Boston (Antara) - Sejak gambaran klinis pertama pada tahun
1906 oleh Dr Alois Alzheimer, plak amyloid dan neurofibrillary
tangles merupakan penyebab hipotetikal penyakit Alzheimer.

Namun demikian beban plak tidak mampu memperediksi status
kognitif pada manusia, yang membuat beberapa kelompok  peneliti
mengenai kemungkinan adanya spesies terlarut dan peptide ß
amyloid yang berperan penting dalam  fungsi patologis penuaan
otak dan juga menjadi penanda tahap awal penyakit Alzheimer.

 Walau telah hampir 100 tahun berlalu, plak ß amyloid telah
dipikirkan sebagai penyebab penyakit Alzheimer (Alzheimer's
Diseases/AD), namun masih banyak misteri hubungan plak dengan
patogenesa AD dan defisit status kognitif  manusia.

Pada konferensi AD di Vancouver 2012, ramai dibicarakan
perkembangan "lesi Tau intraneural" yang dapat dilacak pada sel
oligodendrosit muda dan sel oligodendrosit mature yang digunakan
sebagai strategi-strategi baru untuk dapat memotong mata rantai
pre-tangles (fase asimptomatik AD) menjadi neurofibrillary
tangles (fase simptomatik AD).

Konferensi internasional AD 2013 pada 13-18 Juli yang diadakan di
Boston, Amerika Serikat (AS) dengan membicarakan topik-topik yang
sangat menarik.

Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit demensia neurodegeneratif
yang paling sering dijumpai. Usia adalah faktor risiko terbesar.
Kemajuan besar dalam ilmu kedokteran telah menambah jumlah
manusia yang dapat hidup hingga usia 80 hingga 90 tahun dan hal
ini menyebabkan meningkatnya angka penderita (insiden) demesia
Alzheimer.

 Menurut Wikipedia Indonesia Alzheimer bukan penyakit menular,
melainkan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat
yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan
mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim
dengan orang tua.


                  Gejala awal

Gangguan memori (cognitive memory decline) adalah gejala paling awal
dan paling nyata dari penyakit demensia Alzheimer. Pasien awalnya
merasakan adanya gangguan ringan pada memori episodik tipe amnestik
(aMCI) seperti mengulang-ulang perkataan dalam pembicaraan, lupa akan
kejadian yang baru terjadi (lupa meletakkan di mana kunci kendaraan).

Seiring dengan waktu penyakit ini menjadi stadium lanjut terjadi
gangguan fungsional pada aktivitas sehari-hari seperti pasien
bermasalah dalam pengaturan keuangan, kesulitan mengatur obat
yang akan diminum.

 Apabila tidak ditemukan penyakit yang lain maka pada tahap ini
pasien memenuhi kriteria untuk diagnosis klinis Alzheimer
Disease Probable (belum definitif).

Penyakit ini harus dipastikan secara definitif dengan
pemeriksaan neuropatologis (PA) berdasarkan ditemukannya tanda
khas penyakit Alzheimer yaitu plak amyloid dan neurofibrillary
tangles.

Penyakit Alzheimer ini sangat progresif dan fatal (diagnosa
terminal) dengan angka bertahan hidup sekitar 8-12 tahun sejak
onset gejala ditemukan.

Alzheimer dapat terjadi pada usia muda (Early Onset Alzheimer
Disease) yang merupakan tipe Alzheimer yang jarang ditemui dan
bersifat autosomal dominant (kelainan gen pada kromosom
autosomal).

Ada tiga gen telah diidentifikasi sebagai penyebab "early onset
AD" yaitu: APP, suatu protein yang mengkode prekursor amyloid
(protein yang pertama ditemukan), dan PSEN 1, PSEN 2 yang
mengkode presenilin 1 dan 2 (adalah komponen dari kompleks enzim
secretase yang memisahkan ß amyloid (Aß) dari APP.  Ketiga gen
ini berperan dalam produksi peptida ß amyloid (Aß).


          Molekul yang berperan dalam AD

Identifikasi protein yang berakumulasi dalam badan inklusi dan dalam
gen sangat membantu memberi pemahaman dasar molekuler AD.      ß
amyloid adalah fragmen asam amino 40 atau 42 dari APP yang memiliki
fungsi normal dalam pengaturan sinaptik, yang kemudian berakumulasi
(agregrat Aß) hingga level toksik pada penderita AD.

Salah satu bagian penting Aß adalah kemampuannya untuk
beragregrasi menjadi multimers (termasuk dimer, trimer,
dodecamer) atau menjadi oligomer yang lebih besar, protofibril
dan fibril panjang yang membentuk plak amyloid.

Beberapa peneliti telah berhasil secara spektakuler dalam
penemuannya antara lain: Mary Jo Ladu dkk berhasil mempersiapkan
monomer, oligomer dan fibril Aß sintetik untuk bahan penelitian.

Kemudian, Dpiminic Walsh dkk berhasil melakukan pemurnian dimer
dan trimer dari sel kultur, dari liquor dan dari jaringan otak.
Sylvain Lesne dkk berhasil mengisolasi Aß 56 (oligomer yang lebih
besar) yang terbukti berkolerasi dengan deficit kognitif pada
binatang percobaan tikus AD.

