Depok (Antara) - Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman menemukan praktik pungutan liar saat melakukan investigasi pada sembilan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah di Jabodetabek.

"Modus pelaksanaan praktik pungli itu adalah oknum BPLHD mengarahkan pelaku usaha untuk menggunakan jasa konsultan pilihannya dalam pengurusan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) UKL-UPL atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL)," kata Anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Budi Santoso, Rabu.

Ia mengatakan hasil investigasi Ombudsman menyebutkan oknum BLH menyebut angka nominal mulai dari Rp30 juta hingga Rp50 juta untuk pengurusannya. Sedangkan dalam sebulan tidak kurang dari 10-20 pelaku usaha mengajukan pengurusan AMDAL, UKL-UPL dan SPPL.

"Bila dikalkulasi, jumlah pungutan mencapai ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah dalam setahun," katanya.

Lebih lanjut Budi menerangkan, investigasi tersebut berlangsung pada Mei-Juni 2013 di sembilan Kantor BPLHD se-Jabodetabek. Kesembilan kantor tersebut adalah BPLHD Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tengerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Administrasi Jakarta Selatan serta Timur.

Menurut dia seharusnya pengurusan izin Amdal, UKL-UPL tersebut tidak dipungut biaya.

Dikatakannya langkah investigasi dilakukan setelah Ombudsman RI menerima laporan dari seorang pelaku usaha yang mengaku dimintai uang dalam jumlah besar di BPLHD.

Kemudian, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan investigasi dan kajian sistemik lantaran praktik pungli dapat mengganggu kegiatan ekonomi dan berpotensi merusak kelestarian lingkungan hidup.

Gangguan dan kerusakan yang dimaksud adalah kesulitan pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas ekonominya karena sulit memperoleh izin dan potensi kerusakan lingkungan hidup yang terjadi bilamana analisis lingkungan tidak dilakukan dengan baik.

"Penyelematan dua hal ini (ekonomi dan lingkungan) yang menjadi fokus perhatian," ucap Budi.

Ia menjelaskan tidak semua pelaku usaha memahami penyusunan dokumen lingkungan mengingat tidak semua perusahaan memiliki bagian organisasi yang menangani persoalan lingkungan. Akibat ketidakpahaman itu, para pelaku usaha terpaksa menggunakan jasa pihak ketiga (konsultan).

Sebenarnya lanjut dia tidak ada masalah dengan hal tersebut. Tapi dari temuan sementara di lapangan, penggunaan jasa pihak ketiga (konsultan) itu sudah diarahkan oleh oknum pegawai BPLHD termasuk dengan varian tarif yang sangat tidak masuk akal.

"Tidak ada opsi lain dari pelaku usaha untuk memilih dan menentukan sendiri pihak ketiga yang dimaksud," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut Kepala BLH Kota Depok Zamrowi mengatakan pihaknya hanya memberikan alternatif konsultan untuk membuat dokumen lingkungan kepada pengusaha.

"Kalau mereka tak punya konsultan ya kami sediakan, tapi kalau memang sudah punya konsultan sendiri kami persilakan," ujarnya.

Ia mengatakan di BLH sendiri ada puluhan konsultan yang siap memmberikan bantuan untuk membuat dokumen izin lingkungan. "Kami tidak memaksa kalau mereka memang membutuhkan konsultan kami berikan alternatif," katanya.

Jadi lanjut Zamrowi pihaknya tidak pernah memaksa ataupun mengarahkan untuk mengurus dokumen lingkungan. "Kami menganjurkan agar mereka membawa konsultan sendiri," katanya.

Pewarta: Oleh Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013