Sukabumi (Antara) - Koalisi Buruh Sukabumi (KBS) menuntut pemerintah daerah menaikkan upah minimum kabupaten pada 2014 dari Rp1,2 juta menjadi Rp2,2 juta.
"Kenaikan upah ini karena disesuaikan dengan naiknya harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya, sehingga UMK 2013 sudah tidak layak lagi menjadi acuan, jauh dari kebutuhan hidup layak para buruh," kata Ketua KBS Daden Nazarudin kepada wartawan, Senin.
Menurut Daden, pihaknya meminta pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Sukabumi untuk memperhatikan nasib buruh saat ini, selain itu juga harus mengawasi seluruh perusahaan yang tidak bisa memberikan UMK yang sudah ditetapkan.
Ia mengatakan, tuntutan tersebut tidak mengada-ada, saat ini harga seluruh kebutuhan dasar setelah naiknya harga bahan bakar minyak subsidi terus melonjak.
"Jika upah buruh hanya Rp1,2 juta, tidak akan cukup untuk memenuhi dirinya sendiri apalagi yang sudah memiliki keluarga," ujarnya.
Ia mengajak buruh di Sukabumi bersatu untuk menolak upah murah dan menolak Instruksi Presiden (Inpres) tentang Kenaikan Upah 2014, karena hampir 80 persen lebih buruh hidupnya di bawah garis sejahtera, hanya beberapa saja yang sudah sejahtera.
"Kami berharap pemerintah dan DPRD bisa menjawab apa yang diinginkan buruh, dan menetapkan UMK 2014 sesuai yang diinginkan, karena angka tersebut didapat dari hasil pemantauan harga-harga kebutuhan dasar para buruh," katanya.
Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Badri Suhendi mengatakan pihaknya setuju menolak upah murah bagi buruh dan akan merekomendasikan besaran UMK ke bupati, serta mengawasi kinerja dewan pengupahan.
Terkait penolakan Inpres, kata dia, pihaknya juga akan meminta agar dikaji ulang sesuai dengan tuntutan buruh.
"Kami akan berusaha memenuhi tuntutan buruh, tentunya akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, karena yang akan mengusulkan besaran upah adalah Bupati Sukabumi yang kemudian ditetapkan menjadi UMK oleh Gubernur Jabar," kata Badri.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013
"Kenaikan upah ini karena disesuaikan dengan naiknya harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya, sehingga UMK 2013 sudah tidak layak lagi menjadi acuan, jauh dari kebutuhan hidup layak para buruh," kata Ketua KBS Daden Nazarudin kepada wartawan, Senin.
Menurut Daden, pihaknya meminta pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Sukabumi untuk memperhatikan nasib buruh saat ini, selain itu juga harus mengawasi seluruh perusahaan yang tidak bisa memberikan UMK yang sudah ditetapkan.
Ia mengatakan, tuntutan tersebut tidak mengada-ada, saat ini harga seluruh kebutuhan dasar setelah naiknya harga bahan bakar minyak subsidi terus melonjak.
"Jika upah buruh hanya Rp1,2 juta, tidak akan cukup untuk memenuhi dirinya sendiri apalagi yang sudah memiliki keluarga," ujarnya.
Ia mengajak buruh di Sukabumi bersatu untuk menolak upah murah dan menolak Instruksi Presiden (Inpres) tentang Kenaikan Upah 2014, karena hampir 80 persen lebih buruh hidupnya di bawah garis sejahtera, hanya beberapa saja yang sudah sejahtera.
"Kami berharap pemerintah dan DPRD bisa menjawab apa yang diinginkan buruh, dan menetapkan UMK 2014 sesuai yang diinginkan, karena angka tersebut didapat dari hasil pemantauan harga-harga kebutuhan dasar para buruh," katanya.
Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Badri Suhendi mengatakan pihaknya setuju menolak upah murah bagi buruh dan akan merekomendasikan besaran UMK ke bupati, serta mengawasi kinerja dewan pengupahan.
Terkait penolakan Inpres, kata dia, pihaknya juga akan meminta agar dikaji ulang sesuai dengan tuntutan buruh.
"Kami akan berusaha memenuhi tuntutan buruh, tentunya akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, karena yang akan mengusulkan besaran upah adalah Bupati Sukabumi yang kemudian ditetapkan menjadi UMK oleh Gubernur Jabar," kata Badri.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013