"Sementara itu terang-terangan ada sejumlah pasal baru hasil amandemen yang niai-nilainya bertentangan dengan makna dan nilai dari sila-sila dalam Pancasila yang ada pada Pembukaan UUD 1945. Karena itu, slogan Pancasila tidak ada arti dan manfaatnya, yang ada hanya mudaratnya saja. Pancasila kita sudah menjadi ruh gentayangan dan gendruwo politik, UUD 2002 atau UUD 1945 palsu itu dari kacamata kePancasilaan adalah zombie, yakni jasad hidup atau jasad tanpa jiwa, alias walking dead”. (Taufiequrachman Ruky; Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945). Walaupun Punakawan, Semar, Gareng (G), Petruk (P) dan Bagong (B), obrolannya pun seputar isu seksi Kembali ke UUD 1945.
Baca : (1) Obrolan Punakawan ke-1 : Kembali ke UUD 1945, kita tidak bisa memutar balik arah jarum jam? (2) Obrolan Punakawan ke-2 : Kembali ke UUD 1945, untuk menyatukan TNI dengan Polri lagi?
P: Romo, dua hari yang lalu, Petruk tanya benarkah Kembali ke UUD 1945 sehingga pemilihan Presiden oleh MPR RI merupakan suatu kemunduran? Bagaimana pendapat Romo?
Semar: Wah,.. jawabannya cukup panjang. Romo bingung atas pikiran tersebut. Mundur dari posisi mana? Ukuran mundurnya dengan dasar dan ukuran apa?
.
Apabila tidak terjadi perpecahan, tidak tumbuh suburnya caci maki, hujatan, umbar kebencian dan kebohongan di dalam masyarakat, meminimalisasi korupsi agar tidak merajalela, penegakan hukum yang adil, kehidupan sosial yang tidak timpang, jika Pilpres dilakukan sesuai Sila keempat Pancasila seperti di masa lalu, apa iya disebut kemunduran?
.
Silakan cermati apakah kondisi dalam masyarakat di atas kita temui pada Pilpres langsung? Justru kondisi yang berlawanan, yang kita temui dan rasakan. Perpecahan, caci maki, hujatan, kebencian, kebohongan, korupsi, dan ketidakadilan tumbuh subur dalam masyarakat. Jadi tidaklah tepat dikatakan mundur, jika kondisi sosial masa lalu lebih baik.
Tapi ngger anakku bocah bagus, kamu kan punya hand phone. Buka You Tube ketik ‘Arsip video sejarah, Pidato Presiden Soekarno tentang Pancasila di Sidang Umum PBB, 1960’. Jika kamu cerdas pasti ngerti. Pemilihan Presiden oleh MPR kok dinilai mundur iku yo ora bener dan ora pener.
Presiden Soekarno itu salah satu ‘founding fathers and mothers’, di tahun 1960 sudah berani menjelaskan ke dunia luar, dalam Sidang Umum PBB, bahwa Dasar Negara kita bernama Pancasila, terdapat di dalam preambule UUD 1945.
Bung Karno menjelaskan arti Pancasila. Mengenalkan kelima sila dari Pancasila. Sila keempat dikenalkan sebagai Demokrasi kita. Saat Bung Karno menjelaskan setiap Sila dari Pancasila, tepuk tangan riuh rendah bergemuruh memenuhi Sidang PBB, menggetarkan dinding ruangan.
Dari aspek nilai-nilai, apa ya patut disebut mundur? Apa nggak kebalik ? Justru format demokrasi dengan Pemilu langsung itulah yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, buah pemikiran dan perenungan yang mendalam dari ‘faunding fathers and mothers’.
Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan” inilah yang sejatinya demokrasi bangsa Indonesia. Memang pemilihan langsung oleh rakyat itu sepintas tampak demokratis. Namun apalah artinya jika dibalik hiruk pikuk Pemilu langsung tersebut ternyata para pemilik modal? Siapa duitnya banyak dan kuat dilindungi oleh kekuatan tertentu, dialah yang menang.
Jadi apa iya ini yang disebut demokrasi? Nilai demokrasinya dimana? Perhatikan dan rasakan, pasca Pemilu apakah masih ada hubungan yang erat antara wakil rakyat yang terpilih dengan rakyatnya? Rakyatkah yang berkuasa atau pemilik modal? Seperti polemik draf RUU ‘Omnibus Law’ dari pemerintah di awal tahun 2020, dikritisi kaum buruh dan tokoh dari Ombudsman dan Komnas HAM.
RUU dinilai tidak memihak kepada rakyat, tetapi cenderung memihak kepada pemilik modal, sebagai salah satu contoh.
G, P, B : Wouw,… Pemikiran ‘Founding fathers and mothers’ kita hebat. Bung Karno juga hebat dan berani !!
Semar : He..he..he anak-anakku sekarang cerdas. Banyak pakar berpendapat dan punya bukti, yang menunjukkan keterlibatan asing dalam proses amandemen UUD 1945. Sehingga, pasal-pasal dalam Batang Tubuh seharusnya memiliki nafas dan spirit nilai-nilai Pancasila, tetapi telah dibelokkan. Apa yang disampaikan Taufiequrachman Ruky mantan Ketua KPK, dalam buku ‘Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945, sebagaimana cuplikan di atas patut direnungkan.
