Sejumlah aktivis mahasiswa tergabung dalam Aliansi Organisasi Peduli Generasi Muda kembali menolak penayangan film Dilan 1991 di bioskop Makassar karena dinilai merusak pola pikir generasi muda.
"Ada beberapa adegan-adegan dalam film itu memiliki konten negatif yang merusak cara berpikir pelajar maupun generasi muda kita," sebut Jenderal Lapangan aksi Baso Kala di depan Mal Panakukang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Menurut dia, berdasarkan hasil pengkajian terdapat desain neoliberalisme dengan sengaja menggiring cara berpikir pelajar pada adegan ciuman antarpelajar di sekolah, perkelahian dan perilaku kurang ajar terhadap guru dalam kelas saat belajar mengajar.
Selain itu, cara berpacaran secara terbuka tersebut juga merusak budaya Indonesia yang seharusnya tidak dilakukan pelajar karena mereka dituntut untuk menimba ilmu bukan berpacaran.
Pihaknya mendesak pihak berwenang dalam hal ini pengelola bioskop pada semua mal di Makassar tidak memutar film Dilan 1991 dan diminta menghentikan penayangan di semua biskop seluruh Indonesia.
Sebab, konten didalam film itu memiliki efek buruk bagi remaja yang labil dan cenderung penasaran untuk ikut-ikutan meniru adegan-adengan negatif itu.
Pihaknya juga mendesak pihak pengelola mal se-Indonesia untuk mencabut ijin XXI karena dianggap ikut andil dalam menyiarkan pengaruh-pengaruh negatif melalui film tersebut kepada penonton utamanya generasi muda.
Demonstran mengangap apa yang ditayangkan lebih mementingkan keuntungan bisnis ketimbang mencegah pengaruh negatif bagi pemikiran anak bangsa.
"Mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Pariwisata untuk mengevaluasi kinerja lembaga sensor film Indonesia. Meminta DPR melalui Komisi I untuk mendesak semua pihak ikut andil dalam penyelamatan generasi bangsa dari budaya asing," tegasnya.
Sebelumnya, penolakan pemutaran film Dilan 1991 dilakukan organisasi mengatasnamakan Laskar 98 Indonesia di XXI Mal Panakukan saat pemutaran perdana film itu.
Mereka menuntut agar penayangan film yang dinilai tidak mencerminkan karakter anak bangsa tidak lagi diputar pada bioskop-bioskop mal setempat. Hal ini kemudian mengelinding hingga mendorong organ lain ikut menyuarakan penolakan film tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Ada beberapa adegan-adegan dalam film itu memiliki konten negatif yang merusak cara berpikir pelajar maupun generasi muda kita," sebut Jenderal Lapangan aksi Baso Kala di depan Mal Panakukang Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Menurut dia, berdasarkan hasil pengkajian terdapat desain neoliberalisme dengan sengaja menggiring cara berpikir pelajar pada adegan ciuman antarpelajar di sekolah, perkelahian dan perilaku kurang ajar terhadap guru dalam kelas saat belajar mengajar.
Selain itu, cara berpacaran secara terbuka tersebut juga merusak budaya Indonesia yang seharusnya tidak dilakukan pelajar karena mereka dituntut untuk menimba ilmu bukan berpacaran.
Pihaknya mendesak pihak berwenang dalam hal ini pengelola bioskop pada semua mal di Makassar tidak memutar film Dilan 1991 dan diminta menghentikan penayangan di semua biskop seluruh Indonesia.
Sebab, konten didalam film itu memiliki efek buruk bagi remaja yang labil dan cenderung penasaran untuk ikut-ikutan meniru adegan-adengan negatif itu.
Pihaknya juga mendesak pihak pengelola mal se-Indonesia untuk mencabut ijin XXI karena dianggap ikut andil dalam menyiarkan pengaruh-pengaruh negatif melalui film tersebut kepada penonton utamanya generasi muda.
Demonstran mengangap apa yang ditayangkan lebih mementingkan keuntungan bisnis ketimbang mencegah pengaruh negatif bagi pemikiran anak bangsa.
"Mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Pariwisata untuk mengevaluasi kinerja lembaga sensor film Indonesia. Meminta DPR melalui Komisi I untuk mendesak semua pihak ikut andil dalam penyelamatan generasi bangsa dari budaya asing," tegasnya.
Sebelumnya, penolakan pemutaran film Dilan 1991 dilakukan organisasi mengatasnamakan Laskar 98 Indonesia di XXI Mal Panakukan saat pemutaran perdana film itu.
Mereka menuntut agar penayangan film yang dinilai tidak mencerminkan karakter anak bangsa tidak lagi diputar pada bioskop-bioskop mal setempat. Hal ini kemudian mengelinding hingga mendorong organ lain ikut menyuarakan penolakan film tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019