Kepolisian Resor Kendari terpaksa membubarkan aksi demonstrasi belasan mahasiswa yang digelar di Kantor DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (23/3). Selain dibubarkan, mahasiswa yang berjumlah kurang lebih 12 orang itu diamankan ke mobil polisi, lalu dibawa keluar dari area kantor DPRD Sultra. Kepala Bagian Operasi Polres Kendari, AKP Adri Setiawan menjelaskan, pembubaran demonstrasi itu sesuai maklumat Kapolri, Jenderal Pol Idham Azis, tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran Virus Corona atau Covid-19 yang diterbitkan sejak Kamis (19/3). Dalam maklumat itu, kata Adri, juga dijelaskan bahwa warga dibatasi untuk beraktivitas yang sifatnya mengumpulkan massa, salah satu yang dibatasi adalah aksi demonstrasi.
Unjuk rasa para mahasiswa itu melakukan demonstrasi menuntut agar DPRD Provinsi Sultra segera menghentikan revisi Undang-Undang Omnibus Law. Mahasiswa juga mendesak Kapolda Sultra untuk segera menyelesaikan kasus penembakan dua orang mahasiswa Universitas Haluoleo (UHO) Kendari, Randi dan Yusuf Kardawi.
Sebelumnya, Minggu malam (22/2), Kepala Polda Sultra, Brigjen Merdisyam juga menegaskan bahwa dalam maklumat Kapolri ditegaskan warga untuk sementara dibatasi untuk melakukan kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa.
Terkhusus untuk aksi unjuk rasa, Merdi menegaskan bahwa kepolisian tidak akan memberikan izin. Jika ada warga yang memaksa melakukan, maka pihak kepolisian akan membubarkannya.
Polri secara masif melarang masyarakat berkumpul dengan jumlah banyak. Hal itu untuk mencegah penyebaran virus corona. Larangan tersebut berdasarkan maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis. Kadiv Humas Polri Irjen Pol M lqbal mengatakan, warga yang melarang petugas saat penertiban dapat dipidanakan. Pelaku akan dijerat 3 pasal sekaligus dengan masa hukuman maksimal 1 tahun penjara.
Berikut bunyi 3 pasal yang digunakan polisi dalam menjerat warga bandel yang melawan saat dibubarkan tersebut: pertama, Pasal 212 KUHP yakni barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kedua, Pasal 216 ayat (1) yakni Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Ketiga, Pasal 218 KUHP yakni Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Sementara itu, di media sosial beredar video sebuah drone sedang menembaki warga dengan kembang api. Drone itu disebut menembaki warga Malaysia yang tetap keluar selama lockdown pencegahan virus Corona. Dalam video yang dilihat detikcom pada Minggu (22/3), video itu menunjukkan sebuah drone yang menembaki warga dengan kembang api. Video tersebut diunggah di aplikasi TikTok dan diselipi suara seseorang dengan bahasa Melayu.
Video itu diselipi narasi bahwa kejadian ini terjadi di Malaysia. Tentara Malaysia disebut menembaki warga yang tetap keluar meskipun ada imbauan tetap di rumah karena wabah Corona. Faktanya, kejadian tersebut bukan terjadi di Malaysia, melainkan di Brasil. Video itu beredar sejak Juli 2019. Sebagaimana dilansir dari AFP Fact Check, video telah ditonton jutaan kali di Facebook, Twitter, dan YouTube. Pada 2019, video itu disebut berisi kejadian drone meluncurkan kembang api di sebuah rumah usai kekacauan atas pesta Miras. Video menunjukkan aksi yang dilakukan seorang influencer Brasil dengan teman-temannya di Brasil. Video ini diunggah pada 16 Juli 2019.
Di negara tetangga, pemerintah Malaysia memang mengerahkan para tentara untuk menertibkan warga. Pasca penetapan lockdown pada Rabu (18/3/2020), warga terlihat masih beraktivitas di luar rumah seperti biasa. Imbauan pemerintah agar warganya tak meninggalkan rumah pun serasa tidak digubris oleh sebagian warga Malaysia.
Sepertinya kita harus mengacu ke salah satu petinggi Palestina, Hariri yang menyatakan “In this time of crisis, the world faces two particularly important choices. The first is between totalitarian surveillance and citizen empowerment. The second is between nationalist isolation and global solidarity. And he concludes: “Humanity needs to make a choice. Will we travel down the route of disunity, or will we adopt the path of global solidarity? If we choose disunity, this will not only prolong the crisis, but will probably result in even worse catastrophes in the future. If we choose global solidarity, it will be a victory not only against the coronavirus, but against all future epidemics and crises that might assail humankind in the 21st century (Dalam situasi krisis, dunia pada khususnya mempunyai dua pilihan penting.
Pertama, antara pengawasan totaliter dan pemberdayaan masyarakat sipil. Kedua adalah antara isolasi bangsa dan solidaritas global. Dan dia menyimpulkan, kemanusiaan membutuhkan pilihan. Apakah kita akan menuju jalan sendiri-sendiri atau apakah kita akan mengadopsi langkah menuju solidaritas global. Jika kita memilih ketidakkompakan, krisis akan berlangsung lama, bahkan mungkin akan menghasilkan kerusakan di masa depan. Jika kita memilih solidaritas global, kita akan menjadi pemenang tidak hanya melawan Coronavirus, tetapi melawan epidemik masa depan dan krisis akan membahayakan kemanusiaan pada abad ke-21).
