Sejumlah eksponen angkatan 1998 dari Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang, yang tinggal di Jabodetabek meminta pemerintah pusat memantau pemilihan rektor di sejumlah universitas negeri di tanah air agar radikalisme yang masuk ke kampus negeri dapat dicegah oleh rektor terpilih.

“Kampus adalah gudang sumberdaya manusia terdidik yang kelak akan mengisi posisi strategis di kementerian, BUMN, TNI/POLRI, pemda dan jabatan strategis lainnya," kata salah seorang eksponen UNSRI angkatan 1998 Achmad Yakub kepada Antara, di Jakarta, Sabtu.

Menurut Yakub, kampus sebagai miniatur Indonesia tidak boleh disusupi oleh gerakan radikal, jika kampus terpapar gerakan tersebut, maka sesungguhnya akan mengancam tatanan bernegara melalui sejumlah instansi pemerintah dan lembaga lainnya.

“Rektor harus tegas, jangan sampai kawah candradimuka intelektual Indonesia tercemar karena mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk,” tegas Yakub.

Ia mengatakan, kampus negeri berisi mahasiswa dari beragam suku, agama, ras, dan antar golongan sehingga kampus adalah rumah bersama yang menaungi semua.

Di sisi lain para calon rektor harus memiliki visi dan program kongkrit serta ‘pasukan’ untuk menangkal gerakan tersebut. Rektor harus menyiapkan program seperti kurikulum maupun mata kuliah khusus untuk mencegah gerakan tersebut.

“Rektor juga harus sudah punya calon orang-orang yang dapat mengeksekusi kebijakan tersebut. Tanpa orang-orang yang solid untuk mengeksekusi, maka visi rektor hanya macan kertas,” kata Yakub yang pernah bertugas di Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Sementara itu, eksponen angkatan 1998 yang lain, Syahroni Yunus berpendapat, pemerintah pusat melalui Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, idealnya juga melakukan screening dan perjanjian agar calon rektor berkomitmen untuk membendung paham radikalisme di kampus.

“Screening dapat berupa wawancara biasa, tetapi juga dapat dengan mengumumkan kepada publik para calon rektor melalui media,” kata Syahroni.

Berikutnya publik juga diberi kesempatan untuk melaporkan rekam jejak yang baik maupun yang buruk dari para calon rektor melalui public hearing yang dibatasi beberapa hari.

“Mekanisme tersebut membuat Kemenristekdikti yang memiliki suara 35% dapat objektif memberikan suara. Ibaratnya tidak memilih kucing dalam karung karena rektor universitas negeri adalah milik publik bukan sekadar milik civitas akademika setempat,” kata Syahroni.

Ia mengatakan, saat ini sejumlah universitas negeri memang sedang melakukan pemilihan rektor. Sebut saja Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Sriwijaya (Unsri), Universitas Jambi (Unja), dan Universitas Padjajaran (Unpad).

“Bola berada di tangan pemerintah pusat untuk menghentikan berkembangnya paham radikalisme di kampus,” katanya.

Pewarta: Oleh: Destika Cahyana

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019