Sedangkan Justin Legleiter berhasil menggunakan mikroskop atom
(AFM) untuk evaluasi peristiwa agregasi Aß.

Langkah awal dalam produksi Aß dari APP adalah pemecahan ekstra
seluler APP yang membentuk pecahan carboxy terminal (CTFs).
Langkah kedua adalah pemecahan CFT oleh secretase yang membentuk
Aß dan domain APP intraseluler (AICD).
Peneliti Luke Esposito berhasil menghitung CTFs dan memeriksa
berbagai ukuran fragmen Aß dengan menggunakan gel asam urea.

Sedangkan peneliti Pimplikan dkk berhasil mendeteksi AICD
intraseluler.

Pada konferensi AD di Boston, Amerika Serikat pada Juli 2013
akan dipaparkan protokol untuk deteksi AICD dan akan dibicarakan
relevansi biologis AICD pada keadaan fisiologis dan patologis.

Aspek penting yang khas patobiologi yang lain pada AD adalah
protein Tau yang berhubungan dengan mikrotubulus, suatu komponen
sitoskeleton, beragregasi menjadi neurofibrillary tangles.

Peneliti Gail Johnson dkk berhasil mengembangkan teknologi
pengukuran secara kuantitatif efek terjadinya agregasi Tau.

Molekul Apo E adalah faktor resiko utama untuk AD. Sebagai
lipoprotein, biokimia ApoE termasuk rumit. Alel 3 lebih sering
ditemukan tetapi Alel 4 lebih patologis dan akan meningkatkan
risiko AD berlipat ganda.

Peneliti Karl Weisgraber berhasil melakukan pemurnian biokimia
untuk menghasilkan isofom ApoE yang berbeda-beda untuk tujuan
eksperimen.

Melihat banyaknya model penelitian yang tersedia untuk
mempelajari AD dan begitu berbeda-beda hasil penelitian
sebelumnya maka pemilihan model yang akan dipakai untuk
mempelajari AD ini agak memusingkan.

Setelah memilih sistim model, yang penting menetapkan alat ukur
beratnya gangguan dan atau efek dari pengobatan yang potensial.

Pengukuran beban plak amyloid telah diterima secara luas, namun
jelas plak seringkali bukan indicator yang baik untuk
menggambarkan fungsi neuron. Pengukuran fungsional yang pasti
adalah perilaku.

Tes Morris Water Maze merupakan tes klasik untuk melihat fungsi
memori yang merefleksikan fungsi hippocampus.

Temuan terbaru Jorge Palop dan kawan-kawan, menemukan batasan
neurobiologi baru terutama kognitif "learning and memory"
berperan dalam epigenetik.
Peneliti Li Gan dan kawan-kawan merinci vektor virus terbukti sebagai
alat yang penting untuk menjadi model penyakit neurodegeneratif dan
menggunakan lenti virus ke dalam sistim saraf pusat model tikus
Diagnosa banding AD adalah demensia frontotemporal (FTD).      Gejala
klinisnya lebih spesifik dan bervariasi dengan neuropatologi lebih
kompleks.

Penderita FTD mengalami demensia semantik (hilangnya pengetahuan
semantik tentang objek), afasia nonfluent progresif, terjadi
perubahan kepribadian/perilaku (disfungsi eksekutif frontal) dan
kadang terdapat tanda defisit motor neuron (kelumpuhan). FTD
diturunkan familial secara autosomal dominant (semua kasus
memiliki patologi Tau).


                        Terapi AD.


Pada saat diagnosa definitif AD ditegakkan dengan menunjukkan
Neurofibrillary Tangles (NFT) stadium V dan VI maka semua terapi
tidak banyak berguna.

Yang terpenting adalah menentukan adanya pre-tangles atau paling
tidak menentukan NFT stadium I, II dengan gejala presimptomatik
(forgetfulness/ mudah lupa). Pasien dapat diberikan salah satu
dari banyaknya inhibitor kolinesterase (R/Aloxtra 5mg) yang
tersedia sering digunakan untuk meningkatkan fungsi kolinergik
yang berperan dalam klinis memori.

Pada stadium selanjutnya penyakit ini, obat ini sering diberikan
bersama dengan "memantine" (R/ Abixa 10mg) yang berguna untuk
mencegah perangsangan berlebihan dari reseptor glutamate jenis
NMDA.

Banyak obat lain saat ini dalam uji klinis yang secara khusus
bekerja pada proses molekuler yang berperan dalam patogenesis
AD, memberi harapan bahwa obat ini akan memberikan keuntungan
terapeutik yang dramatis.

Semua ini dipaparkan oleh pakar peneliti pada acara
International Conference AD 2013 di Boston AS.

Manipulasi farmakologis, diet atau genetik yang dirancang untuk
mengganggu aktifitas ¿ßy secretase untuk membatasi produksi
ataupun akumulasi Aß, hal inipun dibicarakan di konferensi
tersebut.
*dr Andreas Harry Sp.S(K), Ahli Penyakit Syaraf, peserta Konferensi Internasional AD 2013 di Boston, Amerika Serikat.

Pewarta: Oleh dr Andreas Harry ,SP.S (K)

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013