Seorang wanita lanjut usia Saminem warga Kampung Cikukulu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat harus menjadi tulang punggung dan rela menjadi penjual cilok pikul untuk menghidupi keluarganya karena sejak enam tahun lalu suaminya menderita stroke.

"Saya harus menggantikan peran suami (Bisri) yang sakit stroke sejak 2013 lalu, apalagi sampai saat ini masih ada dua putri yang masih duduk di bangku SMP dan SD sehingga untuk memenuhi kebutuhan keluarga harus berjualan cilok (bakso tusuk) dengan cara dipikul keliling dari kampung ke kampung," kata Saminem yang merupakan warga RT 07/02, Desa Cisande, Kecamatan Cicantayan, Kamis.

Meskipun usianya sudah masuk senja, tetapi nenek ini tetap bersamangat menjajakan dagangannya dan harus keliling dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan pembeli.

Wanita ini mulai beraktivitas menjual barang dagangannya itu setelah Shalat Ashar dan pulang mendekati waktu Shalat Magrib. Setiap harinya ia bisa menjual 70 sampai 100 butir cilok dengan harga Rp500 hingga Rp1.000/butir.

Meskipun lelah dan harus memanggul barang dagangannya, Suminem tidak pernah mengeluh, bahkan usahanya itu ditekuninya dengan semangat sebab yang ada dalam benaknya hanya untuk beribadah menafkahi keluarganya khususnya suaminya yang terbaring sakit akibat stroke.

Keuntungan setiap hari dari hasil penjualan cilok hanya rata-rata sebesar Rp20 ribu. Bahkan, pada musim penghujan ini wanita tangguh ini tetap berjualan meskipun diguyur hujan deras yang membasahi tubuhnya.

"Alhamdulillah dengan jualan cilok ini saya masih bisa menafkahi suami dan anak yang masih duduk di bangku sekolah. Harus diakui usahanya itu cukup melelahkan tapi saya rela dan iklas dengan tujuan untuk ibadah," tambahnya.

Suminem mengatakan apa yang dilakukannya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi suaminya yang sedang sakit harus membeli obat. Namun demikian ia tetap akan melanjutkan usahanya ini yang terpenting kebutuhan keluarganya tercukupi.

Di sisi lain, ia pun sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) serta kedua anaknya yang sekolah biayanya ditanggung pemerintah dengan program Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Suminem dan suaminya tinggal di rumah yang sangat sederhana dengan ukuran 3x5 meter. Setiap harinya selain berjualan cilok ia pun harus merawat suaminya dan menyediakan kebutuhan anak-anaknya.

Pewarta: Aditia Aulia Rohman

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019