Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cikarang mencatat 30 persen jumlah tenaga kerja  Kabupaten Bekasi, Jawa Barat tidak mengikuti jaminan sosial sehingga keselamatan kerja mereka tidak terjamin padahal mempunyai risiko kecelakaan kerja yang tinggi.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cikarang, Achmad Fatoni di Cikarang, Selasa mengatakan saat ini jumlah kepesertaan di Kabupaten Bekasi baru sekitar 70 persen. Meski begitu, banyak juga perusahaan yang justru membandel dengan tidak membayar iuran yang ditetapkan.

Padahal, perusahaan telah memotong biaya sebanyak dua persen dari gaji karyawan. Akibat tidak dibayarkan, karyawan menderita kerugian bilamana terjadi kecelakaan kerja.

"Memang persoalannya demikian. Masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya agar terlindungi bila terjadi kecelakaan kerja, padahal pekerjaan apapun itu memiliki risiko. Di sisi lain, perusahaan yang telah mendaftarkan karyawannya pun banyak tidak patuh. Iuran yang mereka potong dari gaji karyawan itu tidak dibayarkan," kata Fathoni.

Berdasarkan data Desember 2018, jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Cikarang mencapai 348.679 orang dari 4.416 perusahaan. Jumlah itu masih menjadi yang tertinggi di Jawa Barat. Meski begitu, masih banyak juga yang belum terdaftar.

"Jadi karyawan di Kabupaten Bekasi itu tidak hanya terdaftar di Cabang Cikarang tapi juga Jakarta dan Bekasi Kota. Jika digabungkan, dari 1,2 juta orang angkatan kerja baru 70 persen yang sudah terjamin keselamatan kerjanya, sisanya belum. Padahal bila merunut angka nasional, kepesertaan itu harusnya sudah mencapai 95 persen," ucapnya.

Sementara, dari 4.416 perusahaan yang telah mendaftarkan karyawannya, angka kepatuhan hanya mencapai 74,4 persen. Sedangkan, 25,6 persen sisanya tidak patuh alias menunggak iuran. Akibatnya, banyak karyawan yang merugi karena kepesertaan mereka dianggap tidak aktif.

"Jadi kejadiannya itu ketika terjadi kecelakaan kerja, harusnya karyawan itu langsung mendapat penanganan medis di rumah sakit yang telah bekerja sama, biayanya ditanggung BPJS. Namun jika menunggak, sistemnya menjadi reimburse," ujarnya.

Kemudian jika terdapat cedera serius, hingga cacat dan tidak mampu bekerja. "Sebenarnya ada santunan bagi yang tidak mampu bekerja. Kemudian jika meninggal, paling dari perusahaan hanya uang duka. Padahal dari kami ada hitungan tersendiri jika meninggal akibat kecelakaan angkanya 52 kali dari gaji yang dilaporkan. Ini yang jadi masalah kalau kepatuhan tidak berjalan," katanya.

Fatoni melanjutkan, sepanjang tahun 2018, jumlah klaim yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan Cikarang mencapai Rp315.306.544.219. Jumlah tersebut terbagi atas Jaminan Hari Tua untuk 25.859 kasus dengan nilai mencapai Rp276.486.251.150, Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar Rp30.010.890.407 (4.083 kasus), Jaminan Kematian sebesar Rp7.362.000.000 (266 kasus), dan Jaminan Pensiun sebesar Rp1.447.402.662 (1.575 kasus).

"Jumlah jaminan hari tua memang paling banyak. Namun di sisi lain, tidak seluruh perusahaan mendaftarkan karyawannya pada semua kategori jaminan, termasuk jaminan hari tua. Padahal ini bisa menjadi tabungan tersendiri bagi karyawan," jelasnya.

Selain persoalan peserta penerima upah tetap, kepesertaan bagi para pekerja non formal pun harus ditingkatkan. Fatoni mengatakan, jumlah peserta dari pekerja non formal hanya mencapai 19.979 orang.

"Persoalannya memang dari kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya ketika bekerja. Banyak pekerja yang menganggap pekerjaan yang dilakukan tidak mengandung risiko, padahal risiko itu selalu ada. Termasuk bagi pekerja non formal, atau bahkan wirausahawan. Ini harus menjadi perhatian bersama," ujarnya.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019