi berpeluang tinggi untuk memasuki pasar internasional dikarenakan permintaan atas produk yang dikelola dari sumber yang lestari di pasar dunia.

"Salah satu negara yang membutuhkan sertifikasi LEI adalah Jepang," katanya.

Ia menambahkan LEI juga telah merevisi sistem sertifikasi LEI untuk pengelolaan hutan tanaman lestari (PHTL LEI).

Revisi sistem sertifikasi untuk hutan tanaman, katanya, dilakukan agar kredibilitas sistem semakin baik.

Dalam sistem sertifikasi PHTL LEI yang baru direvisi itu, kata dia, hutan tanaman yang layak disertifikasi adalah hutan tanaman yang dapat membuktikan tidak melakukan konversi hutan alam.

"Dengan adanya ketentuan terbaru ini, pengelola hutan tanaman yang tidak mengkonversi hutan alam mendapatkan insentif dan pengakuan dunia atas upayanya melestarikan hutan," katanya.

Revisi sistem sertifikasi ekolabel untuk hutan tanaman tersebut, katanya, akan disahkan dalam Kongres LEI ke-3 itu.

Menurut dia sertifikasi LEI ditargetkan dapat dimanfaatkan sebagai "market assurance" (kepastian pasar) dalam merespon permintaan global mengenai produk-produk berbasis kayu yang ramah lingkungan dan dikelola secara lestari.

Sementara itu, Managing Director Sustainability & Stakeholder Engagement Asia Pulp & Paper Group (APP)

Aida Greenbury menjelaskan PT Wirakarya Sakti, salah satu pemasok kayu pulp untuk perusahaan itu merupakan pengelola hutan tanaman dengan lahan tersertifikasi PHTL LEI yang terluas di Indonesia, yakni seluas hampir 300.000 hektare di Provinsi Jambi.

Selain sertifikasi PHTL LEI yang dimiliki para pemasok kayu pulpnya, APP sendiri memiliki lima fasilitas produksi yang tersertifikasi lacak balak LEI sejak tahun 2009.

Hal itu, kata dia, guna memastikan bahwa bahan baku yang digunakan berasal dari sumber yang dikelola secara lestari.

Ia menyatakan pihaknya telah mendukung pengembangan sistem sertifikasi LEI sejak awal masa didirikannya LEI, untuk mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari di Indonesia, yang bersesuaian dengan hukum dan peraturan nasional.

Revisi baru dalam standar PHTL LEI ini juga selaras dengan komitmen kebijakan konservasi hutan pihaknya dalam meniadakan konversi hutan alam dalam seluruh rantai pasokan perusahaan itu.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014