Karawang, 23/12 (ANTARA) - Pemotongan dana santunan Pemerintah Belanda kepada sembilan janda dan seorang saksi mata pembantaian tentara Belanda di Rawagede pada 1947 dilakukan atas kesepakatan bersama, dan akan diberikan kepada 171 ahli waris korban Peristiwa Rawagede.

Demikian disampaikan Mamat, Kepala Desa Balongsari (dulu Rawagede), Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, kepada ANTARA, di Karawang, Jumat, menanggapi munculnya isu adanya pemotongan dana santunan Pemerintah Belanda yang diperoleh sembilan janda dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede.

"Tidak ada pemotongan. Dana santunan dari Pemerintah Belanda kepada sembilan janda dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede itu sengaja dikurangi setelah ada kesepakatan para janda korban Peristiwa Rawagede. Selanjutnya, dana yang kurangi akan dibagikan kepada 171 ahli waris korban Peristiwa Rawagede," kata Mamat.

Dikatakannya, seharusnya sembilan janda dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede mendapatkan dana santunan dari Pemerintah Belanda sebesar Rp220 juta per orang.

Tetapi karena ada tuntutan mendapatkan dana santunan dari para ahli waris korban Peristiwa Rawagede, akhirnya disepakati dana santunan sembilan janda dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede mendapatkan dana santunan dari Pemerintah Belanda dikurangi Rp100 juta.

Sehingga, sembilan janda dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede hanya mendapatkan dana santunan dari Pemerintah Belanda sebesar Ro110 juta. Uang senilai Rp100 juta yang dikurangi itu selanjutnya akan dibagikan kepada 171 ahli waris korban Peristiwa Rawagede.  
    
Menurut dia, ketika gugatan dilayangkan kepada Pemerintah Belanda pada 2008, sebanyak 171 ahli waris korban Peristiwa Rawagede tidak diikutsertakan sebagai penggugat. Sebab secara hukum hanya istri atau suami yang berhak mengajukan gugatan tersebut.

Sehingga setelah gugatan itu dimenangkan, Pemerintah Belanda hanya memberikan santunan atau ganti rugi kepada sembilan janda dan seorang saksi Peristiwa Rawagede.

Setelah para janda korban Peristiwa Rawagede mendapatkan dana santunan tersebut, dilakukan rapat bersama antara para janda dengan seluruh ahli waris korban Rawagede. Hasilnya disepakati uang senilai Rp100 juta dari dana yang diterima setiap penggugat disisihkan untuk dibagikan kepada para ahli waris korban Peristiwa Rawagede.

"Jika dana yang disisihkan masing-masing janda korban dan seorang saksi mata Peristiwa Rawagede itu terkumpul, maka total dana mencapai Rp 1 miliar. Selanjutnya dana itu akan dibagi secara merrata kepada 171 ahli waris yang tidak mendapatkan santunan langsung dari Pemerintah Belanda," kata Mamat.

Sementara itu, pada 14 September 2011, Pengadilan Sipil Den Haag, Belanda, memenangkan gugatan para janda dan korban pembantaian tentara Belanda di Rawagede. Atas kemenangan gugatan itu, Pemerintah Belanda dinyatakan bersalah dan diwajibkan memberikan kompensasi kepada para korban.
 
Pada 9 Desember 1947 tentara Belanda melakukan pembantaian terhadap 431 penduduk Rawagede. Aksi pembantaian itu dipimpin seorang militer berpangkat mayor, dengan mengepung Desa Rawagede dan menggeledah setiap rumah.

Tetapi mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun. Setelah itu, para tentara Belanda memaksa seluruh penduduk desa itu keluar rumah dan mengumpulkannya di sebuah lapangan.

Saat itu, penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang Republik. Tetapi tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian para pejuang tersebut.

Tentara Belanda kemudian menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja dan bahkan ada yang baru berusia 11 dan 12 tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri ke hutan, walaupun terluka kena tembakan.
 
M Ali

Pewarta:

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011