Wakil Ketua Umum Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPPI), Arif Fahrudin mengajak semua pihak untuk memberantas secara bersama-sama hoax dan ujaran kebencian agar tercipta Pemilu 2019 berjalan damai.

Menurut Arif dalam keterangan tertulisnya, Senin mengatakan tahun politik 2019 ini ibarat ombak besar karena terdapat gelombang-gelombang kecil didalamnya, yakni gabungan  pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) meliputi DPD,DPRD, DPRD Kab/kota, dan DPRRI serta Pilpres yang semuanya menjadi satu pada hari bersamaan.

Arif menganggap Pemilu ini adalah sebagai suatu media atau wasilah, proses terwujudnya proses penyelenggaraan negara yang good governance, karena dengan demikian umat Islam sendiri akan menemukan rahmatnya, ibadahnya tenang karena difasilitasi kehidupan agamanya oleh negara yang terselenggara dengan baik.

"Saya melihat dengan dua indikator tadi, pengguna medsos semakin banyak tapi literasi atau pendidikan politik yang ada kurang berjalan, buktinya masih ada hoax dan hate speech," ungkap Arif yang juga memimpin pondok pesantren Hasbyallah di kawasan Klender, Jakarta Timur.

Upaya yang serius untuk melakukan literasi dari media sosial yang positif juga harus diadakan. Ormas-ormas kepemudaan ataupun ormas lainnya harus memiliki kesamaan pandangan dalam menggunakan medsos.

Selain itu juga harus diiringi dengan penegakan hukum yang jelas untuk memberikan efek Jera kepada pihak-pihak yang hobi atau akan mengeluarkan hal-hal negatif, sehingga mereka harus berpikir ulang saat hendak menyebarkan hoax atau hate speech.  

"Kalau didunia nyata Ustad bilang jangan suka fitnah, maka jangan sebar fitnah didunia maya," saran Arief yang juga seorang Ustdad dan penulis.

Ia juga memberikan apresiasi dan dukungan penuhnya terhadap aparat kepolisian yang sigap dan tegas dalam menangani kasus-kasus hoax belakangan ini.
 
Wakil Ketua MPII, Nur Khamin. (Megapolitan.antaranews.com/Foto: istimewa)

Pendapat senada juga disamoaikan oleh Wakil Ketua MPII lainnya, Nur Khamin yang menyatakan setuju dengan adanya literasi/kesadaran dalam membaca situasi yang diprakarsai oleh Pemerintah (Menkominfo) dalam menyikapi sebuah kabar hoax.

Langkah ini menurutnya sebaiknya didukung juga oleh aplikasi dinternet yang mampu memfilter hoax. Ajang konsultasi dan sharing antar masyarakat pengguna medsos pun perlu dilakukansebelum pelaksanaan pemilu demi menghindari efek negatif. Sementara masyarakat hendaknya mampu memviralkan hal-hal yang positif dengan medsos.

"Energi masyarakat medsos sebaiknya jangan hanya terfokus pada urusan pemilu, kalaupun tentang pemilu jadikankah semacam wisata pemilu yang berlangsung lima tahun sekali dan berisikan hal-hal yang meggembirakan, jangan hanya tersedot pada hiruk-pikuknya pemilu," ujar Nur.

Jabodetabek khususnya Jakarta menjadi ukuran pelaksanaan pemilu, karena itu jika pelaksanaan pemilu diharapkan bisa berjalan damai maka perlu diadakan kerjasama yang membangun dari berbagai pihak, baik ormas, perwakilan masyarakat lintas suku, media massa, pemerintah maupun penyelenggara pemilu.

"Saya ingin ada semacam roadshow keliling untuk membahas isu terkini, jangan sampai pemilu menjadi gaduh. Untuk itu mitra babinsa dan pemprov juga perlu dilibatkan agar dapat mengantisipasi hal-hal buruk yang terjadi di masyarakat sekaligus menjadi penyambung pelaksanaan kebijakan-kebijakan Pemerintah agar terimplementasi hingga kelapisan masyarakat," harapnya.

Nur merespon positif upaya pemerintah yang berusaha melibatkan kalangan pemuka agama (ustad dan mubaligh) untuk ikut terlibat dalam menjaga kedamaian pemilu 2019.

"Indonesia mini ada di Jakarta, dan temperamen yang mewakili tiap suku banyak berada di Jakarta, sehingga Jakarta menjadi barometer pelaksanaan pemilu," demikian Nur.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019