Ikan merupakan bahan makanan yang lebih cepat mengalami proses pembusukan dibanding dengan daging lain. Dibandingkan dengan daging ayam atau sapi, ikan merupakan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah di dapat dan harganya yang lebih murah.

Kandungan proteinnya yang tinggi, ikan cepat mengalami proses pembusukan pasca panen jika tidak langsung diolah menjadi makanan. Secara umum yang menyebabkan ikan cepat membusuk adalah faktor bakteri dan faktpr kimiawi.

Pembusukan ikan menyebabkan menurunnya kualitas mutu ikan sehingga menyebabkan ikan tidak dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Maka dari itu mutu produk perikanan sangat bergantung dari mutu bahan bakunya.

Oleh sebab itu perlu perlu dilakukan pengawetan agar bakteri tidak dapat berkembang pada ikan. Proses pengawetan ikan yang biasa dilakukan adalah dengan cara pengasapan, pengeringan, penggaraman, pembekuan dan pendinginan.

Pengeringan merupakan suatu upaya untuk menurunkan kandungan air dalam bahan pangan. Ikan yang memiliki 60-84% kadar air akan mudah sekali mengalami kerusakan.  Sehingga pengeringan bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dalam ikan yang berakibat pada tidak tersedianya nutrisi bagi bakteri untuk tumbuh dan ada kemungkinan bagi bakteri asal bisa mati.

Karena itu, agar ikan dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama perlu dilakukan pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan ikan yang mudah dilakukan dan biayanya murah, karena dapat menggunakan panas sinar matahari pada proses pengeringannya.

Meskipun pengeringan dapat memperpanjang umur simpan daging ikan, tetapi proses pengeringan dengan perlakuan suhu tinggi juga dapat menurunkan kualitas nilai gizi ikan secara kuntitatif.

Selain itu proses pengeringan juga dapat memberikan efek perubahan warna pada daging ikan, yang semula berwarna putih, merah muda, dan hitam akan berubah menjadi warna coklat kehitaman.

Ikan asin merupakan produk perikanan yang berbahan dasar dari ikan teri yang diberikan garam konsentrasi tertentu dan kemudian dikeringkan menggunakan sinar matahari diatas para-para.

Produk perikanan ini memanfaatkan hasil samping tangkapan ikan nelayan disamping tangkapan utama seperti ikan tuna yang memiliki ukuran lebih besar dan harganya lebih mahal.

Menurut Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Jawa Barat, meski sudah mengalami proses penggaraman dan pengeringan, ikan asin tetap memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu energi 193 kilokalori, protein 42 gram, lemak 1,5 gram, kalsium 200 miligram, fosfor 300 miligram, dan zat besi 3 miligram.  

Selain itu  di dalam ikan asin kering juga terkandung vitamin B1 0,01 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram ikan asin kering dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 70%. Sehingga untuk mendapatkan produk ikan asin yang baik maka harus diperhatikan proses pengeringan yang baik.

Semakin berkembangnya ilmu beriringan dengan ilmu dan teknologi yang semakin canggih. Sehingga dalam melakukan pengeringan pelaku usaha ikan asin tidak sembarangan dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

Hal yang perlu diperhatikan pada proses pengeringan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara) dan faktor yang berkaitan dengan sifat bahan baku (ukuran, kadar air, tekanan parsial bahan), luas permukaan, serta udara disekitar pengeringan.

Semakin tinggi perbedaan suhu antara bahan pangan dengan medium pemanas maka panas akan cepat mengalami perpindahan ke dalam bahan dan semakin cepat pula penurunan kadar air dalam bahan pangan.

Udara akan dijenuhkan oleh air yang keluar dari bahan, sehingga udara yang seharusnya menyingkirkan air, kemampuannya akan menurun. Jadi semakin tinggi suhu maka pengeringan akan berjalan lebih cepat.

Tetapi jika panas yang diterapkan tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, maka bisa terjadi peristiwa “Case Hardening”, yaitu keadaan dimana bagian luar bahan pangan sudah kering, tetapi bagian dalam bahan belum kering atau masih basah.

Teknik pengeringan ikan asin menggunakan panas matahari merupakan teknik yang umum dilakukan di Indonesia yaitu ikan teri disusun di bagian atas rak dengaan posisi digantung kemudian di letakkan di luar ruangan atau dibawah sinar matahari selama 2 hari berturut-turut.

Menurut Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc, yang merupakan dosen ahli bidang Rekayasa Proses Pangan dari IPB, menyatakan mekanisme yang biasa dilakukan pada bahan yang akan dikeringkan dihadapkan pada cairan inert (CO2, N2) atau udara yang mengalir secara kontinyu dimana uap air menguap saat panas dipindahkan ke bahan yang akan melibatkan pemindahan massa melalui difusi kemudian perpindahan panas secara sensible dan latent, mekanisme tersebut juga berprinsip sama pada pengeringan ikan asin.
(Sumber lordbroken.files.wordpress.com)

Oleh: Lutfi Yulmiftiyanto Nurhamzah, Mahasiswa Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pewarta: Lutfi Yulmiftiyanto Nurhamzah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019