”Menurut penulis, tindakan yang dilakukan oleh Polri, pemerintah Brasil dan Malaysia adalah tindakan yang benar dalam rangka menciptakan human security ditengah mewabahnya virus Corona, dan seharusnya warga negara yang baik harus menjunjung tinggi apapun keputusan pemerintah apalagi kalangan pemuka agama di seluruh Indonesia juga sependapat dengan pemerintah dalam penanganan Covid 19 yaitu untuk sementara melarang kerumunan massa yang tidak jelas tujuannya. (25/*).
*) Penulis adalah, Pemerhati masalah strategis Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Unjuk rasa para mahasiswa itu melakukan demonstrasi menuntut agar DPRD Provinsi Sultra segera menghentikan revisi Undang-Undang Omnibus Law. Mahasiswa juga mendesak Kapolda Sultra untuk segera menyelesaikan kasus penembakan dua orang mahasiswa Universitas Haluoleo (UHO) Kendari, Randi dan Yusuf Kardawi.
Sebelumnya, Minggu malam (22/2), Kepala Polda Sultra, Brigjen Merdisyam juga menegaskan bahwa dalam maklumat Kapolri ditegaskan warga untuk sementara dibatasi untuk melakukan kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa.
Terkhusus untuk aksi unjuk rasa, Merdi menegaskan bahwa kepolisian tidak akan memberikan izin. Jika ada warga yang memaksa melakukan, maka pihak kepolisian akan membubarkannya.
Polri secara masif melarang masyarakat berkumpul dengan jumlah banyak. Hal itu untuk mencegah penyebaran virus corona. Larangan tersebut berdasarkan maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis. Kadiv Humas Polri Irjen Pol M lqbal mengatakan, warga yang melarang petugas saat penertiban dapat dipidanakan. Pelaku akan dijerat 3 pasal sekaligus dengan masa hukuman maksimal 1 tahun penjara.
Berikut bunyi 3 pasal yang digunakan polisi dalam menjerat warga bandel yang melawan saat dibubarkan tersebut: pertama, Pasal 212 KUHP yakni barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kedua, Pasal 216 ayat (1) yakni Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Ketiga, Pasal 218 KUHP yakni Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Sementara itu, di media sosial beredar video sebuah drone sedang menembaki warga dengan kembang api. Drone itu disebut menembaki warga Malaysia yang tetap keluar selama lockdown pencegahan virus Corona. Dalam video yang dilihat detikcom pada Minggu (22/3), video itu menunjukkan sebuah drone yang menembaki warga dengan kembang api. Video tersebut diunggah di aplikasi TikTok dan diselipi suara seseorang dengan bahasa Melayu.
Video itu diselipi narasi bahwa kejadian ini terjadi di Malaysia. Tentara Malaysia disebut menembaki warga yang tetap keluar meskipun ada imbauan tetap di rumah karena wabah Corona. Faktanya, kejadian tersebut bukan terjadi di Malaysia, melainkan di Brasil. Video itu beredar sejak Juli 2019. Sebagaimana dilansir dari AFP Fact Check, video telah ditonton jutaan kali di Facebook, Twitter, dan YouTube. Pada 2019, video itu disebut berisi kejadian drone meluncurkan kembang api di sebuah rumah usai kekacauan atas pesta Miras. Video menunjukkan aksi yang dilakukan seorang influencer Brasil dengan teman-temannya di Brasil. Video ini diunggah pada 16 Juli 2019.
Di negara tetangga, pemerintah Malaysia memang mengerahkan para tentara untuk menertibkan warga. Pasca penetapan lockdown pada Rabu (18/3/2020), warga terlihat masih beraktivitas di luar rumah seperti biasa. Imbauan pemerintah agar warganya tak meninggalkan rumah pun serasa tidak digubris oleh sebagian warga Malaysia.
Sepertinya kita harus mengacu ke salah satu petinggi Palestina, Hariri yang menyatakan “In this time of crisis, the world faces two particularly important choices. The first is between totalitarian surveillance and citizen empowerment. The second is between nationalist isolation and global solidarity. And he concludes: “Humanity needs to make a choice. Will we travel down the route of disunity, or will we adopt the path of global solidarity? If we choose disunity, this will not only prolong the crisis, but will probably result in even worse catastrophes in the future. If we choose global solidarity, it will be a victory not only against the coronavirus, but against all future epidemics and crises that might assail humankind in the 21st century (Dalam situasi krisis, dunia pada khususnya mempunyai dua pilihan penting.
Pertama, antara pengawasan totaliter dan pemberdayaan masyarakat sipil. Kedua adalah antara isolasi bangsa dan solidaritas global. Dan dia menyimpulkan, kemanusiaan membutuhkan pilihan. Apakah kita akan menuju jalan sendiri-sendiri atau apakah kita akan mengadopsi langkah menuju solidaritas global. Jika kita memilih ketidakkompakan, krisis akan berlangsung lama, bahkan mungkin akan menghasilkan kerusakan di masa depan. Jika kita memilih solidaritas global, kita akan menjadi pemenang tidak hanya melawan Coronavirus, tetapi melawan epidemik masa depan dan krisis akan membahayakan kemanusiaan pada abad ke-21).
”Menurut penulis, tindakan yang dilakukan oleh Polri, pemerintah Brasil dan Malaysia adalah tindakan yang benar dalam rangka menciptakan human security ditengah mewabahnya virus Corona, dan seharusnya warga negara yang baik harus menjunjung tinggi apapun keputusan pemerintah apalagi kalangan pemuka agama di seluruh Indonesia juga sependapat dengan pemerintah dalam penanganan Covid 19 yaitu untuk sementara melarang kerumunan massa yang tidak jelas tujuannya. (25/*).
*) Penulis adalah, Pemerhati masalah strategis Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020