Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam Kota Depok, Jawa Barat membekali para mahasiswa penghafal Al Quran ini dengan materi Pentashihan.
"Banyaknya arus informasi dan pengaruh budaya menyebabkan minimnya kemampuan dalam Pentashihan Al Quran. Maka perlu pengkaderan dalam pentashihan Al Quran dalam upaya menjaga dan mengamalkan isi Kalamullah tersebut," kata Pengasuh Pesantren Al-Hikam KH. Yusron Ash-Shidqi di Depok, Jumat.
Ia menjelaskan kita berupaya membekali para mahasiswa penghafal Al-Quran ini dengan materi Pentashihan. Negara hadir dalam upaya menjaga mushaf Al Quran dan memuliakannya.
Baca juga: Prodi MRA UI ingatkan pentingnya kelola arsip vital antisipasi bencana
Pembinaan Pentashihan Mushaf Al Quran kerja sama Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam dengan Lajnah Pentashihan Al Quran (LPMQ) Badan dan Diklat Kementerian Agama RI.
Para lulusan STKQ Al-Hikam diharapkan turut andil dalam menjaga kemurnian mushaf Al Quran. Jangan sampai, lanjutnya, ditemukan mushaf Al Quran yang beredar di masyarakat salah cetak.
"Kita menyambut baik acara yang bekerjasama dengan Kemenag, semoga ke depan bisa terus bersinergi. Sesuai dengan harapan almarhum KH. Hasyim Muzadi agar lulusan Al-Hikam bisa berkontribusi langsung dalam bidang Al Quran. Tentunya, dikemudian hari diharapkan ada dari lulusan ini bisa menjadi Pentashih Al Quran," ucapnya.
Baca juga: Dosen UI perkenalkan program inovatif mikroponik untuk jamur tiram
Sementara itu, salah satu narasumber Dr. KH. Ahsin Sakho mengungkapkan untuk menjadi Pentashih Al Quran tidak hanya hafal Al Quran saja. Namun, lanjutnya, seseorang harus mampu menguasai ilmu lainnya.
Diantaranya Tafsir Al Quran, Ulumul Qur'an, Rasm Qur'an, syakl, Rasm Turki Usmani, Qiroat Sab'ah, Waqof dan Ibtidak, Makki dan Madani, Ulumul Hadis dan lainnya.
"Hanya di Indonesia saja para Pentashih Al Quran diperhatikan dan digaji oleh Negara. Inilah yang membedakan di Indonesia dan Negara lainnya. Terutama dalam menjaga keotentisitasan mushaf sebagai Kalamullah atau Wahyu," ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa UI raih emas dan perak ajang Pimnas ke-32
Ia mengaku pengalamannya saat melakukan Pentashihan pada kata "Auliya" agak susah, karena untuk mengartikannya harus menggunakan kata yang tepat. Sehingga, ia tetap menggunakan kata Auliya dalam terjemahannya. Meski begitu, dirinya tetap menambahkan catatan kaki dengan kata Shohib, teman terdekat dan lainnya.
"Jangan sampai mengambil langsung terjemahan Al Quran sebagai sandaran pengambilan hukum. Sebab, makna dan arti Al Quran sangat luas. Untuk memahaminya tidak hanya hafal dan terjemahan saja, tapi dibutuhkan ilmu-ilmu lainnya," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Banyaknya arus informasi dan pengaruh budaya menyebabkan minimnya kemampuan dalam Pentashihan Al Quran. Maka perlu pengkaderan dalam pentashihan Al Quran dalam upaya menjaga dan mengamalkan isi Kalamullah tersebut," kata Pengasuh Pesantren Al-Hikam KH. Yusron Ash-Shidqi di Depok, Jumat.
Ia menjelaskan kita berupaya membekali para mahasiswa penghafal Al-Quran ini dengan materi Pentashihan. Negara hadir dalam upaya menjaga mushaf Al Quran dan memuliakannya.
Baca juga: Prodi MRA UI ingatkan pentingnya kelola arsip vital antisipasi bencana
Pembinaan Pentashihan Mushaf Al Quran kerja sama Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam dengan Lajnah Pentashihan Al Quran (LPMQ) Badan dan Diklat Kementerian Agama RI.
Para lulusan STKQ Al-Hikam diharapkan turut andil dalam menjaga kemurnian mushaf Al Quran. Jangan sampai, lanjutnya, ditemukan mushaf Al Quran yang beredar di masyarakat salah cetak.
"Kita menyambut baik acara yang bekerjasama dengan Kemenag, semoga ke depan bisa terus bersinergi. Sesuai dengan harapan almarhum KH. Hasyim Muzadi agar lulusan Al-Hikam bisa berkontribusi langsung dalam bidang Al Quran. Tentunya, dikemudian hari diharapkan ada dari lulusan ini bisa menjadi Pentashih Al Quran," ucapnya.
Baca juga: Dosen UI perkenalkan program inovatif mikroponik untuk jamur tiram
Sementara itu, salah satu narasumber Dr. KH. Ahsin Sakho mengungkapkan untuk menjadi Pentashih Al Quran tidak hanya hafal Al Quran saja. Namun, lanjutnya, seseorang harus mampu menguasai ilmu lainnya.
Diantaranya Tafsir Al Quran, Ulumul Qur'an, Rasm Qur'an, syakl, Rasm Turki Usmani, Qiroat Sab'ah, Waqof dan Ibtidak, Makki dan Madani, Ulumul Hadis dan lainnya.
"Hanya di Indonesia saja para Pentashih Al Quran diperhatikan dan digaji oleh Negara. Inilah yang membedakan di Indonesia dan Negara lainnya. Terutama dalam menjaga keotentisitasan mushaf sebagai Kalamullah atau Wahyu," ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa UI raih emas dan perak ajang Pimnas ke-32
Ia mengaku pengalamannya saat melakukan Pentashihan pada kata "Auliya" agak susah, karena untuk mengartikannya harus menggunakan kata yang tepat. Sehingga, ia tetap menggunakan kata Auliya dalam terjemahannya. Meski begitu, dirinya tetap menambahkan catatan kaki dengan kata Shohib, teman terdekat dan lainnya.
"Jangan sampai mengambil langsung terjemahan Al Quran sebagai sandaran pengambilan hukum. Sebab, makna dan arti Al Quran sangat luas. Untuk memahaminya tidak hanya hafal dan terjemahan saja, tapi dibutuhkan ilmu-ilmu lainnya," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019