Depok (Antaranews Megapolitan) - Dewan Nasional Jaringan Indonesia Positif (JIP) Yudi Syahendra menilai Nol diksriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih menjadi tantangan untuk diwujudkan karena masih sering terjadi diskriminasi terhadap mereka.
"Diskriminasi tidak akan hilang tanpa peran aktif dan tindakan dari semua orang untuk mengakhirinya," kata Yudi di Depok, Sabtu.
Ia mengatakan seharusnya semuanya bergerak mulai dari tokoh agama, pemerintah, komunitas, dan tidak kalah penting juga media untuk memberikan pemahaman tentang HIV/AIDS yang benar kepada masyarakat.
Diskriminasi terjadi terhadap 14 Anak dengan HIV/AIDS atau ADHA yang tinggal di Yayasan Lentera ditolak untuk bersekolah di SDN Purwotomo Solo seiring dengan penolakan yang dilakukan oleh orang tua siswa lain.
Sebelumnya diskriminasi juga terjadi beberapa waktu lalu dimana lima anak yang positif HIV di Samosir, Medan, Sumatera Utara juga tidak diperkenankan bersekolah seperti anak-anak lainnya oleh masyarakat sekitar.
Namun ia mengakui diskriminasi terhadap ODHA ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di negara-negara Eropa maupun Amerika Serikat.
Yudi Syahendra yang biasa di sapa Yudi Kotek mengatakan Nol diskriminasi menyoroti mengenai mengenai hak setiap orang bebas dari diskriminasi.
Persolan diskriminasi yang terjadi katanya justru kemudian melemahkan berbagai upaya penanggulangan HIV yang sudah dilakukan saat ini.
Dunia global telah memiliki strategi "fast track" untuk mengahiri epidemi AIDS pada 2030, yang terdapat tiga tujuan besar yang ingin dicapai sebagai pencegahan dan pengendalaian HIV-AIDS adalah untuk mewujudkan target Three Zero yaitu pertama tidak ada lagi penularan HIV.
Sedangkan kedua tidak ada lagi kematian akibat AIDS dan ketiga tidak ada lagi stigma dan diskriminasi baik pada ODHA, populasi kunci maupun rentan.
Sementara itu Focal Point JIP Depok Dimas Prasetyo mengatakan dalam sebuah survei terhadap 19 negara seperempat dari orang yang hidup dengan HIV dilaporkan mengalami beberapa bentuk diskriminasi dalam perawatan kesehatan.
Diskriminasi sering terjadi karena didasarka pada informasi yang salah atau takut karena ketidaktahuan. Untuk mengakhiri diskriminasi, semua lapisan masyarakat memeilki pernanan penting termasuk media dalam pemberitaan yang positif dan benar.
"Agen perubahan dalam menciptakan lingkungan kondusif harus diciptakan untuk mengakhiri epidemi AIDS di dunia," katanya.
Editor berita: Masnun
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Diskriminasi tidak akan hilang tanpa peran aktif dan tindakan dari semua orang untuk mengakhirinya," kata Yudi di Depok, Sabtu.
Ia mengatakan seharusnya semuanya bergerak mulai dari tokoh agama, pemerintah, komunitas, dan tidak kalah penting juga media untuk memberikan pemahaman tentang HIV/AIDS yang benar kepada masyarakat.
Diskriminasi terjadi terhadap 14 Anak dengan HIV/AIDS atau ADHA yang tinggal di Yayasan Lentera ditolak untuk bersekolah di SDN Purwotomo Solo seiring dengan penolakan yang dilakukan oleh orang tua siswa lain.
Sebelumnya diskriminasi juga terjadi beberapa waktu lalu dimana lima anak yang positif HIV di Samosir, Medan, Sumatera Utara juga tidak diperkenankan bersekolah seperti anak-anak lainnya oleh masyarakat sekitar.
Namun ia mengakui diskriminasi terhadap ODHA ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di negara-negara Eropa maupun Amerika Serikat.
Yudi Syahendra yang biasa di sapa Yudi Kotek mengatakan Nol diskriminasi menyoroti mengenai mengenai hak setiap orang bebas dari diskriminasi.
Persolan diskriminasi yang terjadi katanya justru kemudian melemahkan berbagai upaya penanggulangan HIV yang sudah dilakukan saat ini.
Dunia global telah memiliki strategi "fast track" untuk mengahiri epidemi AIDS pada 2030, yang terdapat tiga tujuan besar yang ingin dicapai sebagai pencegahan dan pengendalaian HIV-AIDS adalah untuk mewujudkan target Three Zero yaitu pertama tidak ada lagi penularan HIV.
Sedangkan kedua tidak ada lagi kematian akibat AIDS dan ketiga tidak ada lagi stigma dan diskriminasi baik pada ODHA, populasi kunci maupun rentan.
Sementara itu Focal Point JIP Depok Dimas Prasetyo mengatakan dalam sebuah survei terhadap 19 negara seperempat dari orang yang hidup dengan HIV dilaporkan mengalami beberapa bentuk diskriminasi dalam perawatan kesehatan.
Diskriminasi sering terjadi karena didasarka pada informasi yang salah atau takut karena ketidaktahuan. Untuk mengakhiri diskriminasi, semua lapisan masyarakat memeilki pernanan penting termasuk media dalam pemberitaan yang positif dan benar.
"Agen perubahan dalam menciptakan lingkungan kondusif harus diciptakan untuk mengakhiri epidemi AIDS di dunia," katanya.
Editor berita: Masnun
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019