Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung, membantu meringankan vonis mati yang tengah dihadapi oleh Daryati (24), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Padangratu, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Menurut Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Bayana, peluang untuk lolos dari jerat hukum mati masih ada, yakni Daryati tulangpunggung keluarga.
"Daryati tidak memiliki catatan kejahatan. Niatnya bekerja ke Singapura untuk membantu pengobatan bapaknya yang stroke. Kami sudah melihat langsung kondisi bapaknya yang terbaring lemah dan tak berdaya. Keluarganya juga tidak mampu. Jika tidak ada situasi memaksa, tidak mungkin dia melakukan pembunuhan," kata Bayana, di Bandarlampung, Kamis (28/3/2019).
Daryati kini tengah menghadapi tuntutan hukuman gantung di Singapura. Pada Juni 2016, Daryati didakwa membunuh majikannya.
Dia berangkat ke Singapura pada April 2016 sebagai TKI ke Singapura, melalui PT Sukma Karya Sejati, Jakarta.
Daryati terlahir sebagai anak ketiga pasangan Dadang (53) dan Munarti. Kakak pertama Daryati pernah menjadi TKI dan meninggal dunia beberapa tahun lalu ketika melahirkan anak pertamanya.
Adik Daryati, Mela (14) hanya lulus SD dan berhenti sekolah dengan alasan tidak memiliki biaya. Ketika Daryati berangkat (2016), ayahnya (Dadang) masih bisa berjalan walau pakai tongkat. Kini, Dadang, ayah Daryati tidak mampu lagi berjalan.
"Semua data tentang kondisi terkini keluarga Daryati sudah kami himpun dan kirim ke Kementerian Luar Negeri dengan harapan dapat meringankan hukuman bagi Daryati. Alasan kemanusiaan ini kami sampaikan agar otoritas Singapura mampu memberi keadilan bagi Daryati," kata Bayana. (RLs/Humas Prov Lampung/ANT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Menurut Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Bayana, peluang untuk lolos dari jerat hukum mati masih ada, yakni Daryati tulangpunggung keluarga.
"Daryati tidak memiliki catatan kejahatan. Niatnya bekerja ke Singapura untuk membantu pengobatan bapaknya yang stroke. Kami sudah melihat langsung kondisi bapaknya yang terbaring lemah dan tak berdaya. Keluarganya juga tidak mampu. Jika tidak ada situasi memaksa, tidak mungkin dia melakukan pembunuhan," kata Bayana, di Bandarlampung, Kamis (28/3/2019).
Daryati kini tengah menghadapi tuntutan hukuman gantung di Singapura. Pada Juni 2016, Daryati didakwa membunuh majikannya.
Dia berangkat ke Singapura pada April 2016 sebagai TKI ke Singapura, melalui PT Sukma Karya Sejati, Jakarta.
Daryati terlahir sebagai anak ketiga pasangan Dadang (53) dan Munarti. Kakak pertama Daryati pernah menjadi TKI dan meninggal dunia beberapa tahun lalu ketika melahirkan anak pertamanya.
Adik Daryati, Mela (14) hanya lulus SD dan berhenti sekolah dengan alasan tidak memiliki biaya. Ketika Daryati berangkat (2016), ayahnya (Dadang) masih bisa berjalan walau pakai tongkat. Kini, Dadang, ayah Daryati tidak mampu lagi berjalan.
"Semua data tentang kondisi terkini keluarga Daryati sudah kami himpun dan kirim ke Kementerian Luar Negeri dengan harapan dapat meringankan hukuman bagi Daryati. Alasan kemanusiaan ini kami sampaikan agar otoritas Singapura mampu memberi keadilan bagi Daryati," kata Bayana. (RLs/Humas Prov Lampung/ANT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019