G, P, B : Terima kasih Romo!!! Jelas dan gamblang.
(13/*).
*) Penulis adalah, Aster KASAD 2006-2007/Wagub DKI 2007 s.d 2012. Rumah Kebangkitan Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Baca : (1) Obrolan Punakawan ke-1 : Kembali ke UUD 1945, kita tidak bisa memutar balik arah jarum jam? (2) Obrolan Punakawan ke-2 : Kembali ke UUD 1945, untuk menyatukan TNI dengan Polri lagi?
P: Romo, dua hari yang lalu, Petruk tanya benarkah Kembali ke UUD 1945 sehingga pemilihan Presiden oleh MPR RI merupakan suatu kemunduran? Bagaimana pendapat Romo?
Semar: Wah,.. jawabannya cukup panjang. Romo bingung atas pikiran tersebut. Mundur dari posisi mana? Ukuran mundurnya dengan dasar dan ukuran apa?
.
Apabila tidak terjadi perpecahan, tidak tumbuh suburnya caci maki, hujatan, umbar kebencian dan kebohongan di dalam masyarakat, meminimalisasi korupsi agar tidak merajalela, penegakan hukum yang adil, kehidupan sosial yang tidak timpang, jika Pilpres dilakukan sesuai Sila keempat Pancasila seperti di masa lalu, apa iya disebut kemunduran?
.
Silakan cermati apakah kondisi dalam masyarakat di atas kita temui pada Pilpres langsung? Justru kondisi yang berlawanan, yang kita temui dan rasakan. Perpecahan, caci maki, hujatan, kebencian, kebohongan, korupsi, dan ketidakadilan tumbuh subur dalam masyarakat. Jadi tidaklah tepat dikatakan mundur, jika kondisi sosial masa lalu lebih baik.
Tapi ngger anakku bocah bagus, kamu kan punya hand phone. Buka You Tube ketik ‘Arsip video sejarah, Pidato Presiden Soekarno tentang Pancasila di Sidang Umum PBB, 1960’. Jika kamu cerdas pasti ngerti. Pemilihan Presiden oleh MPR kok dinilai mundur iku yo ora bener dan ora pener.
Presiden Soekarno itu salah satu ‘founding fathers and mothers’, di tahun 1960 sudah berani menjelaskan ke dunia luar, dalam Sidang Umum PBB, bahwa Dasar Negara kita bernama Pancasila, terdapat di dalam preambule UUD 1945.
Bung Karno menjelaskan arti Pancasila. Mengenalkan kelima sila dari Pancasila. Sila keempat dikenalkan sebagai Demokrasi kita. Saat Bung Karno menjelaskan setiap Sila dari Pancasila, tepuk tangan riuh rendah bergemuruh memenuhi Sidang PBB, menggetarkan dinding ruangan.
Dari aspek nilai-nilai, apa ya patut disebut mundur? Apa nggak kebalik ? Justru format demokrasi dengan Pemilu langsung itulah yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, buah pemikiran dan perenungan yang mendalam dari ‘faunding fathers and mothers’.
Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan” inilah yang sejatinya demokrasi bangsa Indonesia. Memang pemilihan langsung oleh rakyat itu sepintas tampak demokratis. Namun apalah artinya jika dibalik hiruk pikuk Pemilu langsung tersebut ternyata para pemilik modal? Siapa duitnya banyak dan kuat dilindungi oleh kekuatan tertentu, dialah yang menang.
Jadi apa iya ini yang disebut demokrasi? Nilai demokrasinya dimana? Perhatikan dan rasakan, pasca Pemilu apakah masih ada hubungan yang erat antara wakil rakyat yang terpilih dengan rakyatnya? Rakyatkah yang berkuasa atau pemilik modal? Seperti polemik draf RUU ‘Omnibus Law’ dari pemerintah di awal tahun 2020, dikritisi kaum buruh dan tokoh dari Ombudsman dan Komnas HAM.
RUU dinilai tidak memihak kepada rakyat, tetapi cenderung memihak kepada pemilik modal, sebagai salah satu contoh.
G, P, B : Wouw,… Pemikiran ‘Founding fathers and mothers’ kita hebat. Bung Karno juga hebat dan berani !!
Semar : He..he..he anak-anakku sekarang cerdas. Banyak pakar berpendapat dan punya bukti, yang menunjukkan keterlibatan asing dalam proses amandemen UUD 1945. Sehingga, pasal-pasal dalam Batang Tubuh seharusnya memiliki nafas dan spirit nilai-nilai Pancasila, tetapi telah dibelokkan. Apa yang disampaikan Taufiequrachman Ruky mantan Ketua KPK, dalam buku ‘Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945, sebagaimana cuplikan di atas patut direnungkan.
G, P, B : Terima kasih Romo!!! Jelas dan gamblang.
(13/*).
*) Penulis adalah, Aster KASAD 2006-2007/Wagub DKI 2007 s.d 2012. Rumah Kebangkitan Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020