Ketua Komite I DPD RI Teras Narang mengatakan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) bisa saja diubah menjadi tak langsung atau dipilih kembali oleh DPRD.
"Bisa saja dan itu mungkin terjadi. Karena begini, kalau pilkada dilakukan DPRD itu bisa, mengingat UUD 1945 mensyaratkan dipilih secara demokratis," katanya di Palangka Raya, Selasa.
Semua itu tentunya bergantung pada perkembangan situasi saat ini, terlebih jika melihat biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraannya. Salah satunya di Kalimantan Tengah yang memerlukan sekitar Rp382,2 miliar lebih untuk Pilkada 2020.
Teras menyebut, tentunya besaran dana tersebut akan lebih baik digunakan untuk pembangunan, seperti sarana dan prasarana pendidikan berupa sekolah, kemudian pada bidang kesehatan seperti Puskesmas, hingga infrastruktur berupa jalan.
"Lebih baik membangun SD, SMP, kemudian Puskesmas maupun jalan dan lainnya, dibandingkan hanya untuk memilih dua orang," paparnya.
Baca juga: Anggota DPR setuju evaluasi Pilkada secara langsung
Terlepas dari hal itu, ia meyakini pelaksanaan pilkada di Kalteng maupun Kabupaten Kotawaringin Timur pada 2020 mendatang dapat berjalan sukses dan lancar. Terlebih pemprov, KPU, Bawaslu dan instansi terkait lainnya sudah menyatakan kesiapannya.
Untuk itulah pihaknya melaksanakan kunjungan kerja ke sejumlah provinsi yang akan menggelar pilkada, dalam rangka pengawasan UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada dan UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
"Setelah selesai melakukan kunjungan ke semua provinsi yang akan menggelar pilkada, kami akan membuat rekomendasi tentang apa saja yang perlu dilakukan," ungkapnya.
Nantinya masukan-masukan yang pihaknya sampaikan tersebut, diharapkan bisa digunakan dan menjadi bahan untuk menyempurnakan pelaksanaan pilkada maupun pemilu lainnya yang lebih baik.
Lebih lanjut Teras menyebut, salah satu yang menjadi perhatian pihaknya pada pilkada, yakni tentang kepastian perlu izin atau hanya cuti, maupun keharusan mundur atau tidaknya seorang akademisi, anggota DPRD, DPD dan lainnya saat mengikuti pilkada.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Bisa saja dan itu mungkin terjadi. Karena begini, kalau pilkada dilakukan DPRD itu bisa, mengingat UUD 1945 mensyaratkan dipilih secara demokratis," katanya di Palangka Raya, Selasa.
Semua itu tentunya bergantung pada perkembangan situasi saat ini, terlebih jika melihat biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraannya. Salah satunya di Kalimantan Tengah yang memerlukan sekitar Rp382,2 miliar lebih untuk Pilkada 2020.
Teras menyebut, tentunya besaran dana tersebut akan lebih baik digunakan untuk pembangunan, seperti sarana dan prasarana pendidikan berupa sekolah, kemudian pada bidang kesehatan seperti Puskesmas, hingga infrastruktur berupa jalan.
"Lebih baik membangun SD, SMP, kemudian Puskesmas maupun jalan dan lainnya, dibandingkan hanya untuk memilih dua orang," paparnya.
Baca juga: Anggota DPR setuju evaluasi Pilkada secara langsung
Terlepas dari hal itu, ia meyakini pelaksanaan pilkada di Kalteng maupun Kabupaten Kotawaringin Timur pada 2020 mendatang dapat berjalan sukses dan lancar. Terlebih pemprov, KPU, Bawaslu dan instansi terkait lainnya sudah menyatakan kesiapannya.
Untuk itulah pihaknya melaksanakan kunjungan kerja ke sejumlah provinsi yang akan menggelar pilkada, dalam rangka pengawasan UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada dan UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
"Setelah selesai melakukan kunjungan ke semua provinsi yang akan menggelar pilkada, kami akan membuat rekomendasi tentang apa saja yang perlu dilakukan," ungkapnya.
Nantinya masukan-masukan yang pihaknya sampaikan tersebut, diharapkan bisa digunakan dan menjadi bahan untuk menyempurnakan pelaksanaan pilkada maupun pemilu lainnya yang lebih baik.
Lebih lanjut Teras menyebut, salah satu yang menjadi perhatian pihaknya pada pilkada, yakni tentang kepastian perlu izin atau hanya cuti, maupun keharusan mundur atau tidaknya seorang akademisi, anggota DPRD, DPD dan lainnya saat mengikuti pilkada.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019