Jakarta, (Antaranews Bogor) - Pusat Kajian Trisakti (Pusaka Trisakti) memberikan apresiasi atas keputusan Susilo Bambang Yudhoyono melalui Partai Demokrat untuk tetap mempertahankan pilkada langsung untuk memilih gubernur, bupati/wali kota.

"Ini merupakan cermin sikap pemimpin yang tidak mau mengkhianati agenda reformasi yang sudah disusun dan disepakati `stakeholders` bangsa untuk membangun masyarakat lebih demokratis dibanding era masa lalu," kata Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi, di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan keputusan Yudhoyono dan Partai Demokrat mendukung pilkada langsung bukanlah kemenangan koalisi pendukung Jokowi-JK atas Koalisi Merah Putih (KMP), tapi bermakna lebih dari itu sebagai kemenangan agenda reformasi dan harapan rakyat diatas "kepicikan dan dendam politik" yang tak rasional pasca pilpres.

Fahmi mengatakan bagi kaum muda yang merasakan denyut reformasi 98 terkejut dengan pernyataan Amien Rais yang menyesal mendukung pilkada langsung. Fahmi ingat ucapan Amien Rais tahun 1998 dalam sebuah diskusi mengatakan pasca Soeharto lengser kita akan melihat bupati, gubernur hingga presiden lahir dari aspirasi rakyat langsung.

"Yudhoyono ternyata lebih reformis dibanding Amien Rais. Pernyataan Amien Rais yang terjebak dalam kegalauan sendiri itu telah menggugurkan predikatnya sebagai tokoh reformasi sekaligus mendegradasi PAN sebagai partai yang konsisten mendukung agenda reformasi secara sepenuh hati," ujarnya.

Keputusan Hatta Rajasa kelak diparlemen akan menentukan apakah tetap "muridnya" Amien Rais atau menjadi "anak yang durhaka" terhadap agenda reformasi dan harapan publik yang telah memberikan kesempatan untuk tampil di pentas nasional.

"Seharusnya Pak Hatta terimalah realita sejarah dan jangan terbawa dendam politik yang tak berkesudahan. Bergabunglah dengan Yudhoyono dalam komunitas democracy lovers," katanya. Sebelumnya Minggu (14/9) Ketua Pusaka Trisakti Rian Andi melontarkan pernyataan bahwa jika pada akhirnya Yudhoyono selaku ketua partai Demokrat juga ikut-ikutan mendukung penghapusan pilkada langsung, akan diartikan publik sebagai sikap politik Yudhoyono yang meningalkan jejak kelam dan titik hitam demokrasi diujung karier politiknya selain jejak kelam permasalahan korupsi yang menimpa kader-kadernya.

Presiden Yudhoyono pun merespon dan tidak terima disebut sebagai penghianat demokrasi. Ia tidak paham alasan sebagian kalangan yang mendorong isu RUU Pilkada kepada dirinya.

"Tidak tepat dan tidak relevan mengaitkan saya dengan adu kekuatan di parlemen. Kecuali ini bukan UU, misalnya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, yang nyata-nyata tidak tepat, saya bisa dikatakan mengkhianati demokrasi, atau meninggalkan titik hitam dalam demokrasi. Tapi ini UU, semua tau atauaran mainnya, dirumuskan DPR dan Pemerintah," ujar Yudhoyoni dalam wawancara khusus Youtube Minggu (14/9) malam.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014