Jakarta (Antaranews Bogor) - Dewan Pengurus Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) menyatakan telah menerima surat klarifikasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait persoalan menyangkut Kebun Binatang Surabaya (KBS).

Dalam salinan surat resmi dari KPK terhadap surat PKBSI yang diperoleh di Jakarta, Minggu, disebutkan hasil telaah lembaga anti-rasuah itu.

Sebelumnya, Ketua Umum PKBSI Dr Rahmat Shah telah mengirim surat kepada pimpinan KPK dengan nomor 018/PKBSI/II/14 tertanggal 3 Februari 2014 perihal KBS.

Di dalam surat PKBSI kepada KPK tanggal 3 Ferbuari 2014, dijelaskan/diklarifikasi masalah KBS yang sebenarnya terjadi kepada KPK.

PKBSI juga menanyakan tentang kriteria kerugian negara yang dituduhkan atas pengaduan masyarakat ke KPK.

Dalam surat kepada KPK itu pihak PKBSI menjelaskan terkait pemindahan satwa surplus KBS yang telah melalui perjanjian kerja sama, ada yang dikirim ke Taman Hewan Pematang Siantar milik Pemerintah Kota

Siantar, Sumatera Utara, tidak ada sama sekali terjadi transaksi jual beli satwa seperti yang dituduhkan.

Yang terjadi adalah kerja sama antara lembaga konservasi sebagaimana lazim dan biasa dilakukan oleh lembaga konservasi di mana pun.

Semua proses kerja sama yang dilakukan juga telah melalui prosedur legal dan transparan, dan diketahui Kementerian Kehutanan atas dasar rekomendasi para pakar konservasi yang kompeten di bidangnya.

PKBSI yang telah dipercaya telah bekerja dengan ikhlas tanpa pamrih serta sukarela meluangkan waktu, tenaga, fikiran, bahkan biaya pribadi yang tidak sedikit selama lebih kurang tiga tahun, menerima amanah dan tanggung jawab yang diberikan Kemenhut untuk duduk dalam Tim Pengelola Sementara (TPS) KBS membantu mengelola satwa yang saat itu dalam keadaan karut marut.

Atas surat klarifikasi PKBSI itu, KPK menjawab melalui surat bernomor R-1083/40-43/03/2014 tertanggal 10 Maret yang ditandatangani Plt Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Annies Said Basalamah atas nama pimpinan KPK.

Dalam surat balasan yang ditujukan kepada Ketua Umum PKBSI Rahmat Shah itu dijelaskan bahwa berdasarkan telaahan KPK, materi pengaduan surat yang disampaikan PKBSI tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"KPK tidak berwenang menangani pengaduan saudara," demikian kutipan bagian akhir surat tersebut.

Sementara itu, mantan Ketua TPS-KBS Tony Sumampau menjelaskan bahwa dalam menjalankan rekomendasi Tim Evaluasi Kesehatan dan Pengelolaan Satwa, TPS-KBS telah melakukan koordinasi dengan Kemenhut, Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya, di mana ada staf Pemkot yang membidangi masalah Peternakan di Kota

Surabaya yang mewakili, yakni diwakili Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan, di mana ada persetujuan dari semua pengurus di TPS-KBS.

Ia menjelaskan bahwa dalam nota kesepahaman (MoU) TPS dengan lembaga konservasi (LK) lain tidak menyinggung pertukaran satwa atau barter, namun yang ada adalah penyerahan satwa surplus ke LK lain.

Sedangkan sarana exhibit/kandang baru yang dibangun LK lain untuk KBS atau kendaraan untuk operasional KBS (karena KBS merupakan LK yang tidak memiliki kendaraan operasional) merupakah hibah dari pihak ke dua ke KBS.

Jadi di ketentuan dan perundang-undangan pelaturan tentang hibah atau mutasi satwa dari satu lembaga ke lembaga lain atau ke PPS (Pusat Penyelamatan Satwa) dan lainnya memang dapat dilakukan, dan tidak perlu mendapatkan persetujuan dari presiden terlebih dahulu untuk pemindahan atau mengangkut satwa langka dalam negeri.

Di dalam negeri cukup dengan surat izin angkut dalam negeri (SATDN), tapi untukk luar negeri harus dengan izin CITES (Convention of International Trade for Endanger Species) di mana pemerintah Indonesia juga ikut meratifikasi sejak tahun 1970-an.

Selain itu, juga merujuk pada UU maupun Pelaturan Pemerintah (PP) tentang pemindahan satwa di lindungi seperti UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

PP No. 8/1999 Pasal 16 menyebutkan satwa liar yang dilindungi yang diperoleh dari habitat alam untuk keperluan penangkaran dinyatakan sebagai titipan negara.

Ketentuan mengenai penetapan status purna penangkaran dan pengembalian ke habitat alam diatur lebih lanjut dengan ketentuan Menteri, sehingga satwa liar bukan milik Pemkot atau KBS.

Penjelasan pasal ke 16 ayat 1 dan 2 PP tersebut adalah bahwa pertama: pada dasarnya satwa liar yang dilindungi yang diperoleh dari alam tetap dalam penguasaan negara karena itu sekalipun seorang atau badan atas dasar izin Menteri dapat memanfaatkan satwa dari alam akan tetapi tidak menimbulkan hak kepemilikan atas satwa yang bersangkutan.

Kedua, dengan demikian status satwa tersebut dalam penguasaan penangkaran adalah satwa titipan oleh negara.

Dengan demikian satwa yang dilindungi merupakan milik negara, dimana pun keberadaan satwa tersebut tetap milik negara.

Rujukan lainnya adalah PP No.7/1999 Pasal 19 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa , di mana disebutkan (1) Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan habitatnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (4) huruf e dilaksanakan untuk mencegah kepunahan lokal jenis tumbuhan dan satwa akibat

adanya bencana dan kegiatan manusia.

(2) Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan: (a) Memindahkan jenis tumbuhan dan satwa ke habitatnya yang lebih baik.

(b) Mengembalikan ke habitatnya, rehabilitasi atau apabila tidak mungkin, menyerahkan atau menitipkan di Lembaga Konservasi atau apabila rusak, cacat atau tidak memungkinkan hidup lebih baik memusnahkannya.

Sedangkan dalam menindaklanjuti mutasi satwa KBS sudah sesuai rekomendasi Tim Evaluasi dan pengelolaan satwa KBS, sehingga TPS mengacu kepada Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium Dunia (WAZA) Conservation Strategy dan Lembaga Konservasi Alam Dunia, Union for Conservation of Nature (IUCN) Guideline for Confiscated Animal.

"Semua rekomendasi tidak ada menyinggung tentang harus barter atau pertukaran satwa, karena WAZA dan IUCN tidak menyarankan adanya `surplus animal in zoo` atau di tempat penampungan satwa sekali pun," katanya.

Demikian juga batasan IUCN tentang tiga hal utama yaitu pelepasliaran, memberikan ke lembaga konservasi atau kebun binatang, dan "Euthanasia", yang sudah barang tentu dengan berbagai pertimbangan di dalamnya, yang menjadi ketentuan WAZA "Conservation Strategy".

Tony Sumampau berharap dengan penjelasan dari KPK tersebut semua pihak fokus melaksanan pembangunan KBS yang profesional dan tidak mencari "kambing hitam" lagi.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014