Sebanyak empat kloter gelombang kedua jamaah calon haji Indonesia tidak mendapatkan izin mendarat atau slot time kedatangan dan pemberangkatan di Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Pemerintah Indonesia terus berupaya melobi Pemerintah Arab Saudi.
“Ini mungkin baru sebatas usaha karena dari Pemerintah Indonesia pada tahap awal kita tidak mendapatkan ijin mendarat untuk empat kloter yang semestinya medarat di Jeddah pada fase kedua,” kata Kasi Kedatangan dan Keberangkatan Daerah Kerja Bandara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2019, Cecep Nursyamsi, kepada Tim Media Center Haji di Bandara Jeddah, Kamis.
PPIH sedang terus melobi Arab Saudi untuk mengizinkan empat kloter jamaah haji gelombang kedua asal Indonesia mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah.
Menurut jadwal sebelumnya, empat kloter tersebut hanya diperbolehkan mendarat di Bandara Prince Mohammed bin Abdul Aziz, Madinah.
Cecep Nursyamsi menambahkan perbedaan pendaratan empat kloter jamaah haji gelombang kedua merupakan salah satu imbas adanya penambahan kuota haji 10 ribu pada tahun ini.
Otoritas Bandara King Abdul Aziz Jeddah tidak menerbitkan izin mendarat karena terbatasnya slot time penerbangan di bandara itu.
"Pada saat awal kami sudah tidak mendapatkan surat izin untuk empat kloter. Yang semestinya mendarat di Jeddah pada fase kedua karena tidak dapat tidak dapat maka mendarat di Madinah," katanya.
Keempat penerbangan yang dimaksud yaitu UPG 35 (Embarkasi Makasar) dengan jadwal mendarat para 2 Agustus, UPG 40 dengan jadwal pada 5 Agustus. Kemudian BDJ 17 (Embarkasi Banjarmasin) dengan jadwal pendaratan 3 Agustus dan BDJ 19 pada 5 Agustus 2019.
Cecep mengatakan, permintaan perubahan lokasi pendaratan dari Madinah ke Jeddah itu semata demi untuk kemudahan layanan dan kenyamanan jamaah haji mulai dari penyiapan transportasi dan pemondokan. Berlanjut sampai waktu perjalanan jamaah ke Mekkah.
Jika mendarat di Madinah, jamaah calon haji akan langsung diberangkatkan ke Mekkah setelah sebelumnya miqat di Bir Ali. Rentang waktu perjalanan antar dua kota ini mencapai 6-8 jam. Sementara bila mendarat di Jeddah, jamaah cukup menghabiskan 2 jam maksimal untuk mencapai Kota Mekkah.
Perubahan pendaratan dari Madinah ke Jeddah pun bisa berdampak ke lokasi kepulangan jamaah calon haji.
“Jika mereka datang dari Madinah dan pulang pun dari Madinah yang seharusnya pada saat datang dari Jeddah mereka pulang dari Madinah," kata Cecep.
Sampai saat ini, permintaan PPHI ini masih dalam kajian Otoritas Bandara King Abdul Aziz yang bernaung di bawah GACA. "Pejabat tinggi di sini mengatakan akan mengusahakan untuk mencari solusi bila dimungkinkan akan diusahakan supaya bisa dapat fase 2 ini mendarat di Jeddah," ungkap dia.
Lebih lanjut Cecep memastikan jika permintaan tersebut tidak terpenuhi, PPIH sudah mempersiapkan fasilitas layanan jemaah haji usai mendarat di Bandara di Madinah untuk menuju ke Mekkah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
“Ini mungkin baru sebatas usaha karena dari Pemerintah Indonesia pada tahap awal kita tidak mendapatkan ijin mendarat untuk empat kloter yang semestinya medarat di Jeddah pada fase kedua,” kata Kasi Kedatangan dan Keberangkatan Daerah Kerja Bandara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2019, Cecep Nursyamsi, kepada Tim Media Center Haji di Bandara Jeddah, Kamis.
PPIH sedang terus melobi Arab Saudi untuk mengizinkan empat kloter jamaah haji gelombang kedua asal Indonesia mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah.
Menurut jadwal sebelumnya, empat kloter tersebut hanya diperbolehkan mendarat di Bandara Prince Mohammed bin Abdul Aziz, Madinah.
Cecep Nursyamsi menambahkan perbedaan pendaratan empat kloter jamaah haji gelombang kedua merupakan salah satu imbas adanya penambahan kuota haji 10 ribu pada tahun ini.
Otoritas Bandara King Abdul Aziz Jeddah tidak menerbitkan izin mendarat karena terbatasnya slot time penerbangan di bandara itu.
"Pada saat awal kami sudah tidak mendapatkan surat izin untuk empat kloter. Yang semestinya mendarat di Jeddah pada fase kedua karena tidak dapat tidak dapat maka mendarat di Madinah," katanya.
Keempat penerbangan yang dimaksud yaitu UPG 35 (Embarkasi Makasar) dengan jadwal mendarat para 2 Agustus, UPG 40 dengan jadwal pada 5 Agustus. Kemudian BDJ 17 (Embarkasi Banjarmasin) dengan jadwal pendaratan 3 Agustus dan BDJ 19 pada 5 Agustus 2019.
Cecep mengatakan, permintaan perubahan lokasi pendaratan dari Madinah ke Jeddah itu semata demi untuk kemudahan layanan dan kenyamanan jamaah haji mulai dari penyiapan transportasi dan pemondokan. Berlanjut sampai waktu perjalanan jamaah ke Mekkah.
Jika mendarat di Madinah, jamaah calon haji akan langsung diberangkatkan ke Mekkah setelah sebelumnya miqat di Bir Ali. Rentang waktu perjalanan antar dua kota ini mencapai 6-8 jam. Sementara bila mendarat di Jeddah, jamaah cukup menghabiskan 2 jam maksimal untuk mencapai Kota Mekkah.
Perubahan pendaratan dari Madinah ke Jeddah pun bisa berdampak ke lokasi kepulangan jamaah calon haji.
“Jika mereka datang dari Madinah dan pulang pun dari Madinah yang seharusnya pada saat datang dari Jeddah mereka pulang dari Madinah," kata Cecep.
Sampai saat ini, permintaan PPHI ini masih dalam kajian Otoritas Bandara King Abdul Aziz yang bernaung di bawah GACA. "Pejabat tinggi di sini mengatakan akan mengusahakan untuk mencari solusi bila dimungkinkan akan diusahakan supaya bisa dapat fase 2 ini mendarat di Jeddah," ungkap dia.
Lebih lanjut Cecep memastikan jika permintaan tersebut tidak terpenuhi, PPIH sudah mempersiapkan fasilitas layanan jemaah haji usai mendarat di Bandara di Madinah untuk menuju ke Mekkah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019