Pemerintah mengharapkan adanya upaya efisensi dalam harga bahan bakar avtur untuk menekan biaya operasi penerbangan dan menurunkan tarif angkutan udara.
"Kami tetap minta diturunkan, sampai bisa berapa persen," kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso di Jakarta, Kamis.
Susiwijono mengatakan bahan bakar avtur merupakan salah satu komponen yang harus mengalami efisiensi karena berpengaruhnya mencapai 30 persen dari biaya operasi penerbangan.
Meski demikian, ia mengakui harga avtur yang dikelola oleh Pertamina merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Timur.
Harga avtur yang ditetapkan di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng saat ini mencapai Rp9.375 per liter dan Bandara Djuanda Surabaya Rp10.324 per liter. Sedangkan, harga avtur yang dikelola Shell di Bandara Narita Tokyo mencapai Rp16.248 per liter, Shell di Manila Rp13.450 per liter, dan Shell di Singapura Rp12.100 per liter.
"Berdasarkan komparasi harga regional, Pertamina masih memiliki harga di Soekarno Hatta lebih rendah Rp2.725 per liter dibandingkan Changi di Singapura," kata Susiwijono.
Namun, menurut dia, efisiensi terhadap harga avtur tetap harus dilakukan karena bisnis maskapai terutama yang berbiaya rendah mulai kesulitan mencari penumpang.
Upaya efisiensi yang ikut dilakukan maskapai maupun pengelola bandara ini menjadi solusi jangka menengah untuk menekan tingginya tarif angkutan udara.
Selain itu kebijakan ini untuk menciptakan tarif yang lebih realistis dengan kondisi sekarang, karena harga sudah tidak bisa kembali murah seperti masa-masa perang tarif antar maskapai.
Selain avtur, fluktuasi biaya operasi penerbangan saat ini dipengaruhi oleh layanan leasing 20-24 persen, sumber daya manusia 14-16 persen, serta suku cadang dan perawatan 16-20 persen, kemudian sisanya layanan lain.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan adanya tiga kebijakan baru terkait tarif angkutan udara yang masih dirasakan terlalu mahal bagi masyarakat. Pertama, memfinalisasi kebijakan untuk pemberlakuan penurunan harga tiket penerbangan murah atau LCC (Low Cost Carrier) domestik untuk jadwal penerbangan tertentu.
Kedua, memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam industri angkutan udara, seperti maskapai, pengelola bandara dan penyedia bahan bakar, untuk menurunkan biaya operasional. Ketiga, menyiapkan kebijakan pemberian insentif fiskal untuk membantu efisiensi biaya dan mengurangi beban di maskapai.
Insentif ini diberikan atas jasa persewaan, perawatan, dan perbaikan pesawat udara, jasa persewaan pesawat udara dari luar daerah pabean, serta impor dan penyerahan atas pesawat udara dan suku cadang.
Kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi sejak November 2018 telah menurunkan jumlah penumpang hingga 28 persen berdasarkan data periode Januari-April 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Kami tetap minta diturunkan, sampai bisa berapa persen," kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso di Jakarta, Kamis.
Susiwijono mengatakan bahan bakar avtur merupakan salah satu komponen yang harus mengalami efisiensi karena berpengaruhnya mencapai 30 persen dari biaya operasi penerbangan.
Meski demikian, ia mengakui harga avtur yang dikelola oleh Pertamina merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Timur.
Harga avtur yang ditetapkan di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng saat ini mencapai Rp9.375 per liter dan Bandara Djuanda Surabaya Rp10.324 per liter. Sedangkan, harga avtur yang dikelola Shell di Bandara Narita Tokyo mencapai Rp16.248 per liter, Shell di Manila Rp13.450 per liter, dan Shell di Singapura Rp12.100 per liter.
"Berdasarkan komparasi harga regional, Pertamina masih memiliki harga di Soekarno Hatta lebih rendah Rp2.725 per liter dibandingkan Changi di Singapura," kata Susiwijono.
Namun, menurut dia, efisiensi terhadap harga avtur tetap harus dilakukan karena bisnis maskapai terutama yang berbiaya rendah mulai kesulitan mencari penumpang.
Upaya efisiensi yang ikut dilakukan maskapai maupun pengelola bandara ini menjadi solusi jangka menengah untuk menekan tingginya tarif angkutan udara.
Selain itu kebijakan ini untuk menciptakan tarif yang lebih realistis dengan kondisi sekarang, karena harga sudah tidak bisa kembali murah seperti masa-masa perang tarif antar maskapai.
Selain avtur, fluktuasi biaya operasi penerbangan saat ini dipengaruhi oleh layanan leasing 20-24 persen, sumber daya manusia 14-16 persen, serta suku cadang dan perawatan 16-20 persen, kemudian sisanya layanan lain.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan adanya tiga kebijakan baru terkait tarif angkutan udara yang masih dirasakan terlalu mahal bagi masyarakat. Pertama, memfinalisasi kebijakan untuk pemberlakuan penurunan harga tiket penerbangan murah atau LCC (Low Cost Carrier) domestik untuk jadwal penerbangan tertentu.
Kedua, memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam industri angkutan udara, seperti maskapai, pengelola bandara dan penyedia bahan bakar, untuk menurunkan biaya operasional. Ketiga, menyiapkan kebijakan pemberian insentif fiskal untuk membantu efisiensi biaya dan mengurangi beban di maskapai.
Insentif ini diberikan atas jasa persewaan, perawatan, dan perbaikan pesawat udara, jasa persewaan pesawat udara dari luar daerah pabean, serta impor dan penyerahan atas pesawat udara dan suku cadang.
Kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi sejak November 2018 telah menurunkan jumlah penumpang hingga 28 persen berdasarkan data periode Januari-April 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019